Apabila aspek availability sudah mampu dikondisikan dengan baik maka fokus kita lainnya dalam upaya memperbaiki kinerja operasional bisnis yaitu memaksimalkan waktu produktif yang tersedia secara efektif dan efisien.
Katakanlah operasional bisnis kita dari delapan jam operasi memiliki enam jam waktu yang terbilang produktif, maka dari keenam jam tersebut harus diberdayakan semaksimal mungkin agar tidak ada waktu yang terbuang lagi.
Tentunya waktu yang terbuang di sini memiliki konteks yang sedikit berbeda dengan hilangnya waktu terkait availability. Jika availability "memaksa" sebuah operasional bisnis tidak bisa berbuat apapun, maka performance cenderung merupakan pilihan. Apakah kita bisa memberdayakan waktu yang sudah ada atau tidak.
Performace merupakan parameter untuk memeriksa sebaik apa sumber daya yang kita miliki mencapai batas maksimalnya. Apakah ia bisa memaksimalkan segenap potensinya atau hanya sebagian saja yang mampu dicapai.
Sebuah peralatan yang seharusnya mampu beroperasi penuh dalam rentang waktu produktif yang ada, namun hanya bisa berjalan separuh dari durasi waktu yang ada maka itu artinya ada kendala dari sisi performa yang menyebabkan pencapaian kinerja kurang dari standar.
Sebuah mesin jahit yang harusnya mampu memproduksi 10 lembar sapu tangan setiap jamnya ternyata hanya menghasilan 5 biji produk saja maka itu artinya ada permasalahan performa yang terjadi. Yang dalam pengukuran dikenal dengan istilah performance rate.
Aspek ini terkadang masih diabaikan atau setidaknya dianggap remeh karena tidak secara langsung terlihat selama perjalanan proses. Yang umumnya baru diketahui pada akhir durasi waktu atau pasca durasi aktivitas diselesaikan. Sehingga pemantauan rutin perlu dilakukan untuk memeriksa pergerakan performansinya dari waktu ke waktu.
Di beberapa unit bisnis ada yang menerapkan kebijakan pemantauan hasil produksi per jam untuk melihat sejauh mana kinerja dari lini operasional, apakah mengalami perkembangan atau justru sebaliknya.
Dengan begitu maka langkah-langkah penyikapan akan bisa segera ditentukan tatkala mendapati adanya indikasi pemasalahan yang menjadi penghambat aktivitas operasional.
Memperhatikan tingkat performansi adalah sebuah cara untuk menaikkan kinerja bisnis. Performance rate adalah tentang sejauh mana kita mencapai batas kemampuan yang kita miliki. Baik itu terkait dengan kemampuan peralatan, manusia, ataupun beberapa hal lain yang menjadi penyokong dalam berjalannya aktivitas penunjang dari suatu bisnis.
Ketika sumber daya bisnis kita memiliki kapasitas senilai 10, maka sejauh mana realisasi pencapaiannya akan menentukan tingkat pencapaian yang kita raih. Kegagalan dalam mengoptimalkan potensi sumber daya adalah suatu masalah karena itu akan berpotensi mengacaukan aspek yang lain dalam kinerja organisasi secara keseluruhan.Â
Satu poin krusial terkait performance rate ini adalah salah sangkanya kita bahwa keberadaan sumber daya saat ini dianggap tidak mampu menutupi tuntutan bisnis untuk mencapai targetnya.Â
Seperti target penjualan, target output, dan sejenisnya. Sehingga tidak jarang dari pelaku bisnis yang kemudian mengambil keputusan menambah kapasitas seperti tenaga kerja, peralatan, dan sebagainya meskipun seharusnya hal itu masih belum diperlukan.
Akibatnya terjadi kesia-siaan yang pada akhirnya menjadi sebab goyahnya sebuah usaha. Indikator performa menjadi garis pembatas apakah sebuah bisnis sudah saatnya mendapatkan bantuan sumber daya tambahan atau tidak.Â
Keputusan terkait hal ini harus tepat agar tidak memicu kerumitan yang lain atau membikin pusing si empunya bisnis tersebut di kemudian hari.
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H