Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kontrak Marah, Saat Emosi Perlu Atensi Hitam di Atas Putih

24 Februari 2021   11:19 Diperbarui: 24 Februari 2021   11:36 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi atasan yang sedang marah | Sumber gambar : www.viva.co.id / U-Report

Sebuah oganisasi khususnya yang berorientasi profit pasti memiliki cukup banyak dinamika didalamnya. Terutama yang menyangkut hubungan interaksi antar orang-orang yang saling terkait satu sama lain. 

Baik itu antar rekan kerja pada satu level jabatan maupun dengan atasan atau bawahan pekerjaan. Konflik antar masing-masing pihak sangat mungkin terjadi mengingat permasalahan merupakan salah satu hal yang jamak terjadi didalam lingkungan pergaulan semacam ini. Tensi emosi yang turun naik pun sudah dianggap sebagai sesuatu yang lumrah terjadi. 

Demikian juga dengan sanksi atau hukuman juga merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari sebagai bagian dari interaksi kerja segenap pihak yang terlibat.

"Emosi akan selalu menjadi bagian penting dalam interaksi seseorang yang terlibat di suatu pekerjaan. Sehingga hal ini perlu diakomodasi dengan lebih baik sehingga memberikan kejelasan status tentang mengapa seseorang harus menerima amarah dari orang lain atau tidak." 

Hampir sebagian besar diantara kita memaklumi jikalau terjadi suatu kondisi dimana seorang atasan marah-marah kepada anak buahnya yang melakukan pekerjaan dibawah standar. 

Bagaimanapun juga kita akan menganggap hal itu sebagai bagian dari teguran atau upaya mendisiplinkan seseorang agar bekerja sesuai standar yang ditetapkan organisasi. 

Terlebih ketika pelanggaran standar tersebut sampai memicu kerugian dari sisi finansial ataupun aspek lain, maka bisa-bisa Surat Peringatan (SP) akan dilayangkan. Bahkan apabila tindakan pelanggaran dinilai sudah sangat fatal maka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pun juga bisa diberlakukan.

Praktik pemberian teguran (lisan) kepada pihak-pihak "bersalah" yang dilakukan para atasan atau bos pada umumnya berbeda-beda antar masing-masing orang. Ada yang dalam prosesi menegur itu menggunakan cara yang halus, tapi ada juga yang keras. 

Ada yang bernada evaluatif konstruktif, tapi ada juga yang evaluatif destruktif. Ada yang menasihati dengan lemah lembut, tapi ada juga yang memaki-maki dengan kasar. Inti dari teguran itu sebenarnya sama, meluapkan amarah. Hanya saja penjabarannya bisa sangat bergantung pada kepribadian dari "sang pengadil".

Terkait hal ini bisa dibilang memiliki pemimpin, atasan, atau bos yang pemaaf tentu merupakan sebuah keberuntungan. Lain halnya apabila sang bos memiliki temperamen keras dan mudah tersulut emosinya. 

Padahal tidak setiap orang legowo dirinya menjadi sasaran dari luapan amarah orang lain. Terlepas seseorang tersebut berada dalam posisi bersalah ataupun tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun