"Mang, berapa harga rambutan satu ikat?" Tanya istriku kepada seorang pedagang buah rambutan  'tidak tetap' yang ia singgahi di pinggir jalan saat perjalanan pulang dari tempat kerjanya.  "Oh, satu ikatnya dua puluh lima ribu, Neng."  Timpal seorang berperawakan setengah baya.
"Mahal amat ya." Gumam istriku dalam hati. Tapi istriku pun tetap membeli satu ikat rambutan itu dan membawanya pulang.
Setiba di rumah aku melihat wajah istriku masih diliputi ekspresi ketidakpuasan. "Kalau gak lagi pingin-pingin amat males deh beli. Harganya itu lho, gak sebanding sama jumlah rambutan yang didapat." Keluhnya waktu itu.
"Hehehehe... Yah, hitung-hitung bantu ekonomi rakyat kecil aja lah, Umi." Â Celetukku menimpali dengan sedikit basa-basi diplomatis. "Heemmm... Memangnya kita ini bukan rakyat kecil ya?!" Pungkasnya sambil nyelonong ke dapur.
***
Periode awal tahun biasanya memang menjadi momennya para penjual buah musiman untuk mengais keuntungan dari menjajakan buah-buahan hasil panen mereka. Kesempatan untuk menjajakan rambutan (atau buah-buahan musiman lain) mungkin sudah dinantikan sejak lama oleh para pedagang buah 'dadakan' tersebut. Karena pada masa itulah mereka bisa mendapatkan tambahan penghasilan.
Meskipun hasil panen mereka tidak seberapa mengingat dukungan lahan yang terbatas, namun sejumlah rupiah yang diperoleh dari hasil menjajakan buah tersebut tetaplah sangat berguna.
Â
Tapi, Aku menduga kalau harga rambutan yang dikeluhkan istriku sebenarnya bukan murni kehendak dari si pedagang rambutan. Adanya keterbatasan akses lahan yang membuat hasil panen tidak seberapa, pada akhirnya membuat ongkos transportasi untuk menjajakan rambutan jadi lebih tinggi. Beban inilah yang lantas mereka limpahkan kepada pembeli.
Dimasa sekarang, memiliki sejumlah lahan yang cukup luas tentu sangat berguna. Karena dengannya seseorang bisa menanam bermacam-macam tanaman, melakukan budidaya hewan, mengembangkan usaha pertanian, atau menjalankan usaha-usaha lainnya.
Sayangnya, tidak setiap orang punya atau tidak memiliki cukup lahan untuk dimanfaatkan. Bahkan yang terjadi justru sebaliknya, yakni ketimpangan pemilikan lahan dengan penguasaan segelintir orang.