Peristiwa tragis yang merenggut nyawa petugas pemadam kebakaran Martinnius Reja Panjaitan mengguncang banyak pihak. Sebagai seorang petugas yang seharusnya dilengkapi dengan peralatan canggih untuk melawan bahaya, nasibnya berakhir tragis akibat keterbatasan sarana keselamatan.Â
Bukan hanya di profesi pemadam kebakaran, masalah ini juga melanda berbagai sektor di Indonesia, di mana profesi dengan risiko tinggi kerap kali dilupakan dalam hal perlindungan.Â
Kematian Martinnius menjadi sorotan nyata akan lemahnya perhatian terhadap keamanan profesi yang memikul beban besar menyelamatkan nyawa orang lain, tapi justru mengorbankan nyawanya sendiri.
Kita semua tahu bahwa risiko menjadi bagian tak terpisahkan dari pekerjaan seperti ini. Namun, bagaimana jika risiko tersebut diperbesar oleh kelalaian pemerintah atau institusi terkait dalam memberikan alat dan fasilitas keamanan yang memadai? Jika Martinnius dipersenjatai dengan perlindungan yang sesuai, mungkin ia masih hidup saat ini.
Sebagaimana diungkapkan oleh aktivis keselamatan kerja, "Safety is not an accident, it's a choice." Kalimat ini bukan sekadar ungkapan klise, melainkan realitas yang sering terabaikan dalam dinamika profesi berbahaya di Indonesia.
Kesenjangan Sistem Perlindungan Profesi Berisiko Tinggi
Profesi seperti pemadam kebakaran, polisi, atau pekerja konstruksi berisiko tinggi dan membutuhkan standar keselamatan yang ketat. Namun, fakta di lapangan justru menunjukkan bahwa standar perlindungan bagi pekerja ini jauh dari ideal.Â
Dalam "Occupational Safety and Health in Public Safety Professions: A Systematic Review," ditemukan bahwa ada celah besar dalam implementasi keselamatan kerja di sektor-sektor publik yang penuh risiko. Salah satu faktor utamanya adalah kurangnya pelatihan dan peralatan keamanan yang sesuai.
Bahkan, pelanggaran terhadap aturan keselamatan sering kali diabaikan hingga terjadi tragedi seperti kasus Martinnius.
Sebagai contoh, banyak petugas pemadam kebakaran di Indonesia tidak dilengkapi dengan alat pelindung yang memadai saat menghadapi kebakaran besar. Meskipun terdapat standar keselamatan internasional, pelaksanaannya masih jauh dari kata sempurna.Â
Ini seperti pepatah "menabur angin, menuai badai", di mana pemerintah dan institusi gagal menaburkan perlindungan yang memadai, namun akhirnya memanen korban jiwa.