Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

3 Strategi Merancang "Product Market Fit"

13 Oktober 2022   06:39 Diperbarui: 14 Oktober 2022   02:55 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dalam sebuah bisnis, produk merupakan intisari dari semua aktivitas. Kegiatan-kegiatan mulai dari pengadaan material, pengelolaan produktivitas, sampai dengan penjualan kepada konsumen semuanya bermuara pada produk. Keberadaan produk memungkinkan semua hal itu untuk dilakukan.

Mengingat peran penting itulah maka suatu produk harus dikondisikan sedemikian rupa sehingga memiliki standar yang baik. Secara kualitas memenuhi syarat, dan secara atribut produk cukup mumpuni untuk menjawab ekspektasi calon pengguna dari produk tersebut.

Oleh karena itu, sebuah produk harus dirancang, diciptakan, dan dibangun secara hati-hati dengan memperhatikan aspek-aspek penting dari produk itu sendiri serta mempergunakan strategi yang tepat agar supaya terlahir produk yang benar-benar sesuai kebutuhan konsumen.

Berikut ini merupakan tiga jenis strategi perancangan produk yang biasanya dijadikan pedoman untuk menciptakan produk yang market fit tersebut.

1>> Voice of Customer (VOC)

Titik tolak penciptaan sebuah produk haruslah dimulai dari sesuatu yang menjadi sasaran atau calon pengguna produk tersebut. Dengan kata lain, konsumenlah yang menjadi rujukan pertama kali tatkala sebuah unit bisnis hendak meluncurkan produk tertentu.

Dalam istilah formalnya hal ini disebut dengan Voice of Customer atau suara konsumen. Apa yang mereka mau. Apa yang mereka inginkan. Apa yang mereka harapkan.

Seringkali konsumen itu tidak tahu produk seperti apa yang mereka mau sampai akhirnya produk tersebut mewujud sebagai hasil buah pikiran para penciptanya.

Kita ambil contoh iPhone sebelum pertama kali diciptakan oleh Steve Jobs dan diluncurkan oleh Apple. Sangat mungkin kita sebelumnya tidak tahu bahwa produk semacam itu sebenarnya dibutuhkan. 

Kita hanya tahu menginginkan sesuatu yang mampu membantu kita sebagai alat komunikasi, juga kita "butuh" memotret sesuatu, juga kita "butuh" mengakses internet.

Kebutuhan itu tidak benar-benar diketahui konsumen. Hal itu hanya ada didalam benak konsumen yang seringkali tidak bisa diucapkan. Sehingga melalui VOC inilah sinyal-sinyal keinginan tersebut harus ditangkap oleh si perancang produk.


2>> Etnografi

Pada dasarnya setiap orang memiliki selera tertentu dalam melihat suatu produk. Kita ambil contoh film kartun. Dari sekian banyak film kartun yang diputar di televisi atau yang beredar di internet belum tentu semuanya digemari oleh anak-anak ataupun penikmat film kartun lainnya.

Ada unsur bawaan yang menjadikan sebuah kartun lebih digemari dibandingkan kartun-kartun yang lain. Dan ini menyangkut selera pribadi masing-masing orang.

Biarpun mungkin selera tersebut berbeda satu dengan yang lain, akan tetapi ada sebuah kecenderungan umum yang bisa dipetakan, ditangkap, dan diterjemahkan kedalam perancangan sebuah produk sehingga mampu disukai oleh penggunanya.

Untuk menangkap kebutuhan, pola, dan selera dari calon pengguna produk inilah maka teknik etnografi dipergunakan. Tujuannya hampir sama dari VOC, namun etnografi menyasar aspek yang lebih mendalam dari keinginan konsumen.


3>> Ergonomis

Produk yang hendak diciptakan harus memenuhi syarat ENASE. Apa itu? Efektif, Nyaman, Aman, Sehat, dan Efisien. Karena sejatinya sebuah produk itu diciptakan demi untuk mempermudah aktivitas penggunanya, bukan mempersulit.

Tujuan keberadaan gelas minum adalah untuk memudahkan kita dalam meminum sesuatu. Tapi ketika gelas tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga untuk menggunakannya butuh waktu sampai berjam-jam lamanya, memiliki bobot berkilo-kilogram, maka produk tersebut gagal untuk memenuhi prinsip ENASE.

Demikian juga dengan sofa tempat duduk yang diharapkan mampu memberi kenyamanan bagi orang-orang yang mempergunakannya untuk mengistirahatkan badan, merilekskan anggota tubuh, dan sebagainya.

Ketika sofa tersebut justru membuat kita bekerja ekstra untuk duduk disana maka nilai kenyamanan itu hilang dan sebaliknya malah mempersulit kita. Membuat kita akhirnya memilih untuk tidak menduduki sofa tersebut ketimbang bersusah payah saat memakainya.

Sebuah produk hendaknya mampu menangkap kebutuhan calon penggunanya seperti apa. Memiliki keselarasan fungsi produk dengan kebutuhan pengguna. Sehingga produk tersebut benar-benar akan memberi manfaat saat digunakan.

Bagaimanapun juga, istilah lain dari produk adalah "solusi". Produk harus mampu manjadi solusi dan menjawab permasalahan yang ada dalam kehidupan kita sehari-hari. Inilah yang lantas kemudian dikenal sebagai product market fit.

Salam hangat,

Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun