Kasus positif terinfeksi COVID-19 di Indonesia masih terus bertambah dari hari ke hari. Pemberitaan terakhir menunjukkan jumlah kasus sudah melampaui angka 20.000 lebih, dengan jumlah kesembuhan mencapai 5.000-an kasus, dan jumlah korban meninggal dunia sudah melampaui 1.000-an kasus.Â
Sayangnya, kita masih minim informasi dari kasus terinfeksi COVID-19 di Indonesia. Jumlah korban terinfeksi masih sebatas kuantitas tanpa kualitas informasi yang memadai. Dari sekian ribu kasus positif yang ada, publik bisa dibilang tidak tahu menahu perihal siapa dan bagaimana karakteristik dari pasien terinfeksi. Apakah mereka semuanya anak-anak muda, golongan dewasa, anak kecil, atau justru lansia? Begitu halnya dengan kasus kesembuhan.Â
Mereka yang masuk dalam kelompok ini memiliki latar belakang kesehatan seperti apa sehingga menjadi golongan yang "beruntung" untuk pulih dari virus mengerikan ini. Jikalau membandingkan dengan beberapa pemberitaan yang dilakukan oleh media luar negeri, mereka umumnya memiliki validitas informasi yang terperinci menyangkut siapa-siapa saja yang menjadi korban COVID-19.Â
Terkait angka kematian misalnya, di negara maju seperti Amerika Serikat (AS) media disana merincikan informasi bahwa golongan yang dominan menjadi korban fatal akibat COVID-19 adalah mereka yang berusia lanjut atau memiliki riwayat penyakit berat didalam dirinya. Informasi semacam itu akan cukup membantu petugas medis untuk memberikan layanan prioritas kepada pasien COVID-19 yang memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan yang lain. Sehingga risiko kasus fatal bisa diupayakan untuk dicegah.
Indonesia membutuhkan angka-angka yang lebih bermakna ketimbang yang disampaikan sekarang. Jikalau hanya sekadar menginformasikan pertambahan jumlah kasus terinfeksi, jumlah pasien sembuh, hingga orang-orang yang meninggal dunia akibat COVID-19 maka hal itu hanyalah sebuah formalitas informasi tak berisi yang justru berisiko meningkatkan kepanikan. Setiap hari diberitakan jumlah kematian yang terus meningkat, bukankah hal itu terasa sebagai horor yang mencekam?Â
Lain halnya ketika dibalik publikasi itu ada penjabaran yang lebih terperinci sehingga memungkinkan dilakukannya analisa lebih lanjut guna menanggulangi data statistik yang ada. Jikalau kita hanya mampu menyampaikan pertambahan angka tanpa diimbangi dengan kualitas informasi didalamnya, maka jauh lebih baik apabila hal itu tidak dilakukan samasekali.
Mungkinkah semua data terkonfirmasi kasus COVID-19 mulai dari jumlah terinfeksi, jumlah pasien sembuh, dan jumlah korban meninggal dunia tidak memiliki analisa yang memadai? Terlalu dangkal sepertinya ketika petugas medis dan aparat gugus tugas hanya menuliskan angka-angka di "permukaan" tanpa memiliki informasi lebih rinci mengenai sebab musebab, latar belakang, atau hal-hal lain yang sekiranya berpotensi turut andil dalam persebaran COVID-19.Â
Saya kira ada cukup banyak informasi yang bisa digali dari setiap korban terinfeksi COVID-19, baik mereka yang masih dalam perawatan, sudah mendapatkan kesembuhan, bahkan yang meninggal dunia. Pasti ada "jejak" yang bisa ditelusuri untuk memeriksa sejauh mana pandemi ini "beraksi" menginfeksi warga negara Indonesia. Media masa seharusnya lebih kritis dalam menelaah dan mengkaji informasi yang disampaikan oleh gugus tugas. Membuatkan "peta" informasi yang jauh lebih terperinci untuk dipahami secara utuh oleh masyarakat.
Jangan hanya tertarik pada jumlah tetapi nihil kualitas. Jangan hanya terpaku pada perkiraan kapan pandemi ini berakhir, akan tetapi fokuslah pada hal-hal yang sekiranya mampu membantu percepatan upaya mengakhiri pandemi ini. Semakin dalam menggali informasi maka kesempatan untuk menemukan titik terang jalan keluar akan semakin terbuka. Minimal hal itu akan membantu kita agar melangkah kemana dan apa yang mesti dilakukan. Kita bergerak bukan atas dasar "gambling" dalam menuntaskan pandemi, melainkan harus dengan langkah yang cermat dan terukur. Â
Salam hangat,
Agil S HabibÂ