Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Kegelisahan Rakyat Kepada Wakilnya

19 Februari 2024   11:35 Diperbarui: 19 Februari 2024   11:36 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Apa yang wakil rakyat lakukan ditengah kegelisahan rakyat?| Ilustrasi gambar : dpr.go.id

Wakil rakyat seharusnya merakyat

Jangan tidur waktu sidang soal rakyat

Wakil rakyat bukan paduan suara

Hanya tahu nyanyian lagu setuju

 

Tetiba terngiang di benak saya penggalan lirik lagu dari musisi Iwan Fals yang berjudul 'Surat Buat Wakil Rakyat'. Barangkali alam bawah sadar saya langsung memicu alarm ketidakberesan negeri ini manakala dugaan kecurangan pemilu 2024 terjadi begitu masif sementara para wakil rakyat seperti adem ayem saja menyaksikan itu semua.

Berdasarkan peraturan perundangan dan juga Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 kita ketahui bersama bahwa DPR atau Dewan Perwakilan Rakyat atau Wakil Rakyat itu memiliki peran yang sangat krusial untuk republik ini. Terutama dalam hal menjalankan proses legislasi, pengawasan, serta perwakilan di dalam sistem pemerintahan Indonesia.

Kalau bisa saya bilang bahwa pada dua periode kepemimpinan Jokowi sebagai presiden peran para wakil rakyat seperti mengalami kemunduran yang sangat signifikan. Coba kita bandingkan semasa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkuasa dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berada di luat pemerintahan, keseimbangan itu tampak terlihat.

Setidaknya, pada masa itu rakyat seperti mendapatkan teman untuk menolak kebijakan penguasa yang dinilai semena-mena.

Sangat jauh berbeda dengan yang terjadi belakangan, para wakil rakyat seperti lupa dari mana mereka berasal. Rakyat tidak menjadi prioritas untuk diperjuangkan, justru menjadi tukang stempel penguasa.

Tengok, betapa mudahnya undang-undang Ominibus Law Cipta Kerja diketok palu. Atau kilatnya proses undang-undang IKN yang seperti sim salabim langsung jadi. Hal ini menandakan wakil rakyat samasekali tidak bisa dianggap mewakili rakyatnya.

Tutup Mata ?

Saya tidak menuduh bahwa para wakil rakyat itu melupakan kita selaku pemberi mandat. Namun, saya merasa bahwa kepentingan rakyat (setidaknya sebagian dari rakyat Indonesia) alpa untuk diperjuangkan.

Yang paling dekat adalah diamnya mayoritas wakil rakyat terhadap praktik culas pemilu 2024. Bahkan sepertinya sangat sedikit yang memberikan ulasan atau berseru keras pasca diriliskan film dokumenter 'Dirty Vote'.

Kecaman dari para civitas akademika, akademisi, mahasiswa, hingga rakyat jelata sepertinya samasekali tidak menarik minat wakil rakyat kita untuk bereaksi. Entah karena mereka tidak menganggap hal itu penting atau karena ada kekhawatiran politik sandra.

Ampun. Jengkel sekali rasanya menjadi warga negara yang terbaikan. Rakyat seperti berjuang sendiri. Tidak ada gunanya punya wakil rakyat sementara yang diharapkan muncul dari mereka tidak berbuah hasil apa-apa.

Kalian para wakil rakyat seharusnya malu dengan tindakan tutup mata yang kalian lakukan selama ini. Mungkin kita rakyat tidak mengenal satu-persatu para wakil kita di ruangan gedung mewah sana. Pun tidak tahu secara pribadi. Namun, setiap doa yang membaikkan atau sebaliknya kutukan yang menjatuhkan bisa terlempar kepada para wakil rakyat itu.

Tidak Perlu Wakil Rakyat Lagi?

Akbar Faisal dalam sebuah diskusi di salah satu stasiun televisi kalau tidak salah pernah mengatakan bahwa Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) sebaiknya dibubarkan saja karena tidak menjalankan peran dengan sebagaimana mestinya.

Dalam pandangan yang sama, DPR (baik itu yang pusat maupun daerah) mungkin perlu diusulkan untuk mengalami hal serupa. Percuma punya wakil rakyat tapi tidak berfungsi untuk rakyatnya.

Pemilu 2024 mungkin bukan satu-satunya pemilu yang memantik banyak masalah dan tudingan kecurangan. Namun, sekaranglah kesempatan kita untuk memperbaiki semua. Seruan masyarakat sipil sudah terjadi berulang kali dan dimana-mana. Tapi kok sepertinya sedikit sekali atau bahkan tidak tampak aksi serupa dilakukan orang-orang yang mengklaim dirinya sebagai wakil rakyat.

Kita tentu berharap memiliki para wakil yang benar-benar mau dan berkenan untuk mendengar serta menyuarakan apa keinginan rakyat. Setidaknya dengarlah dan fasilitasilah mereka yang sedang turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi itu. Beri mereka ruang untuk lebih bisa didengarkan oleh penguasa.

Ingat, kalian para wakil rakyat masih menerima gaji dan memakan uang yang dikumpulkan dari keringat rakyat. Setiap rupiah uang itu masuk ke dalam aliran darah kalian, ingatlah bahwa disana ada hak-hak kami yang membayar pajak, hak-hak kami yang dijanjikan untuk didengarkan sesuai amanah undang-undang.

Cukup sudah etika dipermainkan oleh penguasa. Saatnya wakil rakyat menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memang masih MEMILIKI etika. Sanggupkah kalian para wakil rakyat melakukannya? Kalau kalian bilang tidak, lebih baik pulang saja dan tanggalkan jabatan kalian SEKARANG juga.

 

Maturnuwun.

Agil Septiyan Habib Esais, dapat dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun