Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Worklife Blur, Ketika Konsep "Worklife Balance" Gagal di Era "Alway On"

16 November 2024   05:30 Diperbarui: 17 November 2024   06:56 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang pekerja yang terlihat stres di depan layar laptop menghadapi tumpukan pekerjaan tiada henti | Ilustrasi gambar: freepik.com/ freepik

Seorang karyawan startup bercerita, "Saya pernah mendapat pesan kerja pukul 11 malam. Awalnya saya pikir itu insiden langka, ternyata itu jadi kebiasaan." Ini adalah contoh nyata dari budaya always on yang tidak sehat.

Sayangnya, kebijakan perusahaan sering kali tidak memihak karyawan. Hanya sedikit organisasi yang memiliki aturan membatasi komunikasi di luar jam kerja. Bandingkan dengan Prancis, di mana karyawan memiliki right to disconnect yang dilindungi hukum, memberikan batas jelas antara pekerjaan dan waktu pribadi.

Bagi individu, strategi seperti menetapkan waktu akhir kerja atau mematikan notifikasi bisa membantu. Namun, tanpa perubahan di tingkat organisasi, solusi ini hanya seperti menambal luka besar dengan perban kecil.

Perubahan: Dari Individu hingga Sistem

Apa yang bisa dilakukan untuk menghadapi worklife blur? Solusi dimulai dari dua arah, yaitu individu dan organisasi.

Untuk individu:

  • Tetapkan batas waktu kerja harian.
  • Buat jadwal untuk waktu pribadi, seperti olahraga atau meditasi.
  • Kelola ekspektasi atasan dengan komunikasi terbuka tentang batasan waktu kerja.

Untuk organisasi:

  • Terapkan kebijakan cuti wajib.
  • Batasi komunikasi di luar jam kerja kecuali dalam kondisi darurat.
  • Sediakan pelatihan tentang penggunaan teknologi secara sehat.

Beberapa negara bisa menjadi contoh. Di Norwegia, misalnya, karyawan didorong untuk meninggalkan kantor tepat waktu sebagai bagian dari budaya kerja. Langkah kecil seperti ini menunjukkan bahwa produktivitas tidak harus mengorbankan keseimbangan hidup.

Mungkinkah Menemukan Keseimbangan?

Keseimbangan hidup dan kerja di era always on bukanlah mitos, tetapi juga bukan tugas yang mudah. Untuk mencapainya, kita perlu melihat ulang definisi kesuksesan. Apakah kesuksesan adalah tentang jam kerja panjang dan target ambisius? Atau tentang menemukan harmoni antara karier dan kebahagiaan pribadi?

Pandemi Covid-19 memberikan pelajaran penting bahwasanya waktu bersama keluarga, kesehatan mental, dan istirahat adalah aspek yang tak tergantikan. Dalam jangka panjang, kelelahan dan burnout justru merugikan individu maupun organisasi.

Seperti kata Dolly Parton, "Never get so busy making a living that you forget to make a life." Era worklife blur mungkin menjadi tantangan besar, tetapi dengan langkah kolektif, kita bisa menemukan keseimbangan. Apakah kalian siap memulai perjalanan ke arah itu?

Maturnuwun,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun