Sejak mendapatkan status legal peredarannya di Indonesia pada medio Juli 2018 lalu, industri vape dalam negeri terus bertumbuh dan memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap penerimaan negara melalui cukai.
Vaporizer atau vape ini dikategorikan sebagai industri yang masuk dalam Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) sehingga dikenai tarif cukai sebesar 57%.
Jumlah pengguna vape terus tumbuh dari tahun ketahun. Di tahun 2019 lalu saja terdapat sekitar 70 juta pengguna tembakau aktif yang beralih menggunakan vape. Hal ini turut berkontribusi terhadap penerimaan cukai negara dari produk HPTL yang mana pada tahun 2018 "hanya" menghasilkan pemasukan senilai Rp 98.87 miliar dan naik menjadi Rp 427.16 miliar pada tahun 2019.
Pertumbuhan tersebut terus berlanjut hingga tahun 2022 ini dengan proyeksi penerimaan cukai mencapai Rp 648.84 miliar. Meskipun begitu, pada masa -masa puncak pandemi tahun 2020 dan 2021 yang lalu tidak sedikit dari pelaku industri vape yang merana.
Pemberlakuan pembatasan sosial menjadikan beberapa gerai vape kehilangan pembeli. Disamping itu, imbas ekonomi yang ditimbulkan pandemi juga menjadi sebab bagi para pengguna vape untuk mengurangi atau membatasi jumlah konsumsinya.
Sehingga banyak sekali pengusaha vape yang berbahagia tatkala masa-masa kritis pandemi tersebut sudah berhasil dilewati.
Momentum Bangkit
Situasi yang terjadi saat ini tentunya sudah jauh lebih baik dibandingkan 1 atau 2 tahun yang lalu. Pembatasan sosial lambat laun semakin dilonggarkan. Roda ekonomi mulai kembali berputar di berbagai sektor. Kehidupan sudah semakin mendekati normal kembali.
Akan tetapi, "luka" akibat pandemi tidak bisa serta merta pulih dalam waktu singkat. Hal itu membutuhkan katalis yang mampu menciptakan momentum kebangkitan atau batu loncatan menuju semangat baru agar menjadi lebih baik dari waktu-waktu sebelumnya.