Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Saat Perencanaan Meleset, Ujian Bagi Emosi dan Keterampilan Teknis Seorang "Planner"

24 September 2020   08:21 Diperbarui: 24 September 2020   08:30 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar | Sumber : chameleonresumes.com

"Menjadi planner bukanlah tentang kesempurnaan sebuah rencana, melainkan tentang bagaimana kita bersiap menghadapi segala situasi dan kondisi hingga yang paling tidak terduga sekalipun."

Berbuat salah pada dasarnya merupakan sesuatu yang lumrah dilakukan oleh setiap orang. Sebagai manusia tentu selalu ada sisi lemah yang memungkinkan celah dimana kesalahan itu akan dilakukan. Tentunya sebuah kesalahan yang tidak disengaja kejadiannya. 

Murni karena kelalaian dalam memperhatikan detail kecil yang ternyata berimplikasi besar terhadap suatu peristiwa. Bagi seorang planner detail kecil bisa sangat vital mempengaruhi sebuah perencaan yang dibuat. Ibarat deviasi sudut yang kecil sekalipun ketika ditarik garis panjang menjauh maka akan tampak semakin lebar rentang perbedaannya. Ada potensi terjadinya efek domino yang mengacaukan perencanaan pada waktu-waktu dibelakangnya.

Saat seorang planner salah membuat perencanaan oleh sebab apapun maka itu berarti ada kemungkinan risiko yang harus ditanggung. Mundurnya target penyelesaian adalah satu hal yang paling terdampak atas hal itu. Dan implikasinya akan meluas ke beberapa hal lain. Kondisi semacam ini juga menjadi ujian tersendiri bagi seorang planner khususnya terkait dengan bagaimana ia mengontrol emosi. Ketidaklancaran sebuah proses produksi tentu tidak akan membuat pihak-pihak berkepentingan tinggal diam. 

Tim marketing bisa mencak-mencak karena barang pesanannya mundur pemenuhannya, orang-orang di lini produksi merasa "dipermainkan", dan pihak majamemen tentu beranggapan bahwa hal itu akan mempengaruhi target pencapaian omset perusahaan. Semua hal itu kemungkinan besar akan mengarah pada sikap menyudutkan atas salah "strategi" yang dibuat planner. 

Bisa dibayangkan tingkat pressure yang terjadi dan tentunya hal ini menjadi semacam ujian emosi yang harus bisa dilewati dengan tenang. Mengapa harus tenang? Karena risiko untuk melakukan blunder-blunder yang lain akan semakin besar seiring emosi yang menguasai. Dengan berfikiran slow down maka kreativitas akan terpacu untuk menemukan solusi atas segala permasalahan yang ada.

Disatu sisi emosi memang mendapatkan ujiannya. Disisi lain aspek kemampuan teknis juga menjadi sorotan. Tindakan evaluasi perlu dilakukan apakah ini karena ada beberapa skill penunjang yang belum dikuasai atau ada beberapa konsep ataupun wawasan yang belum mumpuni sehingga masalah tersebut terjadi. 

Apabila mampu bertahan ditengah kondisi seperti itu maka seorang planner seharusnya mampu membuat langkah perbaikan atas rencana produksi mendatang dengan mempertimbangkan satu lagi faktor tambahan yang pernah membuatnya terjebak dalam masalah. Seorang planner tidak tidak bisa begitu saja berlepas diri atas masalah yang ditimbulkannya. 

Ada semacam keharusan untuk turut andil memperbaiki masalah tersebut. Dan satu-satunya jalan untuk itu adalah melalui komunikasi. Ketika masalah sudah terlanjur terjadi maka tidak ada cara lagi selain meminta maaf. Selanjutnya berlaku produktif untuk menemukan solusi jangka pendek sehingga bisa menuntaskannya.

Kesalahan membuat perencanaan bagaimanapun bisa saja terjadi pada siapapun planner-nya. Untuk itulah ada keperluan membuat allowance atau kelonggaran atau spare sebagai langkah antisipasi jikalau memang kondisi terburuk terjadi. Allowance ini diharapkan menjadi "kesempatan kedua" seorang planner untuk memperbaiki keadaan. Perlu diingat bahwa seorang planner memiliki tugas merencanakan. 

Dengan kata lain seorang planner harus memiliki antisipasi rencana utama, rencana cadangan, rencana cadangannya cadangan, dan seterusnya. Hal ini supaya jalannya produksi tetap bisa berlangsung meskipun terkendala beberapa situasi dan kondisi apapun. Yang menjadi masalah terbesar tentunya adalah ketika seorang planner tidak membuat rencana alternatif ataupun menyiapkan allowance barang sedikitpun atas rencananya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun