Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Simalakama Pemain Bola yang Merumput di Klub Inisiator ESL

22 April 2021   14:25 Diperbarui: 22 April 2021   14:33 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: tribunnews.com / twitter

Ramai-ramai European Super League (ESL) seperti menggelitik rasa penasaran saya untuk turut menanggapi apa gerangan sebenarnya yang tengah terjadi dalam hingar-bingar persebakbolaan eropa akhir-akhir ini. tapi saya tidak ingin membahas terlalu perihal apa itu ESL, apa tujuannya, apa motifnya, bagaimana mekanismenya, dan sejenisnya. Namun disini saya ingin mengulas perihal nasib para pemain yang kini tengah bermain di klub-klub inisiator ESL tersebut yang kebetulan merupakan tim-tim besar di benua biru.

Apalagi federasi sepakbola eropa (UEFA) serta federasi sepakbola dunia (FIFA) sudah mengultimatum para pemain yang ikut membela kesebelasannya bermain di ESL akan menerima konsekuensi dilarang membela negaranya msaing-masing dalam kompetisi akbar dunia seperti piala eropa (UERO) dan juga piala dunia (World Cup). Bagi pemain yang memimpikan bisa tampil di kompetisi akbar tersebut tentunya ancaman itu sangat tidak menyenangkan. Meski disisi lain karier mereka sebagai pesepakbola juga tengah dipertaruhkan.

Klub-klub ESL umumnya merupakan klub-klub populer di eropa dan menjadi langganan pemain bintang dunia bernaung. Mengambil keputusan pindah ke klub diluar inisiator ESL akan sangat berisiko bagi keberlangsungan karier mereka mengingat besaran gaji yang mereka miliki. Terlebih mereka yang tengah berada pada masa keemasan puncak karier. Meski mungkin ada beberapa klub besar yang tidak menyetujui ESL tapi jumlahnya belum tentu mampu menampung keseluruhan pemain bintang yang ada. Bagi klub sendiri tentunya hal itu juga akan sangat membebani finansialnya.

"Sepakbola adalah sebuah olahraga yang memiliki nilai lebih dari sekadar bisnis. Disana ada kebanggaan, impian, dan juga semangat untuk menjadikan setiap pertandingan sebagai sesuatu hal yang bernilai tinggi."

Lionel Messi merupakan salah seorang yang galau dengan kondisi ini karena FC Barcelona belum benar-benar menunjukkan sikap untuk meninggalkan status sebagai peserta ESL. Jikalau sanksi FIFA sampai dijatuhkan maka ambisi Messi untuk membela Argentina dan memberikan kontribusi trofi akan kandas. Bagi seorang seperti Messi hal itu tentu menyesakkan. Namun apa yang dialami oleh Messi dan mungkin sebagian besar pemain yang bernaung di klub inisiator ESL tidak bisa dipungkiri memang memantik suatu dilema. Para pemain seperti dihadapkan dengan buah simalakama ketika setiap pilihan seperti kurang bersahabat untuk dijalani.

Bukankah masih banyak klub di benua lain yang rela membayar mahal mereka untuk berkompetisi di liga-liga "medioker" seperti China, Qatar, atau mungkin Amerika Serikat? Memang. Tapi prestisenya tentu akan berbeda jauh dibandingkan ketika mereka bisa bermain untuk Real Madrid, Juventus, Barcelona, Manchester United , dan beberapa tim besar eropa lain. Sebagian pemain mungkin bisa bersuara lantang menyampaikan penentangan dan ketidaksetujuan sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa pelatih top seperti Guardiola, Klop, atau Mourinho. Gerard Pique sudah mulai menyatakan sikap yang tidak sepaham dengan pelaksanaan ESL. Mungkin masih ada pemain-pemain yang lain dengan sikap serupa hanya saja belum menampakkan pernyataannya ke hadapan publik.

Para pemain sepabola terikat kontrak profesional dengan klub-klub yang menaunginya. Sehingga disatu sisi mereka mesti taat pada kebijakan klub, tapi disisi yang lain mereka berisiko menerima sanksi dari federasi sepakbola oleh sebab kebijakan klubnya tersebut. Bagi para pemain yang tidak terlalu mempermasalahkan sanksi federasi mungkin tidak akan ambil pusing dengan apapun status ESL kedepannya. Mau ikut atau tidak yang penting mereka tetap mendapatkan bayaran dari gaji. Namun sepakbola bukanlah semata tentang klub, federasi, atau perputaran bisnis saja. Suporter juga merupakan bagian penting dari itu semua. Sikap mereka juga perlu dipertimbangkan. Seperti halnya para pemain yang tidak semestinya harus menjadi "korban" atas kebijakan yang tidak bisa mereka tentukan.

Ketamakan, keserakahan, kepedulian, atau apapun definisi yang disematkan dibalik ide pelaksanaan ESL sayogyanya dilandasi oleh semangat kompetisi berolah raga. Apalagi beberapa tahun belakangan ruh sepakbola sepertinya sudah semakin terkikis oleh naluri bisnis para taipan yang begitu rakus menambah pundi-pundi uangnya sehingga menjadikan sepakbola terasa kurang bisa begitu dinikmati sebagaimana lazimnya olahraga ini. Pandemi bukanlah alasan untuk mengorbankan esensi dan nilai inti sepakbola yang berujung pada hilangnya harapan para pemain dalam menjalani karier profesionalnya. Lambat laun keindahan sepakbola akan terjerembat seiring semakin rakusnya para pemilik klub untuk mengeruk keuntungan dari olahraga paling populer di dunia ini.

Salam hangat,

Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun