Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Quick Count, Kenegarawanan Anies Baswedan, dan Pendewasaan Kita

15 Februari 2024   14:57 Diperbarui: 15 Februari 2024   15:04 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hajatan elektoral pemilu 2024 sudah selesai. Paling tidak itulah yang terjadi bagi sebagian besar pemilih di republik ini. Entah hasilnya (versi hitung cepat / quick count) sudah tertebak atau mengagetkan bagi sebagian kalangan, namun kontestasi pemilu kali ini memang penuh dengan cerita.

Dari pemilu ke pemilu, kehadiran lembaga survei tidak bisa dipungkiri memiliki andil besar dalam menyemarakkan pesta demokrasi ini. Publik tidak lagi harus menunggu berhari-hari untuk melihat hasil akhir perhitungan suara. Tidak perlu menunggu versi KPU, tapi lembaga survei sudah memberikan kisi-kisinya.

Bagaimanapun, quick count memang tidak akan pernah bisa menjadi rujukan keputusan resmi pemenang pemilu. Ia hanya sebuah cuplikan sekilas yang didapat melalui metodologi statistik. Hasilnya mungkin mendekati kenyataan. Meski tidak menutup kemungkinan terjadi deviasi didalamnya.

Hanya saja, menurut saya pribadi keberadaan lembara survei ini justru menyebalkan. Keberadaannya cenderung mengarah sebagai corong propaganda ketimbang sebagai referensi publik pemilih. Bahkan sebelum hari H kontestasi berlangsung pun kita seolah sudah diberikan hasil akhirnya. Ada banyak psywar dilayangkan bermodal angka-angka survei.

Saya tidak bermaksud menolak adanya lembaga survei, namun alangkah baiknya jikalau survei tidak perlu lagi memenuhi ruang publik. Biarkan ia menjadi konsumsi para pengguna jasanya saja. Saya tidak perlu bantuan survei untuk memilih kandidat untuk mengambil keputusan elektoral.

Publikasi hasil survei tak lebih hanya bagian dari kontrak dari sang pemesan yang menginginkan masyarakat tergiring opininya. Saya berharap di masa yang akan datang publikasi survei elektoral menyangkut pemilu ini bisa hilang dari peredaran. Muak rasanya terus dijejali informasi survei sebagaimana yang beredar bertahun-tahun belakangan ini.

 

Sikap Negarawan

Cukup menarik apa yang disampaikan oleh Anies Baswedan pasca rilis quick count hasil pilpres baru-baru ini. Meskipun menjadi pihak yang tidak diuntungkan oleh publikasi survei, beliau tetap menghargai informasi tersebut. Dan tidak melontarkan narasi berlebihan dalam menyikapinya.

Ajakan untuk menanti hasil perhitungan resmi KPU adalah sebuah sikap bijak ketimbang glorifikasi kemenangan paslon sebelah yang sudah mendeklarasikan kemenangannya hanya berdasarkan pengumuman quick count. Bereuforia sah-sah saja. Namun langkah itu samasekali tidak mengesankan sikap negarawan.

Bukankah sudah jelas bahwa aturan pesta demokrasi ini sepenuhnya menjadi mandat KPU mulai dari penyelenggaraan sampai pengumuman pemenang? Tapi mengapa hasil quick count lembaga survei yang seakan-akan mampu memberikan legitimasi hasil kontestasi?

Mungkinkah si pemenang versi quick count sudah tidak sabar menunggu hari H pelantikannya? Atau itu memang merupakan potret betapa berambisinya beliau untuk berkuasa di republik ini setelah gagal berulang kali?

Semestinya si pemenang versi quick count lebih bisa menjaga diri terlebih dahulu. Bukan semata untuk menghormati pemilu itu sendiri, tapi juga bagian dari menjaga rasa malu. Tentu dengan catatan bahwa yang bersangkutan memang memiliki itu.

Mengapa malu? Jika kenyataannya nanti dalam perhitungan real count KPU hasilnya berbeda apakah itu tidak akan membuat malu?

Pendewasaan Politik Warga Negara

Harus diakui bahwa saya kecewa dengan hasil pemilu 2024 versi quick count. Terlebih ketika kandidat yang saya dukung mendapatkan raihan suara yang tidak seharusnya. Namun, saya akan tetap legowo menerima sampai dengan pengumuman hasil resmi pemilihan disampaikan oleh KPU bulan depan.

Saya merasa bahwa pada pemilu kali ini saya mendapatkan sense of democracy melalui kampanye cerdas Bapak Anies Baswedan. Sekaligus menyaksikan betapa culasnya kekuasaan coba diraih melalui berbagai cara.

Sukar memang untuk menang ditengah kepungan orang-orang yang saling bersatu-padu, terlepas kesatu-paduan itu adalah untuk kepentingan segelintir pihak saja.

Tapi, bagaimanapun juga inilah demokrasi. Suara terbanyak akan menang. Entah suara itu memang benar-benar utuh menginginkan demikian atau sebaliknya ada permainan yang menyalahgunakan suara tersebut.

Sebagai rakyat biasa yang tidak punya infrastruktur kekuasaan apapaun, saya bangga telah memilih sesuai apa yang saya yakini. Memilih dengan hati. Bagi saya, ini bukan sekadar persoalan menang kalah. Melainkan sebuah pilihan untuk menentukan benar atau salah.

Sampai saat ini saya masih yakin bahwa saya sudah membuat keputusan yang benar.

Mungkin hasil quick count ini akan semakin mendewasakan saya dan orang-orang yang sepemahaman bahwasanya hasil kontestasi tidak selalu indah. Dan kemenangan sejati adalah tentang bagaimana kita meyakini pilihan kita. Karena sebenarnya hidup itu sederhana. TENTUKAN PILIHAN DAN JANGAN PERNAH MENYESALINYA.

PERUBAHAN sudah dan sedang terjadi. Kami tidak merasa gagal atau kalah dalam membawa misi itu. Ke depan, gagasan ini akan semakin membesar.

Salam PERUBAHAN.

 

Maturnuwun.

Agil Septiyan Habib Esais, dapat dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun