Mohon tunggu...
Agis Taufik
Agis Taufik Mohon Tunggu... -

MAHASISWA PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH UNIVERSITAS INDONESIA

Selanjutnya

Tutup

Nature

Telemonitoring Dalam Upaya Pemanfaatannya Pada Praktik Perawatan Home Care Dalam Mengurangi Kejadian Rawat Ulang Pada Pasien Dengan Penyakit Jantung

25 Desember 2013   22:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:29 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ABSTRAK

Setiap tahunnya di negara maju maupun yang sedang berkembang seperti di Indonesia angka kejadian pasien yang mengalami serangan jantung berkembang cukup pesat. Umumnya pada pasien dengan penyakit jantung akan mengalami masalah akibat perubahan fisiologis dan psikologisnya, pasien akan mengalami kondisi stressfull. Masalah fisik dan psikologis yang dialami oleh pasien mempengaruhi terjadinya serangan ulang atau kekambuhan, hal ini dapat terjadi dikarenakan pasien tidak menjalankan terapi yang dianjurkan, kurangnya pemahaman pasien dalam upaya pengontrolan faktor resiko, serta kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar ataupun keluarganya. Telemonitoring sebagai salah satu bentuk pemanfaatan kemajuan teknologi informasi di bidang pelayanan kesehatan. Telemonitoring memungkinkan pemberian pelayanan kesehatan secara optimal dan efektif. Selain itu Telemonitoring memudahkan pasien dalam upaya mengontrol faktor resiko, serta memberikan panduan apa saja yang harus dilakukan jika terdapat tanda- tanda vital yang meningkat. Beberapa hasil analisis penelitian telah banyak mengemukakan bahwa penerapan metode pelayanan kesehatan dengan menggunakan telemonitoring dapat menurunkan angka kekambuhan pada pasien jantung serta meningkatkan kualitas hidupnya.

Kata kunci : Telemonitoringheart disease, Teknologi Informasi.

A.Pendahuluan

Latar Belakang

Penyakit jantung koroner adalah kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara suplai darah dan kebutuhan oksigen di miocardium, ketidakseimbangan   terjadi akibat adanya sumbatan dalam pembuluh darah.  Menurut badan kesehatan Dunia (WHO) 60 % dari seluruh penyebab kematian penyakit jantung adalah penyakit jantung koroner (PJK).    American Heart Association (AHA, 2008), mengemukakan bahwa jumlah pasien yang mengalami perawatan medis di Amerika Serikat pada tahun 2005 hampir mencapai 1,5 juta orang ( Smeltzer, 2008 ).

Data RISKESDAS 2007 menunjukan bahwa prevalensi beberapa penyakit jantung dan pembuluh darah seperti hipertensi di Indonesia ( berdasarkan pengukuran tekanan darah) sangat tinggi, yaitu sebesar 31,7%, sedangkan penyakit jantung 7,2 %. Penyebab keamtian pada semua umur penyakit jantung iskemik memiliki angka 5,1%, dan penyakit jantung lainnya 4,6%, sedangkan angka kematian pada kelompok umur 45- 54 tahun di daerah perkotaan akibat penyakit jantung iskemik menempati angka 8,7%, hipertensi dan penyakit jantung lainya 7,1%.

Secara umum kejadian PJK memberikan dampak biopsikososial spritual terhadap pasien dan keluarganya. Pada pasien PJK akan mengalami masalah akibat perubahan fisiologis dan psikologis. Pasien yang telah didiagnosis menderita penyakit kronis atau serius seperti PJK biasanya akan mengalami suatu kondisistressfull yang berdampak munculnya masalah psikologis.   Masalah fisik dan psikologis yang dialami oleh pasien PJK mempengaruhi terjadinya serangan ulang atau kekambuhan PJK, hal ini lebih dikarenakan   karena pasien tidak menjalankan terapi yang di anjurkan, dikarenakan kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar atau keluarganya ( Smeltzer, 2008 ).

Salah satu bukti dari perkembangan pola pikir manusia adalah kemajuan teknologi, yang kemudian banyak di manfaatkan dalam kehidupan sehari- hari. Pemanfaatan perkembangan teknologi ini digunakan mulai dari pemenuhan kebutuhan dasar hingga akses komunikasi internasional (Boyne, et al. 2012). Saat ini pemanfaatan telemonitoring telah banyak dikemukakan manfaatnya dalam upaya menurunkan angka kejadian rawat ulang pada pasien dengan serangan  jantung. Faktor utama dari kejadian rawat ulang ini adalah pola hidup dan kepatuhan pasien dalam mengontrol faktor resiko ( Clarke, et al. 2011).  Telemonitoring memungkinkan pelayanan kesehatan menjadi mudah tanpa terhalang oleh jarak, serta dapat mencegah serangan jantung. beberapa literatur mengemukakan bahwa telemonitoring cukup efektif dalam upaya pemberian pelayanan kesehatan di rumah. Telemonitoring dapat meningkatkatkan kualitas hidup serta penurunan resiko kekambuhan pada pasien pasca serangan jantung koroner ( Kurtz, et al.2011).

Telemonitoring memungkinkan pemberian pelayanan kesehatan secara optimal, dapat membuat keputusan dengan cepat dan tepat, berdasarkan tanda dan gejala pasien yang terpantau setiap harinya. Telemonitoring memudahkan pasien dalam upaya mengontrol faktor resiko, serta memberikan panduan apa saja yang harus dilakukan jika terdapat tanda-  tanda vital yang meningkat (Melton, et al. 2012). Di Indonesia penerapan teknologi telemonitoring dalam upaya pemberian pelayanan kesehatan, belum banyak di terapkan, bagi sebagaian pelaku pemberi pelayanan kesehatan di Indonesia telemonitoring masih di anggap asing karena diangap sulit untuk bisa diterapkan. Selain dari teknologi yang dianggap belum cukup untuk mendukung penerapannya, kurangnya koordinasi yang terintegrasi antara para pemberi pelayanan kesehatan, disebut sebagai salah satu alasan yang membuat aplikasi model ini belum bisa diterapkan di Indonesia.

B.Kajian Literatur

Definisi

Telemonitoring adalah praktek pelayanan kesehatan yang menggunakan pemantauan jarak jauh terhadap pasien di rumah dengan menggunakan teknologi telekomunikasi. Metode telemonitoring secara umum pasien akan memiliki sejumlah perangkat pemantauan di rumah yang terkoneksi dengan jaringan di rumah sakit. Hasil dari pemantauan alat ini akan dikirimkan melalui telepon/ jaringan internet ke penyedia layanan kesehatan/ rumah sakit. Telemonitoring adalah cara yang nyaman bagi pasien untuk  mengontrol status kesehatan dirinya, karena tidak memerlukan waktu yang cukup lama untuk pergi ke rumah sakit (Louis, et al. 2003).

Selain teknologi pemantauan yang bersifat objektif berupa tekanan darah, denyut jantung, berat badan, glukosa darah, dan hemoglobin. Program  telemonitoring bisa juga untuk mengumpulkan data subjektif. Alat bisa di seting untuk memberikan pertanyaan kepada pasien seputar kesehatan dan kenyamanan pasien, pertanyaan ini dapat di seting secara otomatis dari server pusat melalui telefon/ perangkat lunaktelemonitoring. Penyedia pelayanan kesehatan/ RS  kemudian dapat membuat keputusan tentang perawatan pasien berdasarkan kombinasi informasi dari data subjektif dan objektif (Polisena, et al. 2010).

Gambar alat pemantauan glukosa darah Gambar server monitor di pusat pemberi

yang terkoneksi menggunakan ponsel )                 pelayanan atau Rumah sakit )

2.2.Spesifikasi

Sampai saat ini memang masih belum ada pedoman secara klinis tentang definisi operasional dari layanantelemonitoring. Akan tetapi dalam prakteknya ada beberapa elemen penting yang menunjang agar layanan ini dapat befungsi secara optimal. Ketersediaan  alat dan tempat yang memadai sangat menunjang layanan ini agar hasilnya bisa maksimal (Rice,2011).

a.Elemen inti telemonitooring

Elemen inti dari layanan operasional telemonitoring ilustrasikan dalam diagram di bawah ini:

1.Identifying the patients, pasien yang akan mendapatkan layanan telemonitoring di identifikasi melalui analisis faktor resiko berdasarkan tingkat keparahan suatu penyakit, atau rujukan.

2.Assessing the needs, menilai kebutuhan pasien melalui penilaian secara formal dari kondisi mereka dan berdasarkan dari rencana perawatan yang telah dibuat.

3.Pemilihan jenis teknologi telemonitoring yang sesuai dengan kebutuhan pasien dan konteksnya,  misalnya jaringan yang tersedia dirumah atau aplikasi mobile, perekaman terlebih dahulu kondisi fisiologis dari pasien, konektivitas dan jarak transmisi data, model pencatatan hasil pengukuran atau laporan statatus kesehatan secara otomatis atau  mandiri oleh pasien.

4.Gaining consent, tahap berikutnya adalah mendapatkan persetujuan dari pasien yang mendapatkan layanan ini.

5.Deployment, proses instalasi/ pemasangan alat telemonitoring serta melatih pasien/ orang terdekat pasien yang akan membantu pasien selama dirumah tentang penggunaan alat telemonitoring.

6.Service commencement, layanan telemonitoring di mulai, proses ini berlangsung lama, pemantauan status kesehatan pasien dijadikan parameter utama dalam pemberian treatment.  

7.Monitoring of the readings, Pemantauan dari pembacaan hasil dilakukan oleh tenaga profesional kesehatan melalui akses medis. Sedangkan pasien juga dapat terlibat dalam mengelola kondisi kesehatan mereka, melihat  melalui akses untuk pasien.

8.Alerts are generated automatically, Alarm akan berbunyi secara otomatis dari perangkat lunak yang berada didalam monitor pemantauan,  apabila hasil pembacaan menunjukkan masalah/ muncul data yang abnormal.

9.Timely triage, Triase yang tepat dengan waktu cepat dalam menanggapi respon negative/ peringatan dari sistem Telemonitoring atau dari respon pasien.

10.Responding to the alerts and intelligence, Menanggapi peringatan/ data abnormal pasien dan critical thinking yang tepat, merupakan sesuatu hal utama yang harus diperhatikan oleh penyedia layanan/ RS, agar pelayanan telemonitoring dapat berperan secara optimal.

(Rice,2011).

2.3.Jenis Telemonitoring

Beberapa  jenis telemonitoring yang ada saat ini, menurut Rice,2011 :

a.Home Hub, Sebuah telemonitoring yang terhubung ke rumah pasien melalui soket telepon. Model ini dapat mengirimkan data ke sistem pusat melalui jaringan internet. Pengumpulan data di dapatkan dari perangkat seperti spirometer, monitor tekanan darah, glucometers, timbangan.   Selain itu juga dapat memberikan pertanyaan kepada pasien melalui teks yang tertera pada layar, misalnya dengan bertanya "Bagaimana perasaannya saat ini?", "Apakah Anda melihat perubahan warna dahak Anda?".

b.Home Hub with Supplementary Communications, Selain inti dari pelayanan jenis telemonitoring Home Hub, telemonitoring ini dengan tambahan sistem yang menyediakan suara atau fasilitas video konsultasi kepada tenaga profesional pemberi pelayanan kesehatan atau telecoach klinis yang nantinya dapat memberikan saran tambahan.

c.Smartphone Based Remote Telemonitoring, input data hasil pengukuran pasien telah terkoneksi secara langsung pada sebuah aplikasi  “Smartphone”. Sistem ini dapat memantau pengukuran klinis pasien dimanupun dia berada, memberikan peringatan/ saran kembali pada pasien jika ada tanda- tanda klinis yang abnormal melalui pesan singkat.

d.Personal Telemonitoring, perkembangan pelayanan kesehatan melalui teknologi aplikasi “Smartphone” sangat memungkinkan setiap orang yang menggunakannya untuk dapat mengontrol kesehatannya dengan mudah, seperti contoh pengontrolan tekanan darah dan kadar glukosa darah,   informasi ini dapat diterima oleh pemberi pelayanan telemonitoring / RS yang nantinya akan memberi feedback berupa saran kepada pasien. selai itu, sistem ini memungkin pasien untuk bisa berkonsultasi mengenai status kesehatannya.

2.4  Penelitian tentang penerapan dan pemanfaatan sistem layanan kesehatan menggunakan telemonitoringpada pasien jantung.

Beberapa hasil penelitian dan kajian literatur telah banyak mengungkapkan manfaat serta keuntungan bagi pasien yang menggunakan metode telemonitoring. Review Paper yang dilakukan oleh Guy et al, 2007 menyebutkan bahwa telemonitoring memberikan efektivitas klinis misalnya menurunkan angka kejadian kegawatan pada pasien jantung, angka kunjungan rawat ulang, dan  lama waktu rawat di rumah sakit. Menurut Guy, sistem layanan telemonitoring terhadap pasien dengan penyakit kronis tampaknya menjadi pendekatan manajemen pelayanan kesehatan bagi pasien yang menjanjikan, dapat menghasilkan data yang akurat dan handal, serta dapat pula memberdayakan pasien, mempengaruhi sikap dan perilaku mereka, serta berpotensi meningkatkan kualitas hidup pasien.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Martín-Lesende et al tahun 2013. Menunjukkan bahwa telemonitoringberbasis perawatan primer di rumah, dapat  meningkatkan persentase jumlah penerimaan pasien di rumah sakit tanpa rawat inap setelah kurang lebih satu tahun pasca perawatan sebelumnya.  Telemonitoring juga dapat membuat waktu rawat inap menjadi lebih pendek. Penelitian ini juga mengamati bahwatelemonitoring mengarah ke peningkatan yang signifikan dalam jumlah kontak telepon antara tim penyedia pelayanan kesehatan profesional  dengan  pasiennya.

Kajian sistematis secara meta- analisis oleh Clarke, 201 dilakukan percobaan secara acak yang dibuat untuk mengevaluasi efektivitas telemonitoring pada pasien dengan gagal jantung kongestif (CHF). Dua orang orang yang melakukan review dari 125 artikel secara independen dan dipilih 13 artikel untuk di analisis di tahap akhir. Penelitian- penelitian yang dilakukan melibatkan 3.480 pasien, lamanya waktu penelitian adalah 3-15 bulan. Hasil estimasi perhitungan menunjukkan bahwa ada pengurangan secara keseluruhan dalam semua penyebab kematian pada pasien CHF (P ¼ 0,02). Tidak ada secara keseluruhan pengurangan semua penyebab masuknya pasien kerumah sakit (P ¼ 0,84), meskipun demikian ada penurunan angka CHF sebgai penyebab masuknya pasien kerumah sakit (P ¼ 0,0004). Tidak ada pengurangan semua penyebab pasien  masuk dengan kegawat daruratan (P ¼ 0,67). Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam lama tinggal di rumah sakit, kepatuhan terhadap pengobatan atau biaya. Hasil analisis juga menyebutksn bahwaTelemonitoring dapat membuat pengelolaan klinis pasien menjadi lebih efektif pada pasien dengan CHF, hal ini berkaitan dengan seringnya kontak pasien dengan perawat home care atau dokter spesialisnya. Dampak ini di yakini dapat membantu meningkatkan kualitas hidup pasien.

Hasil penelitian lain yang di lakukan di beberapa rumah sakit di UK oleh Thokala et al, 2013. Yang bertujuan untuk membandikan efektivitas biaya yang dikeluarkan dalam perawatan pasien dengan penyakit jantung. Penelitian ini membandingkan antara model perawatan pasien dengan model   Structured telephone support (STS) via human to machine (STS HM) interface, STS via human to human (STS HH) contact and (3)home telemonitoring (TM), di bandingkan dengan model perawatan konvensional di rumah sakit.

TM adalah strategi yang paling efektif dalam pemberian pelayana kesehatan dibandingkan dengan perawatan biasa, TM memiliki tambahan biaya estimasi rasio efektivitas (ICER) sebesar £11 873/ QALY, sedangkan STS HH memiliki ICER sebesar £ 228 035/ QALY terhadap TM. STS HM didominasi oleh perawatan biasa.  Ambang analisis menunjukkan bahwa biaya bulanan TM harus lebih tinggi dari £ 390 untuk memiliki ICER lebih besar dari £ 20 000/QALY terhadap STS HH. Kesimpulan dari hasil penelitian ini mengemukakan bahwa analisis efektivitas biaya menunjukkan TM adalah strategi yang optimal dalam skema pemberian pelayanan yang maksimal pada pasien dengan penyakit jantung, akan tetapi ada kendala dalam upaya penerapannya, pasien harus mengeluarkan biaya lebih agar mendapatkan pelayanan secara optimal.

2.5  Perkembangan penggunaan model pelayanan kesehatan dengan  menggunakan Telemonitoring.

Penggunaan telemonitoring saat ini telah mendatangkan banyak keuntungan,   sehingga apabila ditinjau dari segi keuntungannya baik bagi pemberi pelayanan kesehatan maupun pasien, penggunaannya sangat dianjurkan untuk pelayan kesehatan pada pasien dengan penyakit degenerative (Bolton, et al 2011). Penggunaan sistem perawatan pasien dengan model telemonitoring membantu mengukur kualitas pelayanan kesehatan. Telemonitoring dapat memfasilitasi tranformasi dalam dokumentasi asuhan keperawatan, dimulai dari pengkajian awal pasien, intervensi hingga evaluasi tindakan yang akan diberikan kepada pasien, model pelayanan ini akan lebih efektif jika para pemberi pelayanan kesehatan seperti dokter, perawat, dan tenaga profesional lainya melakukan kolaborasi dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan yang intensif kepada pasien (Kurtz, et al 2011). Penggunaan teknologi ini memang tidak murah, akan tetapi jika ditinjau dari manfaat yang didapatkan maka perlu dipertimbangkan karena penggunaannya diyakini dapat meningkatkan pelayanan kesehatan pada pasien yang dapat meningkatkan kualitas hidupnya (Thokala, et al 2013).

C.Kesimpulan dan Rekomendasi

3.1 Kesimpulan

Penggunaan model pelayanan kesehatan dengan telemonitoring merupakan suatu bentuk kemajuan teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam bidang medis maupun keperawatan. Banyak manfaat  yang diperoleh dari penggunaan model ini, terutama dalam pemberian asuhan keperawatan kepada pasien secara efektif, salah satunya adalah mempermudah akses informasi terkait perkembangan pasien baik hasil rekaman alat- alat pengukuran tanda- tanda vital maupun hasil data subyektif dari rumah pasien yang dapat langsung diakses oleh pemberi pelayan kesehatan di rumah sakit untuk kemudian di tindak lanjuti oleh tenaga profesioanal. Beberapa hasil penelitian telah banyak mengungkapkan bahwa pemanfaat teknologitelemonitoring memberikan kentungan berupa menurunkan angka kejadian rawat inap ulang, menurunkan lamanya waktu perawatan di rumah sakit, memberikan pelayananan kesehatan yang efektif serta dapat meningkatkan kualitas hidup pada pasien dengan penyakit degenratif.

Selain itu keuntungan dari penggunaan model teleamonitoring ini bagi pasien adalah mempermudah akses informasi mengenai status kesehatannya, pasien secara tidak langsung akan dilibatkan dalam upaya pengontrolan munculnya faktor rssiko. Dalam upaya penerapan teknologi ini memang membutuhkan biaya yang lebih, akan tetapi jika ditinjau dari manfaatnya maka perlu dipertimbangkan karena penggunaannya diyakini dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang efektif pada pasien.

3.2.  Rekomendasi

Penerapan model pelayanan kesehatan dengan metode telemonitoring merupakan suatu bentuk kemajuan teknologi yang dimanfaatkan dalam bidang medis maupun keperawatan yang dapat dijadikan wacana kedepan bagi pelayanan kesehatan di Indonesia. Meskipun apabila ditinjau secara materiil teknologi ini tergolong eksklusif dan memerlukan pembiayaan yang lebih, akan tetapi keuntungan yang diperoleh jauh lebih bermanfaat baik bagi pasien maupun bagi perawat dan pihak medis. Oleh karena itu dalam upaya penerapannya diperlukan suatu pengembangan/ inovasi- inovasi yang dapat menekan jumlah pembiayaan yang dikeluarkan oleh pasien.

Daftar Pustaka

Bolton, C., Waters, C., Peirce, S., & Elwyn, G. (2011). Insufficient evidence of benefit: a systematic review of home telemonitoring for COPD. Journal Of Evaluation In Clinical Practice, 17(6), 1216-1222. doi:10.1111/j.1365-2753.2010.01536.

Boyne, J. J., Vrijhoef, H. M., Crijns, H. M., De Weerd, G., Kragten, J., & Gorgels, A. M. (2012). Tailored telemonitoring in patients with heart failure: results of a multicentre randomized controlled trial. European Journal Of Heart Failure, 14(7), 791-801.

Clarke, M., Shah, A., & Sharma, U. (2011). Systematic review of studies on telemonitoring of patients with congestive heart failure: a meta-analysis. Journal Of Telemedicine And Telecare, 17(1), 7-14. doi:10.1258/jtt.2010.100113.

Cleland, J., Louis, A., Rigby, A., Janssens, U., & Balk, A. (2005). Noninvasive home telemonitoring for patients with heart failure at high risk of recurrent admission and death: The Trans-European Network Home Care Management System (TEN-HMS) study Journal of the American College of Cardiology 45, 1654-1664.

De Lusignan, S., Wells, S., Johnson, P., Meredith, K., & Leatham, E. (2001). Compliance and effectiveness of 1 year's home telemonitoring. The report of a pilot study of patients with chronic heart failure. European Journal Of Heart Failure, 3(6), 723-730.

Kurtz, B., Lemercier, M., Pouchin, S., Benmokhtar, E., Vallet, C., Cribier, A., & Bauer, F. (2011). Automated home telephone self-monitoring reduces hospitalization in patients with advanced heart failure. Journal Of Telemedicine And Telecare, 17(6), 298-302. doi:10.1258/jtt.2011.100901.

Louis, A. A., Turner, T., Gretton, M., Baksh, A., & Cleland, J. F. (2003). A systematic review of telemonitoring for the management of heart failure. European Journal Of Heart Failure, 5(5), 583. doi:10.1016/S1388-9842(03)00160-0.

Melton, L., Foreman, C., Scott, E., Mcginnis, M., & Cousins, M. (2012). Prioritized Post-Discharge Telephonic Outreach Reduces Hospital Readmissions for Select High-Risk Patients. American Journal Of Managed Care, 18(12), 838-846.

Polisena, J., Tran, K., Cimon, K., Hutton, B., McGill, S., Palmer, K., & Scott, R. (2010). Home telemonitoring for congestive heart failure: a systematic review and meta-analysis. Journal Of Telemedicine And Telecare, 16(2), 68-76. doi:10.1258/jtt.2009.090406.

Rice, P. (2011). Telemonitoring for Long Term Conditions : A workbook for implementing new service models. Telehealth Lead. UK.

Smeltzer SC & Bare G. (2008). Brunner & Suddarth : Textbook of medical surgical nursing. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

Smith, A. (2013). Effect of Telemonitoring on Re-Admission in Patients with Congestive Heart Failure. MEDSURG Nursing, 22(1), 39-44.

Smith, S., & Abraham, W. (2011). Device therapy in advanced heart failure: what to put in and what to turn off: remote telemonitoring and implantable hemodynamic devices for advanced heart failure monitoring in the ambulatory setting and the evolving role of cardiac resynchronization therapy. Congestive Heart Failure (Greenwich, Conn.), 17(5), 220-226. doi:10.1111/j.1751-7133.2011.00238.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun