Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wujudkan Momen Bahagia dengan Berjuang, Bersyukur, dan Berbagi

29 Desember 2020   13:31 Diperbarui: 29 Desember 2020   13:33 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 2007 seharusnya menjadi salah satu momen paling membahagiakan dalam hidup saya. Lulus SMA serta berhasil masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) favorit melalui jalur seleksi ujian masuk PTN. 

Nama saya terpampang sebagai salah satu peserta yang berhasil menyisihkan ribuan kandidat lain untuk menjadi mahasiswa di salah satu PTN ternama. Namun apadaya euforia itu hanya menjadi sebuah kesenangan semu belaka tatkala kemudian saya harus menghadapi kenyataan gagal merealisasikan mimpi yang sudah didepan mata. 

Ketika teman-teman seangkatan di sekolah satu persatu melanjutkan pendidikan  ke jenjang perkuliahan sesuai bidang minat masing-masing, saya sendiri hanya terdiam menghadapi kenyataan tidak bisa melanjutkan pendidikan karena keterbatasan biaya.

Seakan-akan dunia runtuh waktu itu. Saya bukan lagi siapa-siapa. Padahal semasa sekolah beberapa kali prestasi tertinggi sekolah pernah saya raih. Mengikuti kompetisi olimpiade antar sekolah, menjadi juara kelas, dan lain sebagainya. Angan-angan untuk menuju jenjang pendidikan selanjutnya seperti tergambar dengan indahnya. 

Sepertinya jalan menuju masa depan sudah terlihat dengan jelas. Tinggal melangkah saja. Tapi tanpa dinyana-nyana semuanya sungguh berbeda antara angan dengan kenyataan. Realitas ternyata tidak seindah harapan diatas kertas. Sepertinya lembaran masa depan dengan gelar pendidikan sarjana harus saya kubur dalam-dalam.

"Bahagia dan putus asa itu hanya terpisah oleh sesuatu yang bernama harapan. Tetap menjaga harapan untuk menggapai bahagia atau sebaliknya kehilangan harapan dan berputus asa karenanya."

Meski samar-samar, orang tua saya waktu itu menanamkan keyakinan agar jangan pernah berputus asa. Coba lagi tahun depan, semoga keadaan sudah semakin membaik. Meskipun harus melalui hari-hari tanpa kejelasan antara berstatus bukan anak sekolahan lagi serta harapan untuk bisa menjadi anak kuliahan suatu hari nanti, saya terus mencoba untuk percaya bahwa impian itu pasti akan terwujud. Entah bagaimanapun caranya. Saat itu saya hanya mengetahui satu hal, terus berusaha.

Bahagia Butuh Perjuangan

Ditengah-tengah situasi tidak jelas itu saya memutuskan untuk tetap tinggal di dekat lingkungan sekolah SMA saya dulu. Dengan tujuan agar antusiasme belajar bisa tetap bergelora hingga tiba saatnya kesempatan kedua. Bersua dengan beberapa teman yang sudah beralih status menjadi mahasiswa mungkin bisa membuat adrenalin terpacu dan dipenuhi kekuatan untuk terus berjuang. Bahkan saya memberanikan diri untuk mengajar les tambahan bagi adik-adik kelas di SMA. Tujuannya ada dua, pertama untuk mendapatkan biaya makan sehari-hari dan yang kedua untuk tetap menjaga ingatan materi pelajaran agar berhasil lulus ujian masuk PTN periode selanjutnya. Sesekali ejekan dari sekumpulan anak-anak iseng meluncur ke telinga  saya yang menyebut sebagai "murid gagal". Namun hal itu tidak pernah sekalipun membuat surut langkah saya. Saya hanya meyakini bahwa duka yang terjadi waktu itu suatu saat nanti pasti akan berubah menjadi sukacita yang luar biasa.

Saya bersyukur sekali bisa mengenal dan menjaga hubungan baik dengan para guru pengajar semasa sekolah. Masukan dan dukungan semangat dari beliau-beliau ini ternyata cukup ampuh untuk membuat saya bertahan melewati masa-masa yang kurang menyenangkan itu. Guru wali kelas saya bahkan merupakan sosok yang memberi saya jalan untuk menjadi guru les bagi adik-adik kelas saya. Sementara guru pembina kegiatan ekstrakulikuler yang saya ikuti selama sekolah merupakan sosok yang menjembatani diri saya untuk terhubung dengan salah seorang alumni yang kemudian mengantarkan saya menuju status anak kuliahan yang sudah saya nanti-nantikan itu. Berkat kontribusi beliau-beliaulah kemudian saya yang lulus ujian masuk PTN untuk kedua kalinya akhirnya berhasil menemukan jalan menuju bangku kuliah.

Bukan waktu yang sebentar ketika saya harus melalui periode satu tahun pasca lulus sekolah dengan status antah berantah. Juga bukan cerita penuh suka cita dan keceriaan yang menghiasi didalamnya. Kadang ada gelisah, resah, bahkan putus asa. Akan tetapi ketika kemudian titik terang itu tiba, saya menyadari satu hal bahwa serangkaian suka duka yang terjadi merupakan bagian dari keindahan sebuah proses. Seperti sebuah kata-kata bijak yang menuturkan bahwa semua akan indah pada waktunya. Sebuah kebahagiaan itu tercipta oleh sebuah perjuangan yang didalamnya diliputi oleh beragam dinamika. Terkadang suka menyapa, tidak jarang duka pun tiba. Bagaimanapun juga bahagia itu butuh perjuangan untuk mewujudkannya.

Bersyukur Memetik Hikmah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun