Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wujudkan Momen Bahagia dengan Berjuang, Bersyukur, dan Berbagi

29 Desember 2020   13:31 Diperbarui: 29 Desember 2020   13:33 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi momen bahagia | Sumber gambar : www.countryliving.com

Ketika kenyataan gagal kuliah itu mengemuka sepertinya realitas yang terjadi kala itu begitu tidak adil. Namun kemudian justru saya menyadari bahwa kegagalan yang saat itu terjadi justru merupakan berkah. Sang Maha Kuasa telah menyelipkan hikmah yang sangat luar biasa atas kegagalan yang terjadi waktu itu. Seandainya waktu itu kesempatan saya untuk kuliah tidak tertunda maka bisa jadi saya tidak akan pernah sampai pada titik saat ini.

Saat pertama kali lulus ujian masuk PTN, saya diterima untuk masuk fakultas teknologi kelautan. Tapi satu tahun kemudian saya "pindah haluan" untuk kuliah di fakultas teknologi industri. Kalau boleh dibilang sebenarnya kesempatan pertama diterima kuliah di fakultas kelautan masih diliputi oleh beberapa keraguan atas jurusan kuliah yang ditempuh. Saya belum benar-benar yakin dengan pilihan yang diambil saat itu. Dan sepertinya Sang Khaliq mengerti betul situasi ini. Bahwa Ia memahami dan mengetahui yang terbaik untuk diri kita bahkan melebihi diri kita sendiri itu memang benar adanya. Meskipun caranya terkadang dirasa kurang menyenangkan tapi di kemudian hari kita pasti akan menyadari betapa beruntungnya diri kita. Kita hanya perlu bersyukur atas perjalanan hidup yang kita lalui. Kalaupun ada sisi kurang menyenangkan, selayaknyalah kita tetap berbaik sangka kepada-Nya. Mengumbar rasa syukur diawal untuk berbahagia sesegera mungkin.

Berbagi Bahagia Mulai dari Hal Kecil

Ada begitu banyak kesan yang tercipta tatkala saya harus menjalani sebuah periode dimana sepertinya realitas hidup terlihat begitu menyesakkan untuk dijalani. Ketika saya sudah bisa berdamai dengan keadaan dan memutuskan untuk terus berjuang sepertinya banyak hal luar biasa terjadi. Saat teman-teman semasa sekolah tahu bahwa saya tidak berhasil melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan pada kesempatan pertama mereka terlihat bahu membahu untuk memberikan dukungan yang berarti. Saya masih ingat saat hendak melakukan registrasi awal sebagai calon mahasiswa baru, ada sejumlah biaya yang mesti dituntaskan. Bayang-bayang kegagalan satu tahun yang lalu seperti terngiang kembali karena waktu itu jumlah yang diperlukan untuk melunasi biaya masuk kuliah belumlah mencukupi. Entah sebuah kebetulan atau tidak tiba-tiba seorang teman sekolah SMA menghubungi dan mengabarkan kalau ia dan beberapa teman yang lain berniat membantu sejumlah biaya agar saya bisa menuntaskan proses pendaftaran.

Disinilah saya menyadari betapa berharganya budaya untuk berbagi dan memberi itu. Bukan perkara nominalnya, namun dukungan yang diberikan merupakan sesuatu yang penting dalam rangka mewujudkan kebahagiaan orang lain. Kita mungkin menganggap kecil pemberian yang diperuntukkan kepada orang lain. Akan tetapi mereka yang menerima pemberian itu bisa jadi menganggapnya sebagai pemberian yang besar.   

Kita memang butuh berjuang untuk menggapai suatu kebahagiaan. Kita pun perlu bersyukur agar bisa menikmati kebahagiaan dari sesuatu yang mungkin sebelumnya dianggap sebagai sumber nestapa. Namun tidak jarang kebahagiaan juga butuh peran serta orang lain yang berkenan untuk membagikan sebagian dari sesuatu berharga dari dirinya. Tidak harus sesuatu yang besar, bahkan aksi sederhana pun bisa memberikan dampak yang luar biasa.

Kebahagiaan yang Bertaut

Berhasil kuliah ditengah segala keterbatasan bagi sebagian orang mungkin tidak terlihat luar biasa. Namun bagi saya pribadi hal ini amat sangat bermakna. Saya merasa bahwa orang tua dan keluarga begitu menaruh harapan besar dari pendidikan yang saya jalani. Kelak setelah lulus kuliah saya diharapkan bisa membantu meringankan kondisi ekonomi keluarga yang memang sedang berada dibawah. Sehingga rona bahagia terlihat begitu membuncah tatkala toga wisuda itu saya kenakan pada hari kelulusan. Semasa kuliah saya merasa belum benar-benar pernah memberikan sesuatu yang luar biasa untuk mereka. Sebuah momen sederhana hari kelulusan dimana kami bisa bersama-sama dalam satu keluarga besar berfoto menikmati kebanggaan masa-masa wisuda mungkin merupakan saat-saat yang paling saya kenang. Nilai kelulusan saya tidaklah luar biasa apalagi sempurna. Namun kebersamaan dan sesungging senyuman bangga dari orang tua ternyata memberikan kelegaan yang luar biasa.

Lima tahun sebelum momen wisuda itu tiba pernah saya anggap sebagai salah satu peristiwa paling memukul hati. Namun kemudian saya bersyukur dengan semua yang pernah terjadi. Ternyata suratan Sang Pencipta telah memberikan warna yang indah dalam rekam jejak perjalanan yang selama ini saya lalui. Lebih dari itu saya sangat berbahagia karena bisa berbagi momen yang luar biasa itu. Mungkin sebuah pemberian kecil yang tidak terlihat luar biasa. Namun justru itulah masa puncak dimana saya mempersembahkan sesuatu yang berharga untuk abah (ayah) saya. Karena sekitar enam bulan setelahnya beliau dipanggil Sang Pencipta untuk selama-lamanya.

Tiga dekade usia hidup saya bisa dibilang masih belum memberi sesuatu yang berarti bagi orang-orang yang dulu pernah berjasa dalam kehidupan saya. Kesempatan untuk bersua satu per satu dengan mereka pun tidaklah mudah. Meskipun begitu saya menyadari bahwa kenikmatan berbagi tidak semata-mata harus dilakukan kepada orang yang sama. Rantai kebahagiaan bisa ditautkan kepada orang lain yang bukan tidak mungkin suatu saat nanti hal itu akan tertaut juga kepada mereka yang telah membagikan sebagian dari kebahagiaannya untuk kita. Tatkala kita menyantuni orang lain dan berbagi kebahagiaan dengan mereka, mungkin hal itu akan menjadi titik awal dari serangkaian kebahagiaan yang lain.

Salam hangat,

Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun