"Awas kalau tidak mengikuti perintah saya. Kontrak kerja kamu tidak akan diperpanjang!"
Kalimat itu terasa begitu menyakitkan untuk didengar oleh seorang karyawan yang menggantungkan hidupnya di salah satu perusahaan.Â
Sang pekerja merasa bahwa ia berada di bawah kendali orang lain tanpa mempunyai kekuatan untuk menolak ataupun menyangkal.
Tapi, mau tidak mau hal itu harus ia terima dengan lapang dada seiring keterbatasannya untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Meskipun harus mengalami pergulatan batin yang berat, semua tetap harus dijalani.
Saat ini, memberlakukan status pekerja kontrak merupakan sesuatu yang jamak terjadi di beberapa perusahaan.Â
Jika ada peraturan yang menyatakan setelah beberapa periode waktu tertentu pekerja berstatus kontrak harus diangkat menjadi karyawan tetap atau diputus kontraknya, pada praktiknya status kontrak yang terus diperbarui masih saja terjadi.
Dan sebagai pekerja, sebagian dari mereka "terpaksa" harus menerima karena kadung merasa "nyaman" atau bisa jadi juga karena minimnya opsi pilihan. Ketika situasi berjalan normal, barangkali status tersebut sejenak terlupakan.
Namun, tatkala ada suatu permasalahan tertentu bisa jadi status tersebut berlaku layaknya borok yang tersiram air garam. Perih.Â
Apalagi ketika si bos dengan senaknya mengancam tidak memperpanjang status kontrak anak buahnya oleh karena sesuatu hal.
Bisa jadi keluarnya ultimatum itu memang karena adanya kesalahan yang dilakukan oleh si anak buah. Hanya saja, terlalu "loyal" mengumbar status kontrak dari pekerja sepertinya bukanlah tindakan yang bijak untuk dilakukan.Â