Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dampak AI terhadap Seni dan Sastra, Algoritma sebagai Penulis dan Seniman Masa Depan?

20 Oktober 2024   07:04 Diperbarui: 20 Oktober 2024   07:05 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang pernah diungkapkan Oscar Wilde dengan cerdik: "We are all in the gutter, but some of us are looking at the stars." ("Kita semua berada di selokan, tetapi beberapa dari kita menatap bintang-bintang."). Jadi, meskipun kita mungkin terjebak dalam ketakutan akan dominasi teknologi, kita juga harus ingat bahwa kreativitas manusia memiliki daya tarik yang unik.

Akankah Seni dan Sastra Bertahan di Era AI?

Pertanyaan besar yang tersisa adalah apakah seni dan sastra yang dihasilkan manusia akan tetap relevan di era AI. Mungkin jawabannya tidak sesederhana itu. Seni selalu beradaptasi dengan perubahan zaman. Dari lukisan gua prasejarah hingga karya seni kontemporer yang melibatkan teknologi digital, manusia selalu menemukan cara untuk mengekspresikan diri mereka dengan alat-alat yang tersedia. Mungkin AI hanyalah alat baru dalam evolusi kreatif ini.

Di satu sisi, AI dapat membantu seniman dan penulis manusia untuk mencapai tingkat kreativitas yang lebih tinggi. Algoritma dapat menjadi rekan kreatif yang menganalisis tren, menawarkan ide, atau bahkan membuat prototipe karya seni. Di sisi lain, manusia tetap akan menjadi pengendali utama, yang menentukan arah dan makna dari karya tersebut.

Akhirnya, kita kembali pada esensi dari seni dan sastra itu sendiri---yakni kemampuan untuk menyentuh jiwa, untuk menggugah emosi, dan untuk memicu renungan mendalam tentang kehidupan. Sampai saat ini, AI masih jauh dari mampu memahami dimensi emosional tersebut.

Jadi, meskipun AI mungkin menjadi alat yang semakin penting dalam dunia seni dan sastra, kreativitas manusia akan selalu menjadi pusat dari setiap karya yang benar-benar menyentuh.

Maturnuwun,

Growthmedia

NB : Temukan artikel cerdas lainnya di www.agilseptiyanhabib.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun