Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Waspada Saat Mencari "Seseran" dari Produk Sampingan Usaha

28 Juli 2020   09:54 Diperbarui: 30 Juli 2020   18:41 2115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: bisnisukm.com

Sebagian perusahaan memberikan kesempatan kepada para karyawannya untuk turut serta memasarkan produk-produk milik perusahaan tersebut kepada masyarakat luas. 

Harapannya tentu untuk membantu kinerja penjualan produk sekaligus branding keberadaannya di tengah-tengah masyarakat selaku end user. 

Apalagi seiring kondisi pandemi COVID-19 yang terjadi di Indonesia, hal itu mau tidak mau mengharuskan setiap korporasi untuk lebih cerdik mencari cara "mengantarkan" produknya kepada end user. Mengoptimalkan peran serta karyawan dinilai sebagai sebuah cara ampuh untuk mengupayakan hal itu terjadi.

Namun beberapa perusahaan juga tidak menutup peluang bagi karyawannya untuk menjalin kerjasama bisnis di luar lini bisnis utama, seperti menjual produk-produk reject, menjual kemasan-kemasan sisa yang tidak terpakai lagi, atau menjadi agen khusus penjualan produk yang tidak laku di pasaran. 

Dalam hal ini perusahaan sebenarnya cukup diuntungkan karena dibantu untuk mengeluarkan beberapa barang yang tidak semestinya ditimbun berlama-lama di wilayah operasional perusahaan. 

Sedangkan disisi lain para karyawan juga mendapatkan keuntungan karena potensi penghasilan tambahan yang mereka peroleh dari hasil menjualkan barang-barang tersebut. 

Jalinan kerjasama ini memang menjanjikan beberapa keuntungan, akan tetapi juga tidak menutup potensi negatif yang bisa saja timbul karenanya. Berikut adalah beberapa di antaranya:

1. Potensi Adanya Konflik Kepentingan sebagai Karyawan dan sebagai "Pebisnis"

Siapa yang matanya tidak "hijau" saat berbicara tentang uang? Demikian juga kiranya ketika ada sebuah peluang yang manawarkan adanya pundi-pundi uang untuk diperoleh. 

Kesempatan tersebut jelas tidak akan disia-siakan oleh kebanyakan orang. Dan hal inipun juga pasti dirasakan oleh sebagian karyawan yang mendapatkan side job untuk menjadi mitra perusahaan dalam rangka menjualkan beberapa "barang bekas" atau "barang sisa" milik perusahaan dengan kompensasi keuntungan besaran tertentu. Apalagi hal itu menjadi penghasilan lain diluar gaji, jelas saja akan diupayakan semaksimal mungkin.

Hanya saja ketika disatu sisi karyawan dituntut untuk menghasilkan produk sebaik mungkin, disisi lain apabila ada produk reject dihasilkan maka hal itu akan memberikan keuntungan bagi karyawan yang bertugas menjualkan barang-barang KW II tersebut. 

Di sinilah terdapat benturan kepentingan itu. Yaitu ketika produk baik adalah keharusan, tapi produk buruk memberikan keuntungan pribadi.

Ilustrasi gambar: bisnisukm.com
Ilustrasi gambar: bisnisukm.com
Kondisi ini tentu harus diantisipasi agar tidak ada "permainan terselubung" atau sabotase yang membuat kualitas produk buruk padahal itu sebenarnya direncanakan. Adanya bad product memang tidak bisa dihindari 100%, tapi hal itu bisa diminimalisir frekuensinya. Kontrol ketat haruslah diterapkan agar kasus-kasus seperti ini bisa dihindari.

2. Saling Sikut antar Karyawan untuk Menjadi "Agen" yang Bekerjasama dengan Perusahaan

Jumlah barang-barang yang perlu dijual oleh sebagian karyawan itu tentu jumlahnya tidak seberapa. Mengingat namanya adalah barang sisa, barang reject, barang KW II, atau sejenisnya. Tidak ada satupun perusahaan yang menginginkan kualitas buruk pada barang-barang hasil produksinya. Waste semacam itu jelas sesuatu yang harus dihindari.

Apabila ada produk dengan kriteria tersebut yang ternyata dihasilkan dari sebuah operasional perusahaan, maka tentunya hanya segelintir orang saja yang bisa turut terjun mengambil peluang keuntungan darinya. Hal ini sangat berisiko memunculkan friksi antar karyawan yang sama-sama mengharapkan keuntungan ekonomis atas barang-barang yang jumlahnya terbatas tadi. 

Ketika seseorang mendapatkan kesempatan itu sedangkan yang lain tidak, bukan tidak mungkin akan muncul rasa iri didalam benak karyawan lainnya.

Apabila tensi semakin tinggi, potensi saling sikut dan saling menyingkirkan satu sama lain bisa saja terjadi. Apabila situasi semacam ini terjadi maka kondusivitas lingkungan kerja akan sangat terganggu.

3. Ancaman Kerusakan Brand Produk Milik Perusahaan

Menjual produk dengan brand yang sama tapi dengan mutu yang berbeda jelas akan menimbulkan penafsiran berbeda bagi publik penggunanya. Tidak sedikir produk-produk terkategori KW II hanya mengalami sedikit masalah pada hal-hal yang tidak terlalu berpengaruh pada performa produk tersebut secara keseluruhan. 

Mungkin kandungan didalamnya masih bernilai tinggi, tapi kemasannya saja yang kurang sempurna. Atau atau sedikit selisih jumlah pada isinya. Hal itu apabila tidak diperlakukan secara hati-hati dalam peredarannya maka akan risakan merusak "nama baik" sebuah brand.

Untuk mengatisipasinya perlu adanya batasan tertentu dalam penjualan barang-barang dengan kualitas dibawah standar. Peredarannya harus dikendalikan agar tidak "menyaingi" peredaran produk utama yang menjadi andalan. Hal ini tentunya bisa diatur oleh kebijakan masing-masing perusahaan. Jangan asal terburu nafsu lantas melupakan potensi buruk yang bisa saja ditimbulkannya.

4. Konflik dengan Pihak Eksternal

Tidak semestinya barang sisa atau barang bekas atau barang KW II beredar dipasaran. Apalagi melalui rilis resmi korporasi yang memproduksinya. 

Ketika hal itu terjadi justru melalui tangan-tangan orang dalam perusahaan yang menjalin relasi side job ini maka kemungkinan terburuknya haruslah dipertimbangkan. Bukan tidak mungkin ada beberapa kalangan yang tidak puas dengan langkah yang ditempuh perusahaan sehingga menempuh jalur "perlawanan". 

Ketika ada barang "sampingan" yang beredar di publik, mereka-mereka yang tidak puas atas hal itu mungkin akan menempuh jalur hukum dan melaporkan ini sebagai suatu pelanggaran. 

Selain itu, orang-orang sekitar lingkungan perusahaan bisa jadi berharap produk sampingan milik perusahaan seharusnya menjadi hak mereka sebagai bentuk penghargaan dan apresiasi terhadap warga sekitar. 

Polemik semacam ini bukan tidak mungkin akan terjadi apabila segala sesuatunya tidak dipertimbangkan dengan masak. Setiap pemilik bisnis harus berpikir panjang terhadap langkah-langkah kebijakan yang ditempuhnya.

Keempat hal tadi hanyalah sebagain dari sekian potensi negatif yang mungkin saja terjadi dan menghinggapi jalinan kerja sama antara koproasi dengan karyawan-karyawan tertentu didalam lingkungan perusahaan. Kedua belah pihak mesti melihat bahwa kepentingan orang banyak harus lebih diprioritaskan daripada kepentingan sebagian orang.

Salam hangat,
Agil S Habib 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun