Roda kehidupan ini senantiasa berputar. Adakalanya diatas, tapi adakalanya juga dibawah. Bagi kebanyakan orang, untuk memutar roda dari sebelumnya ke atas menjadi ke bawah terasa lebih mudah. Hal itu seperti tidak membutuhkan dedikasi atau effort apapun. Hanya sekadar sikap acuh, abai, dan lalai terhadap situasi yang terjadi.Â
Sebaliknya, untuk memutar kembali roda kehidupan supaya kembali ke atas membutuhkan upaya ekstra. Butuh kerja keras serta segenap sikap lain yang seringkali membutuhkan pengorbanan besar. Dalam hal ini kebanyakan orang tidak akan melenggang dengan begitu mudahnya.Â
Sebagian ada yang menyerah terhadap situasi, sebagian ada yang mengingkari realitas dan melakukan penyangkalan, dan sebagian yang lainnya lagi terus berupaya tiada henti untuk mengupayakan hal itu. Dibutuhkan sebuah strategi agar situasi kurang baik yang dihadapi saat ini bisa diubah sesegera mungkin menuju situasi yang jauh lebih baik di masa yang akan datang. Disini kita akan sedikit mengurai kiat atau teknik yang dibutuhkan untuk memastikan agar niatan itu terjadi.
Masih ingat dengan momen The Miracle of Istanbul? Atau belum pernah mendengar istilah ini. Setiap penggemar olah raga sepakbola mungkin sudah sangat familiar dengan hal ini. Bahkan jikalau kita mengetik tulisan tersebut pada search engine Google, maka kemungkinan besar tulisan yang muncul pertama kali adalah peristiwa pertandingan final Liga Champion Eropa tahun 2005 yang mempertemukan AC Milan dengan Liverpool.Â
Bisa dibilang itulah momen paling mendebarkan dalam sejarah sepakbola dunia. Liverpool yang sempat tertinggal tiga gol tanpa balas secara dramatis mampu menyamakan kedudukan bahkan memanangi pertandingan melalui adu penalti. Sangat sedikit kesebelasan yang mampu melakukan itu.Â
Butuh mental sekuat baja, tekad laksana beton, dan harapan yang tak kunjung padam. Pertandingan itu mengajarkan kepada setiap orang makna dari perjuangan tanpa henti. Dan yang pasti sebuah momen pembalik keadaan yang memungkinkan semuanya berjalan menjadi jauh lebih baik.
Siapa yang tidak kenal brand Samsung. Produk-produk buatan perusahaan asal Korea Selatan (Korsel) ini sudah begitu mendunia. Ponsel-ponsel pintar atau smartphone yang menghiasi gerai-gerai banyak didominasi olehnya. Produknya digemari tidak hanya didalam negerinya sendiri, bahkan hingga ke luar negeri. Termasuk Indonesia. Dan memang harus diakui Samsung telah menancapkan eksistensinya secara luar biasa dalam pasar elektronik dunia.Â
Meski sebenarnya Samsung sendiri tidak hanya bergerak dalam industri elektronik semata, ada beragam industri lain yang digeluti olehnya seperti ritel, industri berat, kimia, konstruksi, dan lain sebagainya. Hanya saja memang kita semua lebih populer dengan Samsung Elektronik yang memproduksi ragam produk teknologi itu. Dibalik kesuksesan besarnya itu ternyata Samsung juga mengajarkan sebuah kisah perjalanan titik balik hingga membuat Samsung bisa menjadi seperti sekarang.
Pada awal keberadaannya Samsung bukanlah sebuah perusahaan yang mahir di ranah elektronik. Sudah termasuk besar untuk ukuran industri pada masanya dengan beberapa cakupan operasi seperti ritel, konstruksi, dan beberapa lini lain. Lebih dari cukup untuk membuat keluarga pendiri Samsung hidup sebagai konglomerat di negaranya.Â
Namun hal itu tidak lantas membuat perjalanan Samsung menjadi mudah. Bahkan dalam sebuah kesempatan generasi kedua keluarga pendiri Samsung, Lee Kun-hee, menyatakan bahwa ia terus memikirkan momen yang tepat untuk mengakhiri hidup Samsung. Kondisi perusahaan sudah cukup kronis untuk diselamatkan.Â