Pasar saham teknologi di Amerika Serikat (AS) sedang mengalami gejolak yang signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Dengan perusahaan-perusahaan besar seperti Apple, Meta, dan Amazon menghadapi penurunan valuasi, tak ayal hal ini pun memicu kekhawatiran global, termasuk dampaknya bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia.Â
Saham-saham teknologi yang selama ini menjadi barometer inovasi, tiba-tiba mengalami koreksi tajam yang mengguncang stabilitas ekonomi digital. Meski terkesan negatif, apakah kemerosotan ini adalah menjadi ancaman? Atau justru bisa membuka peluang baru bagi sektor teknologi di Indonesia?
Turbulensi Saham Teknologi AS dan Investasi Asing ke Indonesia
Dampak langsung dari penurunan saham teknologi di AS adalah munculnya kekhawatiran akan mundurnya investasi asing ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Investor global, yang selama ini terfokus pada valuasi unicorn dan startup di sektor digital, mulai mengalihkan dana mereka ke aset yang lebih stabil, seperti komoditas atau sektor tradisional. Ini berpotensi memperlambat laju inovasi di Indonesia, mengingat banyak perusahaan teknologi lokal yang masih bergantung pada pendanaan asing.
Namun, beberapa ahli melihat krisis ini sebagai peluang untuk mendorong inovasi mandiri. Dengan berkurangnya ketergantungan pada modal asing, Indonesia bisa lebih fokus pada pengembangan teknologi yang relevan dengan kebutuhan domestik, tanpa tekanan untuk segera menguntungkan seperti yang sering terjadi pada startup yang didanai oleh venture capital.Â
Menarik untuk mengingat kembali apa yang disampaikan oleh John F. Kennedy, "In the Chinese language, the word 'crisis' is composed of two characters, one representing danger and the other, opportunity." Dalam konteks ini, krisis yang melanda saham teknologi AS bisa jadi membawa peluang bagi inovator lokal untuk lebih kreatif dalam mencari solusi.
Peluang Tersembunyi dalam Krisis
Penurunan saham teknologi AS bisa juga membuka peluang bagi startup lokal di Indonesia yang berfokus pada teknologi berbasis kebutuhan lokal. Pasar teknologi Indonesia masih berada dalam tahap pertumbuhan, dengan berbagai sektor seperti e-commerce, fintech, dan edutech yang terus berkembang pesat. Startup seperti Tokopedia dan Gojek, yang sudah berstatus unicorn, tetap memiliki peluang besar untuk berkembang lebih jauh.
Ironisnya, dengan runtuhnya valuasi besar-besaran di AS, startup lokal mungkin memiliki kesempatan lebih besar untuk meraih pasar domestik. Selain itu, penurunan valuasi perusahaan teknologi besar di AS bisa membuka jalan untuk merger dan akuisisi, memberikan kesempatan bagi pemain lokal masuk ke sektor-sektor yang sebelumnya didominasi oleh perusahaan teknologi AS. Dalam beberapa kasus, startup di Indonesia bisa memanfaatkan momentum ini untuk mengekspor teknologi lokal ke luar negeri.
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa ketergantungan startup Indonesia terhadap pendanaan asing tetap menjadi tantangan utama. Banyak investor yang cenderung menunda investasi, setidaknya sampai pasar global kembali stabil.Â
Dalam hal ini, startup Indonesia harus lebih cerdik dalam mencari pendanaan dari sumber domestik dan mulai memikirkan model bisnis yang lebih berkelanjutan.