Tantangan disiplin di sekolah semakin kompleks ketika guru harus berhadapan dengan ancaman hukum. Tak sedikit dari guru yang merasa ragu menegur siswa karena khawatir terseret kasus hukum. Terlebih lagi, dalam era keterbukaan informasi, tindakan seorang guru bisa menjadi sorotan publik dalam hitungan menit. Situasi ini bukan hanya membuat guru khawatir, tetapi juga menimbulkan kebingungan dalam menjalankan perannya sebagai pendidik.
Adam H. Frank dalam bukunya menekankan bahwa setiap pendidik memerlukan panduan yang jelas untuk dapat menciptakan disiplin tanpa rasa takut. Ia juga mengingatkan bahwa jika guru tidak merasa aman dalam mengajar, mereka akan kesulitan untuk fokus pada pendidikan karakter siswa.
Guru bukan hanya agen transfer ilmu, melainkan juga pembimbing moral, yang diharapkan mampu menjadi contoh bagi siswa mereka. Jika ketakutan akan ancaman hukum terus membayangi, bukan tidak mungkin guru akan kehilangan kepercayaan diri dalam menjalankan perannya, dan siswa pun kehilangan kesempatan mendapatkan bimbingan yang mereka butuhkan.
Sebenarnya, banyak guru yang ingin berupaya menciptakan suasana kondusif dengan menerapkan pendekatan yang membina, namun kadang terbentur aturan atau kekhawatiran akan kesalahpahaman. Sebuah bentuk dukungan, baik dari masyarakat, pemerintah, maupun dari sekolah, dapat membantu para guru agar merasa lebih aman dan memiliki panduan dalam mendisiplinkan siswa tanpa rasa takut.
Kolaborasi Demi Pendidikan Karakter yang Sehat
Jika kita ingin masa depan yang lebih baik bagi generasi muda, dukungan pada guru harus dibarengi dengan kerja sama dari berbagai pihak. Di sinilah konsep kolaborasi yang sehat perlu diterapkan dalam sistem pendidikan Indonesia. Kolaborasi ini bukan hanya melibatkan guru dan siswa, tetapi juga orang tua dan masyarakat luas.
Sekolah, sebagai institusi pendidikan, seharusnya berperan aktif dalam membangun dialog dengan orang tua siswa tentang metode yang digunakan dalam disiplin berbasis relasi. Melalui diskusi yang konstruktif, orang tua dan guru bisa menemukan cara-cara efektif untuk mengajarkan disiplin tanpa menimbulkan konflik.
Di sisi lain, pemerintah juga perlu memperbarui kurikulum dan panduan pendidikan agar para pendidik mendapat pelatihan tentang cara mendisiplinkan siswa dengan pendekatan yang efektif namun tidak berisiko hukum.
Eleanor Roosevelt pernah berkata, "You gain strength, courage, and confidence by every experience." atau "Kamu mendapat kekuatan, keberanian, dan rasa percaya diri dari setiap pengalaman." Ini berarti bahwa dengan memberi dukungan dan peluang bagi guru untuk mengembangkan keterampilan disiplin yang positif, kita sebenarnya turut memperkuat fondasi pendidikan yang lebih sehat bagi masa depan.
***
Pada akhirnya, disiplin di sekolah bukanlah semata-mata tentang "memberi hukuman" atau "mengambil tindakan tegas," tetapi tentang membangun karakter. Guru sebagai agen pendidikan perlu diberi kepercayaan dan dukungan untuk mendisiplinkan dengan cara yang konstruktif tanpa merasa takut akan risiko hukum.
Dengan panduan dan pendekatan yang tepat, disiplin bukan lagi momok yang ditakuti, melainkan jembatan menuju pembentukan karakter siswa yang kuat dan bertanggung jawab. Pendekatan berbasis relasi dan disiplin positif bisa menjadi solusi, meskipun perlu kerja sama antara pemerintah, sekolah, guru, orang tua, dan siswa itu sendiri.