Maraknya pemberitaan mengenai perilaku buruk anak muda masa kini, termasuk yang masih dibawah umur, memantik kekhawatiran para orang tua terhadap nasib anak-anaknya.
Kasus-kasus kriminalitas dan kenakalan remaja seakan menjadi cerminan akan bobroknya keadaan yang terjadi sekarang.
Selama ini, kekhawatiran terhadap proses tumbuh kembang anak mungkin lebih banyak dikaitkan dengan pertumbuhan secara fisik. Dimana prevalensi stunting Indonesia memang masih belum memenuhi standar WHO.
Sekadar informasi, prevalensi stunting anak Indonesia  per tahun 2022 menurut data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) masih pada kisaran 21,6%, sedangkan standar WHO adalah dibawah 20%[1].
Padahal, menilik situasi yang terjadi saat ini sebenarnya kita juga patut khawatir terhadap proses tumbuh kembang generasi muda berkaitan dengan perilaku, moralitas, dan kadar intelektualitas mereka.
Kita ambil contoh perilaku seksual generasi muda sekarang. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017, sekitar 2% remaja wanita dan 8% remaja pria usia 15-24 tahun mengaku telah melakukan hubungan seks sebelum menikah[2].
Penyalahgunaan narkoba di kalangan anak muda pun juga cukup mengkhawatirkan. Menurut Data Survei Nasional Penyalahgunaan Narkoba Tahun 2021 oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), jumlah pengguna narkoba di Indonesia 22,5% diantaranya adalah kelompok umur 15-24 tahun. Bahkan 9,2% diantaranya masih bersekolah[3].
Bahkan bukan hanya dimensi batiniah saja yang bermasalah, karena permasalahan serupa juga menyerang dimensi lahiriah. Yakni berkaitan dengan kadar intelektualitas.
Rilis data World Population Review menyatakan bahwa nilai rata-rata IQ (kecerdasan intelektual) penduduk Indonesia hanya sebesar 78,49. Atau menempati posisi 130 dari 199 negara yang diuji[4].
Di sisi lain, skor penilaian Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan 70% siswa berusia dibawah 15 tahun berada dibawah kompetensi minimum dalam memahami bacaan sederhana atau menerapkan konsep matematika dasar[5].