Isu reshuffle yang kembali mengemuka serta penugasan tumpang tindih yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Menteri Pertahanan (Menhan) untuk turut mengurus ketahanan pangan yang sayogyanya menjadi tugas Kementerian Pertanian (Kementan) beberapa waktu terakhir kembali menyedot atensi publik.Â
Dengan semakin peliknya persoalan yang dihadapi bangsa ini maka kebijakan "emergency" memang perlu dilakukan oleh presiden. Namun bukan berarti hal itu mengizinkan terjadinya carut marut dan tumpang tindih peran para petugasnya.Â
Penunjukan sosok Prabowo untuk membidani pertanian mungkin dilandasi beberapa pertimbangan. Biarpun dalam prosesnya Prabowo dibantu oleh Kementan hal itu tetap tidak menghapus kesan "aneh" yang terlanjur tercipta. Pertanyaan yang muncul, mengapa bukan Kementan yang mengkoordinir beberapa kementerian lain?
Mungkin ada baiknya Presiden Jokowi mempertimbangkan opsi penggabungan peran kedua kementerian tersebut. Sehingga kesan saling lompat peran bisa dihindari.Â
Penggabungan pos dua kementerian tersebut memang terlihat tidak wajar, akan tetapi jika tujuannya adalah untuk ketahanan pangan dimana petinggi bidang pertahanan yang menjadi penanggung jawab utamanya tentu hal itu menjadi sah-sah saja.
Mengapa isu reshuffle kembali mengemuka padahal beberapa waktu sebelumnya sudah diredam oleh pihak istana? Guliran pemberitaan yang menyebutkan adanya rencana reshuffle mau tidak mau memantik kembali bola panas tersebut.Â
Sebenarnya bukan itu saja, tingginya harapan publik akan adanya sebuah perubahan besar turut berperan membesarkan gagasan tentang reshuffle untuk benar-benar dilakukan.
Masyarakat rindu perubahan ditengah-tengah keterpurukan yang masih saja terjadi akibat tata kelola pemerintahan yang begitu-begitu saja serta kondisi pandemi yang seolah membuat bangsa ini tidak berdaya sama sekali.Â
Reshuffle adalah sebuah manifestasi kata-kata bijak Albert Einstein bahwa mengharapkan hasil yang berbeda melalui cara yang sama adalah suatu kegilaan.Â
Komposisi kabinetnya masih yang itu-itu saja, idenya masih begitu-begitu saja, dan orang-orangnya juga masih sama seperti sebelumnya maka hasilnya pun sepertinya tidak akan berbeda jauh. Paling tidak perlu adanya sebuah perubahan pada aspek man dan method.
Kegelisahan yang muncul ke hadapan publik melalui aksi protes serta lahirnya gerakan aksi kerakyatan seperti Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) dan lain sebagainya merupakan wujud kurangnya kepercayaan publik kepada pemerintahnya.