Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Wafatnya JPU "Gak Sengaja" Novel Baswedan, Keadilan dari Tuhan?

18 Agustus 2020   09:03 Diperbarui: 18 Agustus 2020   11:54 1774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel Baswedan dan Fedrik Adhar | Sumber gambar : fajar.co.id

Beberapa waktu lalu saat kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan memasuki fase tuntutan persidangan, pihak jaksa penuntut justru mengajukan tuntutan pidana ringan kepada dua tersangka penyiraman karena menilai bahwa tindakan mereka dilakukan tanpa disengaja. 

Tak ayal hal ini memicu kontroversi dihadapan publik secara luas. Ada tudingan bahwa proses hukum terhadap kasus tersebut dipenuhi dengan sandiwara serta tidak merepresentasikan keadilan hukum yang sesungguhnya. 

Apalagi tatkala putusan hakim ternyata sama dengan tuntutan yang dilayangkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Robertino Fredrik Adhar Syaripuddin dengan mempertimbangkan anggapan "tidak sengaja" sehingga membuat vonis hukuman tergolong ringan untuk sebuah kasus yang cukup menghebohkan publik selama beberapa tahun terakhir. 

Keadilan hukum dinilai sudah tercabik-cabik dan kehilangan martabatnya. Tidak sedikit yang menilai bahwa inilah salah satu momen titik nadir kualitas hukum di Indonesia.

Selang beberapa waktu setelah kasus Novel Baswedan menemui akhir yang antiklimaks, diberitakan baru-baru ini sang JPU Fredrik Adhar meninggal dunia akibat menderita komplikasi penyakit gula. Tapi kabar lain menyebutkan bahwa Fredrik meninggal karena terpapar COVID-19. 

Kabar ini sepertinya cukup mengejutkan beberapa pihak terutama yang mengikuti alur perjalanan kasus Novel Baswedan hingga memuncak tatkala sebuah tuntututan "nyeleneh" JPU yang menyebut pelaku penyiraman tidak memiliki niatan mencederai mata Novel. 

Tidak sedikit yang gemas melihat situasi kala itu hingga seorang komedian Bintang Emon membuat video viral untuk mengomentari peristiwa tersebut. Bukan tidak mungkin kala itu ada yang "mengutuk" layangan tuntutan JPU kepada dua terasngka penyiraman Novel Baswedan. 

Seperti apa kira-kira perasaan orang-orang yang kecewa itu kala melihat sang JPU ternyata lebih dahulu dipanggil Sang Maha Kuasa?

Novel Baswedan sendiri sebagai orang yang paling kecewa atas keadilan kasusnya mengucapkan bela sungkawa atas wafatnya Fredrik Adhar. Seraya mendoakan agar semua dosa-dosa yang bersangkutan diampuni oleh-Nya. 

Apakah dibalik doa itu Novel memiliki penilaian bahwa Fredrik memang benar-benar telah melakukan sesuatu yang "tidak semestinya"? Ataukah doa Novel memang tergkategori wajar sebagai sebuah ungkapan berduka layaknya ada seseorang yang meninggal dunia. 

Bukan tidak mungkin ada sebagaian kalangan diluar sana yang menganggap wafatnya Fredrik adalah pertanda bahwa keadilan itu sedang ditegakkan. Fredrik akan menghadapi pengadilan "awal" di alam kuburnya sebagaimana jejak perjalanannya sebagai seorang jaksa penuntut. Termasuk kala ia menjadi JPU dalam kasus Novel Baswedan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun