Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker & Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jika Tujuannya untuk Menjadi Gubernur DKI Jakarta, Mengapa Risma Harus Jadi Menteri Dulu?

11 Januari 2021   08:30 Diperbarui: 11 Januari 2021   09:16 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tri Rismaharini saat diumumkan sebagai Mensos yang baru | Sumber gambar : www.jpnn.com / Antara

Tapi rasanya kasihan sekali melihat nasib Kementerian Sosial (Kemensos) yang sekali lagi harus ditinggal pemimpinnya lagi di tengah jalan. Dulu Khofifah Indar Parawansa mundur dari pos tersebut karena bersaing untuk kontestasi pilgub Jatim. Lalu ada sosok Idrus Marham yang ditengah jalan kembali harus meninggalkan jabatannya karena tersangkut kasus korupsi. Terakhir kemarin sebelum Risma ditunjuk sebagai Mensos ada sosok Juliari Batubara yang juga tersangkut kasus korupsi bansos sehingga menjadikan pos pemimpin Kemensos kembali lowong. 

Apabila Risma yang saat ini menjabat Mensos tahun depan akan turut serta dalam kontestasi pilgub DKI Jakarta maka bisa jadi Kemensos akan kembali kehilangan tuannya. Meskipun bisa jadi seandainya Risma kalah dalam persaingan ia masih akan tetap menduduki posisi lamanya sebagai menteri tersebut. 

Tapi untuk apa Risma yang dipilih sebagai mensos apabila tujuannya hanya sebagai batu loncatan menjadi DKI 1? Dengan menjadi Mensos kontribusi Bu Risma akan bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Berbeda halnya jika beliau "hanya" menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta.

Posisi Gubernur Lebih Penting daripada Menteri?

Alasan serupa pernah disampaikan Pak Jokowi bahwa tujuan beliau berkenan maju presiden ditengah masa jabatan sebagai gubernur DKI Jakarta waktu itu adalah demi bisa membangun DKI Jakarta secara lebih maksimal. Selain kontribusi beliau juga turut dirasakan oleh bangsa Indonesia secara keseluruhan. Maka rasanya agak aneh apabila Risma yang punya rekam jejak pekerjaan luar biasa sebagai walikota Surabaya itu justru kemudian dipersiapkan untuk suatu kawasan tertentu saja. 

Saya pribadi lebih nyaman apabila Bu Risma tetap pada posisinya sekarang sebagai Mensos dan terus seperti itu. Biar DKI Jakarta diurus oleh orang lain. Bu Risma dibutuhkan rakyat Indonesia secara keseluruhan, bukan oleh warga DKI Jakarta saja. Masih banyak daerah di segenap penjuru negeri ini yang butuh dikerek kondisi sosialnya sehingga merasakan hidup yang lebih layak. Risma yang konon katanya memiliki kepedulian besar terhadap wong cilik diharapkan benar-benar mampu menunjukkan kepeduliannya tersebut untuk segenap warga negara bangsa ini.

Tapi bagaimanapun juga Bu Risma "hanya" seorang petugas partai, mirip dengan status yang (pernah) dimiliki oleh pak presiden. Setidaknya seperti itulah narasi yang pernah ibu petinggi partai berlogo banteng katakan. Sebesar apapun tekad Risma mengusung Kemensos untuk memperbaiki kondisi sosial rakyat Indonesia, hal itu tidak akan berguna jikalau nantinya sang petugas partai tersebut diinstruksikan untuk mengurus DKI Jakarta saja. Jika hal ini yang terjadi maka sepertinya tudingan atas drama tunawisma, kolong jembatan, dan blusukan tidak lain merupakan bagian dari upaya tersebut. 

Apakah sebenarnya posisi Gubernur DKI Jakarta sebenarnya lebih strategis dibandingkan posisi menteri? Melihat kondisi geografis DKI Jakarta dan kewenangan gubernur yang lebih general rasa-rasanya posisi tersebut memang lebih strategis dibandingkan posisi menteri yang lebih terspesialisasi. Padahal kewenangan menteri sendiri bisa "sedikit" lebih besar daripada seorang gubernur dalam tataran khusus sesuai bidang tugas yang diembannya. 

Melihat hal ini maka Risma yang digang-gadang menjadi gubernur DKI Jakarta bisa dimaklumi. Namun pada akhirnya semua kembali pada pribadi masing-masing dengan visi yang dimilikinya. Bisa jadi mereka merasa bisa memberikan manfaat lebih besar dengan menjadi menteri atau sebaliknya saat menjadi gubernur. Akan terlihat lebih aneh apabila kemudian sebuah jabatan di pemerintahan sekadar menjadi batu pijakan untuk posisi lebih tinggi sementara janji dan visi misi yang diemban belum dibuktikan dan direalisasikan secara nyata. Jika sudah seperti itu maka siapa yang paling merana?

Salam hangat,

Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun