Saat butir-butir kalimat tidak cukup mampu merubah kecenderungan sikap pilih kasih dari seorang atasan maka menjaga jarak adalah bentuk protes tidak langsung yang dapat dilakukan.
Seseorang yang biasanya tampak akrab lantas tiba-tiba merenggang menjauh tentu akan mengindikasikan bahwa ada sesuatu yang tidak biasa disana. Sesama rekan kerja yang biasanya setiap hari terlihat duduk dan ngobrol bersama lantas berubah menjadi kurang akur akan menandakan keberadaan sesuatu yang mengusik.
Sebagai atasan yang peduli dengan interaksi anggota timnya seharusnya ia menyadari bahwa ada sesuatu yang salah disana. Setidaknya darisanalah seorang atasan akan bertanya dan menggali informasi perihal situasi tersebut. Inilah kesempatan bagi anak buah untuk mengutarakan maksudnya bahwa ada kekurangan dibalik sikap sang atasan yang cenderung pilih kasih tersebut.
Minta Nasihat Atasan Divisi Lain
Memiliki atasan yang kurang peka kepada anak buah memang terkadang menyebalkan. Tidak adanya tempat untuk bercerita dan berkeluh kesah seperti menjalani pekerjaan ditempat tak bertuan. Hambar. Merasa menjadi sapi perah yang dimanfaatkan tenaga dan pikiran tapi kurang memiliki kesempatan untuk bersuara.
Tapi sebenarnya kita masih memiliki tempat untuk berbicara. Organisasi bisnis tidak berdiri sendiri. Tidak juga hanya ditopang oleh satu jenis divisi. Ada atasan dari divisi atau bagian lain yang biasanya menjadi partner kerja kita untuk dimintai saran, masukan, serta nasihat. Barangkali juga mereka bisa menjadi penyambung lidah untuk menyampaikan keluh kesah kita kepada sang atasan.
Cukup Diam dan Jawab "OK"
Bentuk protes atau perasaan tidak nyaman yang memuncak biasanya tidak lagi terucap oleh kata-kata. Ia hanya akan termanifestasi dalam rupa tindakan berdaiam diri tanpa ucapan penuh argumentasi atau tindakan unjuk diri. Sebatas sikap diam yang menjadi wujud kekecewaan, kekesalan, atau barangkali keputusasaan untuk merubah situasi yang dirasa kurang bersahabat.
Sebagian orang mungkin dengan serta merta menyatakan mundur dari pekerjaan dan lari dari persoalan penuh ketidakadilan semacam itu. Hanya saja tidak setiap orang mampu melakukannya dengan beragam alasannya masing-masing.
Berdiam dan sekadar berkata "Ok", "Iya", "Baik" mungkin di satu sisi merepresentasikan kepatuhan dan ketundukan. Padahal di sisi lain hal itu merupakan puncak dari suatu kekecewaan. Terlebih ketika yang melakukannya adalah mereka yang biasanya suka mengutarakan argumentasi dan berdebat.
Kerja, Kerja, Kerja