Status Pertamina yang merugi pada semester I 2020 ini memantik banyak perbincangan pemerhati publik. Termasuk para warganet yang melihat bahwa ada sesuatu yang aneh dengan apa yang dialami oleh Pertamina ini.Â
Dengan harga BBM yang tak kunjung turun padahal harga minyak dunia pernah mencapai rekor terendah dalam sejarah, bagaimana mungkin hal itu bisa membuat Pertamina tetap merugi? Dampak dari hal ini sang Komisaris Utama (Komut) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjadi sasaran sindiran.Â
Apalagi sang mantan gubernur DKI Jakarta itu pernah membuat pernyataan bahwa dirinya digaji untuk menyelamatkan uang Pertamina. Tapi pada periode masa jabatannya Pertamina justru menderita kerugian terparah dalam beberapa tahun terkahir.
Pihak menajemen sendiri sebelumnya sudah memaparkan bahwa masalah yang mereka alami itu disebabkan oleh tiga hal besar yang cukup membikin syok.Â
Penurunan demand sebagai efek pandemi COVID-19, depresiasi rupiah, dan fluktuasi crude price dinilai cukup berdampak terhadap kinerja keuangan Pertamina. Paling tidak itulah alasan"resmi" yang diungkapkan sebagai latar belakang penyebab mengapa Pertamina bisa rugi begitu besar. Namun kalau kita menelaah sisi lain dari penyebab meruginya Pertamina maka beberapa pihak berikut bisa jadi turut berkontribusi.
Ahok tidak Becus jadi Komut
Sudah menjadi tugas Ahok berikut jajaran manajemen Pertamina untuk mengelola kinerja perusahaan sehingga tetap menghasilkan keuntungan apapun kondisinya. Pandemi menghantam berbagai lini dan tidak sedikit korporasi mengalami situasi serupa. Situasi eksternal sebagai imbas pandemi memang menjadi tantangan yang sulit untuk ditaklukkan. Namun apakah itu lantas membuat para orang-orang cerdas tadi menyerah begitu saja pada keadaan? Mereka digaji besar untuk mengatasi setiap masalah yang ada. Ketika kerugian begitu besar sampai terjadi itu artinya telah terjadi "kegagalan" fungsi. Menjadi sebuah pertanyaan apakah Pertamina layak dipegang oleh mereka?
Â
Pemerintah Nunggak Hutang ke Pertamina
Selama ini Pertamina menjual produknya ke masyarakat bukanlah dengan harga yang sebenarnya. Ada kontribusi pemerintah yang memberi subsidi terhadap harga jual BBM sehingga nilainya menjadi seperti sekarang. Namun selama beberapa waktu terakhir ternyata pihak pemerintah masih memiliki tunggakan kepada Pertamina yang mana jumlahnya tidak main-main yaitu mencapai 51 miliar rupiah. Sedikit banyak hal itu tentu berimbas pada operasional pertamina sehingga mengalami kerugian seperti sekarang.
Disatu sisi pemerintah memang memiliki andil untuk membuat harga BBM lebih terjangkau oleh publik. Namun disisi lain tidakkah memungkinkan bagi pertamina untuk meningkatkan efisiensinya sehingga turut mengurangi beban subsidi pemerintah untuk memperoleh harga BBM yang lebih terjangkau?
Rakyat tidak Mau Harga BBM Naik
Satu lagi yang mungkin bisa ditunjuk "hidungnya" sebagai biang kerok kerugian pertamina adalah rakyat Indonesia itu sendiri. Rakyat mendapatkan BBM dengan harga sekarang setelah adanya subsidi pemerintah. Seandainya subsidi tersebut dikurangi atau dicabut maka kemungkinan rakyat akan menjerit protes. Sudah berulang kali hal itu terjadi. Menaikkan harga BBM termasuk sebagai salah satu kebijakan paling "tabu" untuk dilakukan. Akibatnya beban subsidi bertambah. Pemerintah pun menunggak pembayaran kepada Pertamina akibat hal ini. Akhirnya Pertamina juga terkena dampaknya.
Ada suatu keterkaitan kuat antara Pertamina, pemerintah, dan rakyat Indonesia secara keseluruhan. Ketika Pertamina merugi hal itu tidak selalu karena kondisi eksternal saja, aspek internal pun turun berpengaruh. Namun untuk memulai perbaikannya pastinya harus dari sisi internal terlebih dahulu.Â
Jajaran manajemen harus berbenah dari sisi strategi pengelolaan korporasi hingga perbaikan produktivitas operasional perusahaan. Tidak hanya itu, sepertinya pemerintah mesti turut campur menangani persoalan korporasi "andalan" bangsa ini. Apalagi Pertamina bertanggung jawab terhadap sumber daya yang menguasai hajat hidup orang banyak.Â
Bagaimanapun juga sebesar apapun kepentingan korporasi aspek kesejahteraan rakyat juga mesti diperhatikan. Dan dalam hal ini tentunya para petinggi bangsa pasti lebih memahami apa yang seharusnya mereka lakukan.
Salam hangat,
Agil S Habib
Refferensi :