Kongres Amerika Serikat (AS) sudah memutuskan secara resmi bahwa Joe Biden adalah presiden AS selanjutnya. Hasil pemilihan umum AS yang berlangsung Desember 2020 lalu memang sudah menunjukkan bahwa Joe Biden-lah pemenang pemilu dengan menyisihkan pesaingnya sekaligus presiden petahana Donald Trump. Persaingan keduanya termasuk cukup sengit dengan selisih perolehan suara yang tidak jauh-jauh amat. Selain itu pilpres AS beberapa waktu lalu itu juga termasuk bertensi tinggi dengan segala tudingan serta tuduhan yang beredar. Berbagai drama pun turut terjadi disana termasuk upaya pemakzulan terhadap Presiden Trump setelah dinilai melanggar batas atas tudingan intimidasinya terhadap negara lain guna turut menyukseskan proses pemilihan dirinya sebagai presiden. Tapi upaya pemakzulan tersebut gagal dan Trump masih bisa berdiri untuk kembali maju dalam persaingan pilpres dengan Joe Biden.
Kabarnya Trump memang cukup berhasil untuk membuat "Make America Great Again". Tapi pandemi COVID-19 seakan membuka banyak borok dan belang pada diri Trump sehingga popularitasnya terus merot hingga akhirnya takluk oleh sang pesaing, Joe Biden. Terkait dengan COVID-19 Trump memang tergolong arogan bahkan sombong sehingga banyaknya jumlah korban terinfeksi hingga meninggal dunia ditengarai merupakan efek dari sikap arogannya itu. Di sisi lain hal itu justru menguntungkan Biden untuk meraup simpati publik dalam pilpres yang berjalan akhir tahun 2020 itu.
Sayangnya, segenap daya upaya Trump pada akhirnya tidak membuahkan hasil hingga ia harus kalah oleh rivalnya. Tapi Trump adalah Trump. Ia pantang menyerah dan mulai menebarkan narasi ketidakpercayaan atas proses pemilihan hingga tudingan bahwa dirinya dicurangi. Tapi semua argumentasi Trump pada akhirnya tidak ada yang berhasil menggoyahkan posisi Biden sebagai pemenang pilpres.
Bagaimanapun juga Trump memang keras kepala. Sampai-sampai akibat kekeraskepalaannya itu AS yang mendeklarasikan dirinya sebagai negara paling demokratis justru dipermalukan akibat serbuan ke Capitol Hill oleh masa pendukung Trump beberapa waktu lalu. Sidang pengesahan Joe Biden sebagai pemenang pilpres pun sempat tertunda karenanya. Meski pada akhirnya Trump legowo terhadap kemenangan Biden tapi hal itu sudah terlanjur menciptakan kesan yang kurang kondusif menjelang masa akhir jabatannya. Status jabatan presiden yang dimiliki Trump sedianya bertahan sampai 20 Januari 2021 mendatang, tapi seiring kekacauan yang terjadi kemarin dimana ditengarai hal itu akibat "hasutan" Trump maka publik AS pun was-was melihat apa gerangan yang akan terjadi selama hari-hari terakhir Presiden Trump menjabat. Berikut ini merupakan beberapa kemungkinan yang bisa saja terjadi :
Pengaktifan Amandemen ke-25
Serbuan ke gedung Capitol beberapa waktu lalu telah memicu ketidakpercayaan publik atas kepemimpinan Donald Trump di penghujung masa jabatannya. Bahkan beberapa presiden terdahulu AS seperti Barack Obama, Bill Clinnton, hingga George W Bush pun mengecam tindakan provokatif Trump yang diduga menjadi sebab musebab terjadinya serangan masa. Efek dari hal itu para politisi di negeri paman sam tidak sedikit yang memperbincangkan perikal Amandemen ke-25.
Berdasarkan konstitusi AS Amandemen ke-25 memungkinkan posisi jabatan presiden bisa diganti sebelum waktunya dengan alasan meninggal dunia, mengundurkan diri, atau dirasa cacat dalam menjalankan tugas. Dalam kasus ini Trump dinilai banyak kalangan telah gagal mengusung prinsip demokrasi di AS sehingga layak disebut sebagai presiden yang gagal.
Seruan pengaktifan Amandemen ke-25 bisa saja terjadi pada hari-hari terkahir Trump menjabat mengingat beberapa waktu terakhir ini dikabarkan beberapa lobi dan diskusi mulai dilakukan oleh beberapa elit politik negeri tersebut. Wakil Presiden Mike Pence diharapkan oleh sebagian pihak untuk segera mengaktifkan amandemen tersebut dan menolak "alibi" apapun yang disampaikan oleh Trump. Sehingga dengan demikian jabatan Trump bisa diambil alih oleh Mike Pence selaku wakil presiden dan posisi wakil presiden akan dicarikan gantinya oleh kongres. Apabila Trump sampai berhasil dimakzulkan melalui Amandemen ke-25 ini masa sungguh miris nasib Trump harus berakhir dengan cara seperti itu.
Menyakiti China untuk Kali Terakhir
Sudah menjadi bahan pembicaraan publik dunia kalau perang dagng yang terjadi antara AS dengan China salah satu biang keroknya adalah Donald Trump. Kebijakan Trump yang beberapa kali menyudutkan China membuat negeri dengan pertumbuhan ekonomi terbesar di dunia itu meradang. Mereka melakukan aksi balsan hingga berujung saling balas dari keduanya. Negara-negara lain yang tidak tahu apa-apa pun akhirnya turut terkena getahnya. Termasuk Indonesia.
Perang dagang itu sedikit "terganggu" intensitasnya pasca pandemi COVID-19 merebak. Tapi bukannya hal itu membuat hubungan kedua negara membaik tapi justru sebaliknya. Saling tuding sebagai negara asal virus pun mengemuka menjadi bumbu baru ketegangan dari kedua negara. Yang terakhir kemarin adalah kebijakan Trump untuk memasukkan beberapa perusahaan asal China kedalam daftar hitam. Tak ayal hal itupun membuat berang pemerintah China. Meskipun terlihat sudah tidak akan lagi memimpin AS tapi kenyataannya Trump masih punya waktu untuk menyakiti China lagi.