Momen sepertiga malam terakhir adalah saat-saat kebersamaan yang paling indah antara seorang hamba dengan Sang Khaliq. Ketika Sang Pemilik Langit dan Bumi turun ke langit dunia untuk menyapa hamba-Nya yang terjaga di tengah dinginnya udara pagi serta terpaan kantuk yang amat sangat. Bahkan sebagian orang yang berupaya untuk terjaga di waktu sepertiga malam itu seringkali hanya memiliki setengah dari kesadarannya. Antara sadar dan tidak sadar. Memang bukan perkara mudah untuk berjumpa dengan Sang Terkasih, terlebih bagi mereka yang tidak memiliki kebulatan tekad dan keinginan yang kuat untuk menemuni-Nya.
Allah SWT turun ke langit dunia dan menyeru dengan seruan terbaik dimana siapapun yang memohon ampunan akan diampuni-Nya, dan siapapun yang memiliki suatu keinginan akan dikabulkan-Nya. Sugguh sangat disayangkan apabila waktu yang begitu berharga ini terlewatkan begitu saja, dan sungguh sangat disayangkan waktu yang semestinya dapat dinikmati untuk menikmati kesejukan-Nya ternyata dikalahkan oleh hangatya selimut tempat tidur.
Kita tidak bisa menyalahkan udara dingin, rasa lelah dan penat yang sangat, ataupun ketakutan terhadap kegelapan malam sehingga kita tidak mengahadap-Nya. Semua itu sebenarnya kembali kepada diri kita masing-masing. Tidak bisakah kita sejenak merasakan udara dingin demi untuk merasakan sinar kehangatan dari-Nya yang abadi? Tidak mampukah kita melawan lelah sesaat untuk kenikmatan yang hakiki? Dan tidak malukah kita takut terhadap kegelapan yang sebenarnya hanyalah sesuatu yang tidak sebanding dengan cahaya kekuasaan-Nya? Iya, benar. Semuanya kembali pada diri kita sendiri. Sebesar apa kita memaknai rasa hormat dan rasa cinta kita terhadap-Nya. Besarnya kerinduan kita untuk berjumpa dengan-Nya akan memberikan kekuatan luar biasa.
Hanya sebagian kecil sorang saja yang memiliki kekuatan untuk tegak berdiri di sepertiga malam sembari menundukkan kepala penuh kekhusyukkan kehadirat-Nya. Ketika sebagian besar nyawa tengah terbang “meninggalkan” jasadnya untuk sementara, ada sebagain jiwa lain yang “memanggil” kembali nyawanya demi untuk menyambut turunnya Sang Khaliq ke langit dunia melalui tahajjud. Inilah nyawa dari golongan yang rela melepaskan kenikmatan sesaatnya demi kenikmatan yang abadi sebagaimana yang dijanjikan-Nya. Suraga dan neraka memang benar keberadaannya, tapi terbangunnya hamba di sepertiga malam terakhir pada hakikatnya tidak sekedar dimaksudkan untuk kita meraih surga atau menghindari neraka. Lebih dari itu, sepertiga malam terakhir adalah waktu paling “romantis” layaknya seorang kekasih bersua dengan pasangannya. Jika kita atau kekasih kita bisa memilih saat-saat paling indah dan romantis untuk bersua, lantas apakah Dzat Yang Mahacinta tidak lebih tahu tentang hal itu? Dia telah memilih waktu-waktu yang mana hanya orang-orang yang tulus imannya saja yang mampu dan mau manghadap-Nya. Sedangkan orang-orang yang cintanya hanya setengah hati atau bahkan cinta palsu maka mereka tidak akan menghadap-Nya. Sepertiga malam terakhir ibarat salah satu tahapan seleksi dari-Nya untuk memilih dan memilah hamba-Nya yang terbaik. Dia memilih hamba-Nya yang tepat untuk diberikan kemuliaan-Nya.
Sahabat sekalian. Hari ini tatkala kita memejamkan mata maka itu artinya Allah SWT tengah “mengambil” nyawa kita untuk sementara. Coba bayangkan bagaimana seandainya nyawa itu tidak Dia kembalikan ke jasad kita yang rapuh ini? Ketika kita hendak berangkat ke tempat tidur mengistirahatkan tubuh, niatkan untuk bangun di sepertiga malam terkahir.
Mintalah kepada-Nya gar mengizinkan nyawa kita kembali ke tubuh kita demi untuk bisa menyambut kedatangan-Nya ke langit dunia. Apabila memang ketika niat itu sudah kita panjatkan dengan dilandasi keinginan kuat untuk mewujudkannya, maka insyaallah kita akan menjadi salah satu hamba-Nya yang dimuliakan.
Ditulis oleh,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H