Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

3 Jenis Kecerdasan yang Perlu Diteladani dari Baginda Nabi Muhammad SAW

13 April 2022   10:01 Diperbarui: 13 April 2022   10:08 5207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: nu.or.id

Setiap Nabi dan Rasul yang diutus Allah SWT senantiasa memiliki sifat-sifat mulia yang patut diteladani oleh umatnya. Demikian halnya dengan Baginda Nabi Muhammad SAW yang juga memiliki sifat-sifat mulia didalam diri beliau.

Sifat-sifat seperti sidiq (jujur), amanah (bisa dipercaya), tabligh (menyampaikan), dan fathonah (cerdas) merupakan sifat utama yang menjadikan sosok Rasullullah Muhammad SAW begitu powerful dalam mengajarkan nilai-nilai Islam kepada umatnya. Yang bahkan hal itu menjadikan Islam berkembang dari pedalaman jazirah Arab hingga menyebar ke seluruh pelosok dunia.

Bagi kita yang hidup di era jauh setelah beliau memulai peradaban Islam, terlebih di era yang kompetitif seperti sekarang ini tentunya perlu meneladi kecakapan sang baginda nabi dalam mengelola segenap aspek kehidupan.

Tanpa bermaksud mengabaikan ketiga sifat mulia yang lain, sifat fathonah mungkin perlu menjadi perhatian tersendiri bagi kita sebagai umat beliau yang hidup dimasa kini. Tentu, akan lebih baik lagi apabila keempat sifat mulia tersebut kita adopsi dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Hanya saja dalam uraian ini saya ingin menfokuskan dulu pembahasannya terkait urgensi dari sifat fathonah. 

Kecerdasan Nabi Muhammad SAW

Rasullullah Muhammad SAW tidak bisa dipungkiri merupakan sosok yang cerdas. Kecerdasan beliau sudah diakui oleh dunia sebagaimana ditulis oleh Michael Heart dalam buku 100 Tokoh Paling Berpengaruh Dalam Sejarah Dunia yang menempatkan Nabi Muhammad sebagai tokoh paling berpengaruh nomor 1.

Pengakuan tersebut secara tidak langsung juga menegaskan betapa cerdasnya baginda nabi sebagai seorang utusan Allah SWT, sebagai pemimpin, dan tentunya panutan bagi umatnya di sepanjang zaman.

Kecerdasan beliau bukan sesuatu yang baru dimiliki pasca menerima wahyu dari Allah SWT dan berstatus "resmi" menjadi nabi dan rasul. Akan tetapi, jauh sebelum masa itupun Baginda Nabi Muhammad SAW juga sudah memiliki hal itu.

Salah satu momen tentang kecerdasan beliau terlihat ketika masa dilakukannya renovasi terhadap bangunan Ka'bah. Dimana saat itu beberapa kabilah saling klaim bahwa kelompok merekalah yang paling layak meletakkan hajar aswad kedalam bangunan Ka'bah. Tak ayal, konfrontasi pun terjadi seiring dengan hal itu.

Untungnya, Nabi Muhammad SAW yang sedari awal sudah dikagumi oleh segenap kabilah yang ada waktu itu dan mendapatkan gelar Al-Amin tampil dengan solusi yang brilian.

Beliau memberikan jubahnya untuk meletakkan batu hajar aswad dan setiap kabilah memegang setiap sisi jubah tersebut untuk mengangkatnya menuju Ka'bah. Seluruh kabilah sepakat dan tidak yang merasa keberatan dengan solusi yang ditawarkan oleh Rasullullah. Sehingga konfrontasi yang lebih besar pun bisa dicegah.

Kecerdasan Nubuwah

Jika ditilik lebih jauh mengenai kecerdasan dari Baginda Nabi bisa dibilang bahwa beliau memiliki kecerdasan yang sempurna. Mengutip istilah yang disampaikan oleh Gus Baha, Nabi Muhammad SAW memiliki kecerdasan nubuwah atau kecerdasan kenabian.

Logika yang mengikuti kecerdasan tersebut tidak semata melihat kondisi pada waktu itu saja, melainkan jauh meneropong kedepan. Kecerdasan beliau sangatlah visioner sehingga terkadang tidak mampu dipahami oleh sebagian orang. Bahkan oleh sahabat dekat beliau sekalipun.

Salah satu momennya yaitu tatkala dilakukan perjanjian damai dengan kaum kafir Mekah dengan syarat dimana orang-orang yang masuk Islam setelah perjanjian tersebut dilakukan tidak diizinkan keluar dari kota Mekah. Sebaliknya, penganut Islam yang keluar dari Islam diberikan kebebasan untuk kembali ke Mekah. Serta ada beberapa poin perjanjian lain yang sebagian besar merugikan Nabi dan umat Islam kala itu.

Nabi hanya meminta sesuatu yang tampak sederhana, yaitu setiap diskusi yang membahas tentang Islam agar diizinkan.

Namun, Baginda Nabi tetap menyetujui perjanjian damai tersebut meskipun "terkesan" merugikan Islam. Sampai-sampai Umar bin Khatab mengeluarkan kata-kata yang terkenal, "Apakah engkau masih Rasullullah?". Hal itu diutarakan oleh Umar karena merasa apa yang dilakukan Nabi Muhammad SAW samasekali tidak memihak Islam.

Ternyata, kecerdasan nubwah dari Nabi Muhammad SAW sudah jauh melewati pemahaman Umar serta sebagian besar sahabat yang lain. Karena pasca perjanjian tersebut justru Islam berkembang pesat di kota Mekah.

Kecerdasan nubuwah memang sesuatu yang spesial dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW. Sehingga orang biasa mungkin akan merasa janggal apabila keyakinannya tidak 100% terhadap Baginda Nabi.

Tiga Kecerdasan

Kecerdasan nubuwah hanya akan menjadi "ranah" para nabi dan rosul yang mendapatkan bimbingan langsung dari Allah SWT. Meskipun begitu, sebenarnya kita juga tetap memiliki rujukan untuk meneladani kecerdasan beliau yang lainnya.

Di era modern ini kita juga mengenal beberapa jenis kecerdasan yang terbukti memiliki pengaruh besar dalam menunjang perkembangan peradaban manusia. Dimulai dari kecerdasan intelektual yang dulu sangat dielu-elukan sebagai ukuran kehebatan seseorang sebelum kemudian kecerdasan emosi mengambil alih.

Seseorang yang cakap dalam hal emosi bahkan akan mampu mengalahkan orang-orang yang cerdas secara intelektual. Sehingga ada begitu banyak kajian yang mgnulas perihal urgensi dari kecerdasan tersebut.

Kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional dalam beberapa waktu dianggap sebagai kombinasi yang hebat tatkala dimiliki oleh seseorang. Hal itu bahkan melahirkan para pemimpin-pemimpin besar pada masanya, yang sayangnya justru menjadi penyebab banyak sekali kekacauan.

Siapa yang tidak pernah mendengar nama Hitler, Musollini, Stalin, Gengis Khan, dan sejenisnya? Mereka tentu bukan orang bodoh. Dan mereka juga berhasil menuliskan tinta "emas" bagi bangsanya sendiri. Namun dibalik itu semua ternyata mereka juga menjadi dalang dari hilangnya banyak nyawa di berbagai penjuru dunia. Lantas, mengapa bisa seperti itu?

Hal itu disebabkan oleh kurang atau tidak adanya kecerdasan spiritual didalam diri mereka. Kecerdasan spiritual ini dimaknai sebagai kecerdasan untuk memahami arti eksistensi hidup manusia. Yang mana hal itu memiliki korelasi erat dalam Islam melalui "pernyataan" Allah SWT bahwa, "Tidak diciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk bersujud menyembah kepada-Ku.".

Ari Ginanjar Agustian dalam buku ESQ 165 menjelaskan bahwa ketiga kecerdasan ini yaitu, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual harus dipadukan satu sama lain sehingga mampu melahirkan pribadi yang rahmatal lil'alamin.

Hal ini secara tidak langsung memberikan pengertian bahwa Baginda Nabi Muhammad SAW merupakan figur sempurna yang memiliki tiga kecerdasan tersebut sehingga mampu mendidik generasi yang mampu mengabadikan Islam sampai detik ini.

Teladan Cerdas

Tidak akan dianggap sebagai umat Nabi Muhammad SAW apabila tidak meneladani sunnahnya. Menurut saya hal itupun juga mencakup keteladanan kita terhadap kecerdasan beliau.

Meskipun tidak harus menjadi secerdas Baginda Nabi, tapi setidaknya kita memiliki kecenderungan untuk menjadi pribadi yang cerdas dalam berfikir, berucap, dan bertindak.

Apa yang dilakukan oleh orang cerdas dan tidak tentunya akan berbeda. Hal itu akan tampak dari apa yang kita ucapkan dan dan lakukan. Baik itu dalam tindakan nyata di lingkungan sekitar ataupun didalam "ruang maya" yang beberapa waktu belakangan begitu marak dibicarakan.

Sebaik-baik orang adalah yang mampu menghindarkan orang lain dari lisan dan tindakannya. Hal itulah yang diajarkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW, yang secara tidak langsung meminta kita untuk berlaku cerdas.

Orang pintar itu mampu belajar dari pengalamannya. Sedangkan orang cerdas itu mampu belajar dari pengalaman orang lain. Umat yang cerdas adalah yang mau belajar dan meneladani apa yang dilakukan oleh panutannya. Seorang panutan yang merepresentasikan kecerdasan dalam banyak hal. Sosok teladan cerdas didalam diri Rasullullah Muhammad SAW.

Salam hangat,

Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun