Di dunia kerja, istilah "Yes Man" merujuk pada karyawan yang selalu menyetujui semua instruksi atasan tanpa perlawanan. Kenapa fenomena ini begitu umum, bahkan dalam perusahaan besar?
Menurut penelitian psikologi, seperti yang dikemukakan dalam Groupthink oleh Irving Janis (1972), kecenderungan untuk patuh dan "membungkam" opini berbeda ternyata bukan sekadar hasil tekanan sosial, tetapi juga terkait dengan kecenderungan alami manusia untuk merasa diterima dalam kelompoknya. Sikap patuh memang sering diasosiasikan dengan kestabilan karier, tapi bagaimana dampaknya pada produktivitas dan inovasi di lingkungan kerja?
Di samping faktor sosial, banyak atasan secara alami lebih menyukai karyawan yang tidak menantang keputusan mereka karena dianggap memudahkan proses operasional. Studi lain oleh Van Kleef, G. A., dkk. (2009) menunjukkan bahwa emosi atasan terhadap karyawan yang patuh atau bersikap kritis memainkan peran besar dalam cara interaksi di tempat kerja. Namun, apakah sikap patuh ini benar-benar bermanfaat untuk pertumbuhan profesional?
Efek Psikologis dari Menjadi 'Yes Man'
Menjadi seorang 'Yes Man' bukan hanya berdampak pada hubungan dengan atasan, tapi juga pada mentalitas dan pemikiran internal karyawan itu sendiri. Groupthink oleh Janis (1972) menunjukkan bahwa perilaku ini sering disebabkan oleh tekanan untuk tidak menjadi orang "yang berbeda" dalam kelompok. Pada akhirnya, hal ini menciptakan dinamika di mana semua orang di sekitar merasa terdorong untuk sepakat daripada berargumen.
Ketika individu merasa terpaksa mengikuti arus, pemikiran kritis sering kali dikesampingkan. Hal ini dapat berdampak negatif pada produktivitas tim, khususnya dalam pekerjaan yang membutuhkan inovasi atau solusi baru. Dalam jangka panjang, lingkungan yang mengabaikan pandangan alternatif dapat menjadi stagnan.
Studi oleh Van Kleef, G. A., dkk. (2009) mengungkap bahwa atasan cenderung menunjukkan emosi positif kepada karyawan yang selalu setuju dengan pendapat mereka. Sikap ini, yang mungkin tampak sebagai bentuk penghargaan, ternyata memiliki konsekuensi tersembunyi. Atasan yang terlalu sering berinteraksi dengan karyawan patuh cenderung mengabaikan atau bahkan menolak ide-ide yang lebih kritis.
Di satu sisi, karyawan yang patuh tampak lebih mudah dikelola, tetapi di sisi lain, ini mengurangi kesempatan bagi perusahaan untuk beradaptasi dengan perubahan atau inovasi. Atasan harus menyadari bahwa meski lebih nyaman dengan "Yes Man" sikap tersebut mungkin merugikan dalam jangka panjang.
Â
Dampak Sikap Patuh pada Karier dan Kreativitas
Sikap patuh di tempat kerja tidak hanya memengaruhi persepsi atasan, tetapi juga karier karyawan itu sendiri. Ketika seorang individu dikenal sebagai "Yes Man" peluang mereka untuk menunjukkan kreativitas dan keahlian baru menjadi terbatas. Pada akhirnya, peran mereka sering kali terbatas pada perintah yang diberikan, alih-alih mengambil inisiatif atau bertanggung jawab pada proyek yang lebih besar.
Karyawan perlu menemukan keseimbangan antara mengekspresikan pendapat mereka dan tetap menghormati instruksi atasan. Dalam beberapa kasus, keberanian untuk mengemukakan ide baru justru bisa menjadi nilai lebih yang dihargai di masa depan.