Ada beberapa gaya kepemimpinan yang diusung oleh para atasan, leader, atau bos di suatu komunitas, korporasi bisnis, dan berbagai lembaga lainnya. Pendekatan yang mereka usung dalam memimpin anak buah pun bisa jadi berbeda-beda satu sama lain.Â
Akan tetapi hampir selalu kita jumpai para pemimpin tersebut memiliki satu jenis "senjata andalan" yang sama dalam menertibkan anak buahnya. Marah.Â
Ketika ada beberapa hal terkait penugasan yang ditunaikan tidak secara layak maka sang atasan akan melakukan koreksi hingga pada suatu titik tertentu hal itu menjadi luapan kemarahan.Â
Mempertanyakan mengapa hal-hal semacam itu bisa terjadi, mengapa tidak ada antisipasi, mengapa tidak menyiapkan rencana cadangan, dan lain sebagainya.Â
Bahkan sebuah gebrakan ke meja rapat tidak jarang dilakukan oleh para atasan yang merasa kecewa dengan kinerja tim dibawahnya. Bagi sebagian besar pemimpin organisasi kesempurnaan menuntaskan pekerjaan barangkali sesuatu yang paling utama.
Para tenaga penjualan akan sering menjadi sasaran marah sang direktur pemasaran atau owner sebuah bisnis tatkala omset penjualan yang ditargetkan tidak terealisasi. Bagian produksi akan mendapatkan murka atasan tatkala target pemenuhan produksi yang dibebankan kepadanya ternyata meleset.Â
Demikian juga dengan beberapa pos tugas lain dalam suatu organisasi juga rentan mendapatkan amukan serupa dari sang bos tatkala tidak menunjukkan performa sebagaimana layaknya.
Konsep-konsep kepemimpinan memang mengajarkan agar memimpin dengan tenang dan bersahabat. Menghindari amarah dalam melakukan pendekatan kepada anak buah. Melakukan upaya persuasi agar tim bekerja tanpa tekanan yang berlebih dan bisa berkontribusi maksimal tanpa sebuah pecut amarah.Â
Namun sayangnya hal itu masih sebatas konsep yang baru bisa diimplementasikan oleh sebagian kecil pemimpin saja. Sebagian yang lain masih mempergunakan paradigma lama bahwa tim harus ditertibkan dengan sebuah ketegasan dan kedisiplinan yang kuat dalam rupa setiap salah harus dimarahi, disanksi, dan sejenisnya.Â
Anggapan bahwa dengan adanya "ancaman" kemarahan maka suatu pekerjaan akan lebih teliti pengerjaannya sehingga meminimalisir risiko salah ataupun gagal. Pendekatan semacam inilah yang terus diadopsi oleh sebagian pemimpin.
Ada konsekuensi dari pemimpin yang menjadikan marah sebagai senjata untuk mengatur anggota timnya. Sikap marah ini memiliki potensi untuk menular. Ketika seorang pemimpin memarahi seorang anak buahnya akibat sesuatu hal yang menurutnya tidak sesuai maka bukan tidak mungkin anak buahnya tadi akan melontarkan amarah serupa kepada anak buahnya lagi atau rekan sejawatnya.Â