Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan segenap jajarannya agar bergegas melakukan sosialisasi "new normal" kepada masyarakat. Menurut Jokowi, sosialisasi secara masih perlu digalakkan supaya masyarakat lebih segera memahami hal-hal apa saja yang harus mereka perhatikan saat melakukan aktivitas di luar rumah atau di tempat umum. Sebelum memberikan instruksi terkait penerapan "new normal", Presiden Jokowi sempat juga menyampaikan kepada publik bahwa kita harus bisa hidup berdampingan dengan virus.Â
Berdamai dengan COVID-19 selama beberapa waktu ke depan sampai vaksin antivirus ditemukan. Seiring masih buramnya situasi terkait kapan pandemi ini akan berakhir, maka pemerintah harus berbuat sesuatu untuk menyelamatkan perekonomian yang carut marut akibat pembatasan sosial yang diberlakukan saat ini. Wacana mulai dari pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga "pengenalan" kehidupan normal yang baru (new normal) pun dilakukan. Padahal satu realitas besar masih membayang, yaitu angka penularan COVID-19 yang masih tinggi terjadi di masyarakat.
PSBB sudah berlangsung beberapa minggu. Khusus wilayah DKI Jakarta saja sudah diperpanjang beberapa kali. Wilayah bodetabek juga menempuh langkah serupa. Jawa Timur pun sepertinya juga akan mengikutinya. Namun jumlah korban terinfeksi virus corona COVID-19 masih terus saja bertambah. Entah karena PSBB-nya yang tidak berfungsi atau karena masyarakatnya yang mengabaikan PSBB. Yang jelas, prinsip social distancing baru akan benar-benar efektif apabila didukung oleh kedisiplinan masyarakat dalam mengikuti anjuran dan peraturan terkait.
Saya pribadi sebenarnya belum menangkap secara utuh perbedaan mendasar tentang PSBB dan new normal. Apakah keduanya merupakan satu rangkaian protokol penangkal COVID-19 atau dua hal yang berbeda samasekali? Jika memang berbeda dimana letak perbedaannya? Selama PSBB masyarakat juga dihimbau untuk menjaga jarak interaksi sosial, mencuci tangan dengan sabun, mengenakan masker, dan lain sebagainya.Â
Barangkali perbedaan besarnya terletak pada sisi aktivitas sosial pada new normal yang jauh lebih leluasa. Semua jenis usaha diperbolehkan beroperasi, tidak seperti PSBB yang hanya mengizinkan beberapa jenis usaha atau bisnis tertentu saja yang beroperasi. Meski PSBB sendiri sebenarnya berlaku berbeda antara satu wilayah dengan wilayah yang lain.Â
Apabila new normal memungkinkan masyarakat untuk beraktivitas lebih bebas dibandingkan PSBB, maka bukankah itu sama halnya dengan memberi kesempatan pada virus menjadi semakin menyebar luas? Bisa iya, tapi bisa juga tidak. Kalau mau berkaca pada situasi yang terjadi di beberapa negara lain terutama di kawasan Eropa, kebanyakan dari mereka melakukan lockdown tapi jumlah korban COVID-19 masih sangat besar.Â
Bahkan melebihi Indonesia. Italia dan Prancis adalah contohnya. Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya bukan kebijakan jenis apa yang diberlakukan, selama kedisiplinan masyarakatnya rendah maka hasilnya juga tidak akan baik. Memang selalu ada andil pemerintah didalamnya, karena bagaimanapun negara memiliki tanggung jawab penuh menjaga warganya.
Memberlakukan lockdown, PSBB, atau apapun jenisnya selama tidak didukung dengan sumber daya yang mumpuni maka akan menjadi sia-sia belaka. Kedisiplinan tidak bisa berdiri sendiri. Ia butuh sokongan yang cukup dari aspek lain. Penerapan PSBB butuh sokongan bantuan logistik yang cukup untuk warga terdampak.Â
Bukan sebatas memberikan bantuan sosial (bansos) sekali lantas dibiarkan tanpa tindak lanjut. Memangnya dana bansos hanya cukup untuk menyokong kehidupan untuk berapa lama? 6 bulan? 1 tahun? Tidak. Bansos hanya berguna untuk beberapa hari saja. Syukur-syukur kalau cukup untuk 1 minggu.
Wacana pelonggaran PSBB dilakukan karena melihat perekonomian masyarakat yang semakin carut marut. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi dimana-mana, beberapa jenis usaha terpaksa gulung tikar, dan masih banyak lagi yang lainnya. Wacana pelonggaran PSBB bergeser ke new normal.Â
Kalau boleh dibilang, new normal tidak lain hanyalah istilah lain dari pelonggaran PSBB. Mengizinkan publik untuk kembali beraktivitas seperti biasa di tengah situasi pandemi supaya bisa menafkahi diri mereka sendiri. Barangkali rakyat memang harus bisa lebih mandiri menghadapi situasi ekonomi pelik seperti sekarang. Tidak melulu bergantung pada pemerintah. Rakyat harus bisa jaga diri sendiri. Pemerintah sebatas membantu mengingatkan. Toh, memang pandemi ini telah membuat negara ini menambah hutang ke sana sini. Sedangkan situasi masih belum jelas kapan akan berakhir.