Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Doom Spending dan Ilusi Keamanan Finansial, Mengapa Kita Malah Merasa Aman Saat Boros?

2 Oktober 2024   05:43 Diperbarui: 2 Oktober 2024   13:35 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilusi keamanan yang ditimbulkan dari belanja bisa menjadi alat pelarian sementara | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik

Pernahkah kamu merasa aman ketika menghabiskan uang dalam situasi yang sebenarnya tidak pasti?

Anehnya, di tengah situasi krisis ekonomi, kita justru merasa lebih tenang saat membeli barang-barang yang mungkin tidak benar-benar kita butuhkan. Ini bukan sekadar kebetulan, tetapi merupakan fenomena psikologis yang dikenal dengan doom spending. Di balik belanja berlebihan ini, ada ilusi keamanan yang menipu kita.

Iya, boros itu nggak selalu buruk, asal kamu tahu kapan harus berhenti---oh, tunggu, biasanya kita malah lupa ya? Fenomena ini seolah-olah memberikan rasa kontrol atas situasi yang tidak pasti, padahal justru sebaliknya. Yuk, kita bahas lebih dalam kenapa hal ini bisa terjadi.

1. Merasa Aman Melalui Belanja, Apakah Itu Nyata atau Fiktif?

Sudah pernah dengar istilah "retail therapy"? Betul, belanja untuk mengurangi stres. Tapi, apa benar ini terapi? 

Banyak orang merasa lebih baik setelah membeli sesuatu, padahal bisa jadi itu hanya penenang sementara dari kecemasan finansial. Mengapa begitu? Dalam Journal of Economic Psychology, dijelaskan bahwa belanja sering kali dijadikan pengalihan dari perasaan takut akan masa depan yang tak pasti.

Kita berada dalam lingkaran yang aneh, yakni merasa aman secara emosional saat mengeluarkan uang, meskipun di baliknya ada rasa khawatir tentang ketidakstabilan ekonomi. Lucunya, ini mirip seperti meminum air laut saat kehausan; sementara terasa menyegarkan, tapi pada akhirnya malah memperburuk situasi.

2. Krisis atau Kesempatan? Mengapa Banyak Orang Berbelanja Lebih Saat Kondisi Ekonomi Buruk

Pernah dengar ungkapan, "Ketika kapal tenggelam, biar semuanya tenggelam bersama?" Begitulah analogi doom spending saat krisis. Ketika kita merasa tak ada yang bisa diselamatkan dari ketidakpastian ekonomi, banyak orang mengambil sikap "ya sudah, nikmati saja selagi bisa." Nah, itulah yang terjadi saat doom spending.

Dalam Journal of Consumer Research, sebuah studi menunjukkan bahwa orang-orang cenderung meningkatkan konsumsi barang-barang mewah selama periode krisis ekonomi. Logikanya? Jika hari ini sudah sulit, besok mungkin lebih sulit lagi. Maka dari itu, banyak yang berpikir, "Mengapa menunda kenikmatan?" Ini adalah keputusan emosional, bukan finansial yang sehat. 

Belanja mewah saat krisis adalah bentuk pengalihan dari ketidakpastian yang sebenarnya memperparah | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik
Belanja mewah saat krisis adalah bentuk pengalihan dari ketidakpastian yang sebenarnya memperparah | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik

3. Menggunakan Belanja untuk Mengontrol Kecemasan: Efektif atau Justru Berisiko?

Ah, belanja sebagai pelarian, seperti lari di atas treadmill---kamu berlari, tapi tetap di tempat yang sama. Orang cenderung percaya bahwa mereka memegang kendali atas hidup mereka dengan mengontrol pengeluaran, meskipun ini sering kali hanya semu. 

Ketika kita merasa tak mampu mengendalikan apa yang terjadi di luar sana (krisis ekonomi, inflasi), kita mencari cara untuk mengontrol sesuatu, dan belanja menjadi jalan pintas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun