Mahasiswa pecinta Alam Civics Hukum (MAPACH) adalah organisasi penggiat Alam dengan Power of Point Kemanusiaan. Underline ideas MAPACH sendiri adalah "Kemanusiaan" dengan tajuk progam yang biasanya adalah sosiologi pedesaan. Kenapa Manusia? Karena manusia adalah objek yang terus berkembang dengan gelombang pengalaman yang ia dapatkan. Pendakian gunung bagi kami adalah pasti, tapi kemanusiaan adalah kewajiban kami, karena tidak ada gunung yang dibawahnya tidak ada manusia.
Saya akui, makin hari masyarakat Indonesia sudah semakin "menyukai" alam, bahkan gunung tidak seramai sekarang ketika saya masih aktif mendaki di tahun 2010. Saya tidak mau mengambil keuntungan dalam isu ekologis akhir-akhir ini yang sedang menjadi salah-satu sorotan. Selama kita ragu-ragu untuk hijrah, dari kertetutupan dengan alam menjadi lebih dekat dengan alam walaupun tanpa "alamiah". Termasuk saya sendiri, agar kritik ini masuk kedalam dan keluar.
Tanpa Ilmiah yang bagaimana? Alami, tapi tidak ilmiah bagi saya itu seperti mendaki gunung dengan membawa makanan cepat saji, lalu membuang sampah di gunung, asal membuka lahan dengan alasan untuk membangun tenda. Oke, kebaikannya mereka adalah  mulai berolahraga dengan lingkungan bersih tapi mengotorinya kembali. Sejenak seperti bermain-main rumah-rumahan, dan memindahkan isi kota ke gunung.
Kami seperti ereksi, dengan hal tersebut dan timbulah empati dengan mewujudkan kegiatan menanam pohon di tiga titik gunung Jawa Barat. Kami membagi tiga tim, untuk melaksanakan penanaman dengan tim pertama, gunung burangrang, tim kedua gunung Puntang, dan gunung ketiga gunung Manglayang. Kami pergi kesana untuk mengisi ulang kemampuan gunung dalam menghidupkan akar-akar pohon.
Sebelumnya saya tidak mau menceritakan kegiatan MAPACH secara mendasar dan teliti. Karena saya mau menambil dari sudut pandang tersendiri, bukan dari sudut pandang MAPACH secara organisasi. Secara filosofi menanam bagi saya adalah mengingatkan saya untuk tunduk dan patuh kepada Tuhan, dan manusia sejatinya selalu menanam. Manusia memang sangat suka menanam apa saja, mereka gatal akan eksistensialisme karena mereka butuh diakui, butuh untuk dilihat dan dirasa.
Jikalau para orangtua sekarang ingin anaknya dekat dengan alam, cukup ajarkan anak anda mencintai lingkungan masyarakatnya. Bukan hanya mengajaknya pergi ke kaki gunung atau tempat yang berbau lingkungan hijau. Saya tidak melarang, namun saja gunung dan alam itu bukan tempat "bermain-main". Bagaimana mungkin, nanti generasi penerus kita mencintai alam, sudah naik gunung berulang kali, tapi gagal mengimplementasikan manusia dan lingkunganya di lingkungan rumahnya, juga keluarganya.
Manusia-manusia yang menganggap orang kota, mereka suka berlibur dengan new campaign ke kaki gunung atau puncak gunung. Alasanya bermacam-macam, karena kota sumpek, polusi bahkan tidak ada pohon. Kenapa begitu? Karena masyarakat kota dan pemerintah khususnya harus mulai meng-iyakan bahwa hak pohon untuk hidup itu bukan di gunung atau bukit juga desa saja. Tapi Pohon punya hak hidup untuk tumbuh disemua daratan bumi ini, tidak terkecuali halaman depan bahkan belakang rumah kita, bahkan halaman depan gedung Istana dan barak militer.
Jangan verifikasi diri sendiri, kalau kota banyak pohon itu, bukan kota melainkan desa. Tidak ada hubunganya antara desa dan kota, keduanya harus meloloskan hak-hak pohon untuk tumbuh dan berkembang melindungi masa depan generasi muda kita. Pohon sering kali disalahkan, kemudian ditebang dengan alasan musim hujan dan berbahaya karena jikalau tumbang akan merusak masyarakat kota.
Sejatinya pohon tidak salah, kenapa pohon itu tumbang? Karena pohon dijadikan alat politik dan media promosi caleg. Karena pohon di semen demi keindahan, seperi batu nisan hingga membuat pohon mandul dan mati karena tidak mampu menghasilkan sperma penyebaran pertumbuhan pohon.