Baru-baru ini putra bungsu Presiden Republik Indonesia (RI) ke-6, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), melontarkan pernyataan yang membikin merah kuping orang-orang di sekeliling penguasa.Â
Pembanggaan Ibas atas prestasi ekonomi ayahnya dibandingkan dengan era Presiden Joko Widodo (Jokowi) langsung diserang dari pelbagai penjuru. Menurut mereka yang tidak terkesan dengan sikap Ibas sini, tidak relevan rasanya membandingkan prestasi ekonomi era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan ekonomi di era Presiden Jokowi. Situasinya sangat-sangat berbeda.Â
Bahkan salah seorang politisi dari partai berkuasa menyebut bahwa justru di pemerintahan SBY-lah banyak terjadi proyek mangkrak hingga minimnya pembangunan infrastruktur. Seolah-olah orang-orang di sekeliling istana ingin melibas sekecil apapun lontaran kritik yang masuk menuju pintu istana. Ibas pun kena libas.
Sangat disayangkan sebenarnya tanggapan para politisi kita kala mendapatkan kritik malah justru memutar balik pertanyaan dan pernyataannya ke kondisi masa lalu. Dikritik kinerja pemerintahnya buruk tapi justru balik menkritik pemerintah terdahulu yang buruk.Â
Sepertinya pemerintah berkuasa saat ini lupa bahwa dulu ketika SBY berkuasa dan hendak memberlakukan kebijakan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) para politisi yang kini eksis di lingkaran kekuasaan dulunya mempertontonkan tangisan seperti mengasihani nasib rakyat.Â
Terlihat bagaimana Puan Maharani bersimbah air mata waktu itu. Demikian juga dengan ibundanya. Sedangkan dalam pemerintahan kadernya sendiri BBM yang berulang kali naik tidak membuat mata mereka kembali sendu. Justru argumentasi penyangkalan yang meluncur dari bibir mereka.
Apakah ini memang tabiat orang-orang bersangkutan yang suka bermanis-manis muka atau memang pengaruh kekuasaan telah membuat mereka lupa habitat dan martabatnya? Entahlah.Â
Ketika Ibas mengkritik pemerintahan sekarang tentu itu wajar sekali dilakukan. Demikian juga lontaran kritik tokoh-tokoh lainnya. Mengapa ada kritik? Karena ada ketidakpuasan kinerja.Â
Seharusnya bukan penyangkalan dengan mempertanyakan kembali kinerja pemerintahan terdahulu, apalagi itu dilakukan oleh mereka yang tengah berkuasa dan memiliki waktu untuk berprestasi lebih.Â
Jika SBY disebut tidak bisa membangun infrastruktur atau membiarkan proyek mangkrak, maka seandainya beliau diberikan kesempatan kembali maka akan membenahi hal itu.Â
Tapi sayangnya hal itu tidak bisa lagi terjadi. Justru yang kini sedang berkuasa di awal-awal periode keduanyalah yang mampu untuk itu. Tantangan yang muncul semestinya dituntaskan, bukan disangkal dan melabeli tinggi pencapaiannya sendiri. Publik lebih bisa menilai hal itu.