Apa itu menjadi dewasa? Kapan seseorang layak atau tidak disebut dewasa? Apakah seiring bertambahnya usia seseorang secara otomatis akan memasuki masa kedewasaan?
Jawaban untuk beberapa pertanyaan tersebut mungkin bisa dibilang relatif. Namun jika yang dimaksud dengan kedewasaan adalah menyangkut kematanan emosi maka bisa jadi usia hanyalah indikasi kesekian yang mampu dijadikan patokan untuk menebak sejauh mana seseorang menggapai kedewasaannya.
Sebuah riset menunjukkan bahwa usia dewasa seseorang umumnya terjadi saat ia memasuki usia ke-25 tahun.
Kecenderungan untuk menunda pernikahan serta keinginan memiliki anak dijadikan sebagai indikasi rujukan oleh riset tersebut untuk mengategorikan apakah seseorang masih terikat dengan masa remajanya atau sudah memasuki periode kedewasaan. Meskipun definisi tersebut sebenarnya harus diperluas lagi.
Bagaimanapun juga kedewasaan tidaklah sebatas pada adanya dorongan untuk menikah atau memiliki momongan saja. Kematangan emosi merupakan satu hal penting yang tidak boleh diabaikan untuk menilai apakah seseorang sudah beranjak dewasa atau belum.
Bahkan kita sepertinya cukup sering menjumpai seseorang berusia lebih muda dari 25 tahun tapi memiliki kondisi emosi yang "melampaui usianya". Sebaliknya tidak sedikit juga orang-orang berusia lebih dari 25 tahun tapi masih menunjukkan sikap kekanak-kanakan.
"Menjadi dewasa adalah pilihan. Dan pilihan itu sangatlah ditentukan oleh keinginan kita untuk belajar atau mengabaikan setiap kesempatan yang datang silih berganti."
Usia 25 tahun merupakan milestone kehidupan yang sepertinya memang perlu mendapatkan atensi lebih daripada usia-usia yang lain.
Jika melihat pola apresiasi terhadap periode waktu masa eksistensi sebuah organisasi maka usia 25 tahun seringkali disebut sebagai usia perak (silver age), 50 tahun sebagai golden age, 75 tahun sebagai diamond age, dan seterusnya.
Begitupun dengan usia 25 tahun seorang manusia seharusnya juga menghadirkan nilai lebih yang sekaligus menjadi titik awal dari periode kehidupan yang baru.
