Ada suatu pemahaman didalam dunia bisnis khususnya yang sudah sejak lama diyakini sebagai pedoman sekaligus pijakan dalam mengelola organisasi. Bahwa sebuah bisnis yang berjalannya haruslah mengalami perbaikan terus-menerus (continuous improvement).
Dalam hal ini, pencapaian-pencapaian yang sudah berhasil diraih pada periode sebelumnya akan diupayakan untuk mengalami peningkatan, perbaikan, dan juga pertumbuhan. Profit yang meningkat, waktu yang lebih efisien, produktivitas yang lebih tinggi, dan lain sebagainya.
Pada umumnya, upaya improvement ini ditujukan pada aktivitas atau kegiatan yang sudah terlebih dulu ada. Menyempurnakannya dari berbagai sisi sehingga benefit yang terkandung didalamnya bisa dimaksimalkan.
Selain itu, continuous improvement sendiri merupakan sebuah filosofi yang telah lama ditularkan oleh perusahaan Jepang ketika berada pada periode puncak kejayaannya. Kaizen dan Toyota Way merupakan sebagian dari yang mewakili popularitas tersebut.
Akan tetapi, selepas memasuki era digitalisasi sepertinya ada sebuah pemahaman baru yang mampu menyaingi atau bahkan mengalahkan pemahaman "sakral" mengenai continuous improvement tersebut. Pemahaman ini telah diadopsi oleh perusahaan-perusahaan raksasa teknologi seperti Amazon, Apple, Facebook, Google, dan lain-lain.
Pemahaman ini tidak sebatas tentang bagaimana sebuah organisasi bisnis untuk melakukan perbaikan terus-menerus, lebih dari itu sebuah bisnis yang ingin eksis dan mendominasi persaingan harus melakukan penemuan terus-menerus (contiunous invention). Senantiasa melahirkan penemuan baru dari waktu ke waktu.
Relevansi Continuous Improvement vs Continuous Invention
Didalam buku Always Day One karya Alex Kantrowitz dijabarkan perihal pengaruh keberadaan pola pikir organisasi berbasis Day One ini. Yang mana hal itu sudah menjadikan Amazon.com yang awalnya hanya toko buku online biasa menjadi perusahaan raksasa dengan beragam jenis layanan. Amazon.com, Amazon Web Service, Blue Origin, dan masih banyak lagi yang lain.
Pola pikir day one memang dipopulerkan oleh Jeff Bezos selaku founder Amazon yang menginginkan segenap tim di perusahaannya untuk senantiasa berprinsip untuk mengkreasi hal-hal baru dari waktu ke waktu. Menciptakan sesuatu yang kreatif untuk melakukan disrupsi demi disrupsi. Bahkan meskipun hal itu harus "mengorbankan" sesuatu berharga yang dimiliki.
Kelahiran iPhone tidak bisa dilepaskan dari pola pikir day one yang membuat keberadaan iPod menjadi tidak relevan lagi. Dan sebagaimana kita tahu pada akhirnya iPhone telah berhasil merevolusi industri menjadi seperti sekarang ini.
Pola pikir day one adalah tentang fokus untuk terus-menerus menciptakan hal-hal baru yang dinilai mampu untuk memberikan pembaruan, penyegaran, sekaligus perbaikan dalam satu paket. Dengan kata lain, melalui continuous invention sebuah organisasi sebenarnya juga akan mengimplementasikan continuous invention.
Cara pandang semacam inilah yang sangat diperlukan ada di suatu organisasi bisnis agar bisa mengikuti pergerakan zaman yang terjadi begitu cepat belakangan ini. Karena bagaimanapun juga saat ini kita sudah tidak bisa lagi beranggapan dan berpandangan sama seperti beberapa tahun yang lalu. Ada hal-hal baru yang dulu tidak ada sehingga perlu ada angle yang berbeda pula untuk memahami hal ini.
Terlebih untuk masa depan yang tentunya masih akan menghadirkan kejutan-kejutan lain. Mau tidak mau kita harus menyesuaikan pola pikir dan cara bersikap dalam menghadapi realitas yang tengah dan akan hadir tersebut.
Salam hangat,
Ash
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H