Saat pertama kali kasus pembuhan balita oleh gadis ABG "Slenderman" menyeruak beberapa waktu lalu, netizen ramai-rami menghujat bocah pembunuh itu layaknya seorang psikopat. Terlebih kala itu diberitakan bahwa NF (si ABG "Slenderman") melakukan aksi keji membunuh balita karena terdorong hasrat membunuh yang menggebu.Â
Seolah ia begitu "berbakat" menjadi psikopat masa depan. Orang tua pelaku disebut-sebut tidak becus mendidik putrinya hingga sang anak begitu tega menghabisi nyawa anak kecil tak berdosa.Â
Belum lagi saat kita diperlihatkan minat NF terhadap aksi-aksi horor yang direkamnya dalam gambar dan tulisan yang memilukan. Pada saat itu kita seperti bersepakat bahwa NF memanglah bocah yang "luar biasa" dalam artian super tega merenggut nyawa manusia lainnya dengan mimik tanpa dosa.
Beberapa waktu berlalu setelah kasus tersebut menyeruak dan NF menyerahkan dirinya sendiri ke polisi, publik seperti kehilangan perkembangan pemberitaan perihal penanganan hukum terhadap ABG "Slenderman" tersebut. Pelaku yang masih dibawah umur kemungkinan besar tidak akan menerima jeratan hukum layaknya jika kejahatan serupa dilakukan orang dewasa. NF akan "disembuhkan" terlebih dahulu kondisi psikologisnya.Â
Namun sebelum melakukan itu, pihak berwajib akan mendalami kondisi kejiwaan tersangka. Melihat latar belakang asal muasal mengapa ia sampai tega melakukan aksi kejam seperti itu. Benarkah hanya karena terinspirasi oleh tontonan yang ia saksikan di youtube, ataukah ada hal lain yang turut menyulut hal itu? Dan baru-baru ini sebuah kabar mengejutkan kembali hadir dari NF si ABG "Slenderman".Â
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan psikologis di Rumah Sakit Polri Jakarta Timur, terungkap fakta bahwa NF tengah hamil dengan usia kandungan sekitar 14 minggu. Setelah ditelisik lebih lanjut ternyata janin dalam kandungan NF adalah akibat dari pemerkosaan yang ia alami. NF menjadi korban kekerasan seksual 3 orang terdekat, yaitu 2 orang paman dan 1 orang pacar. Miris.Â
NF berulang kali menjadi sasaran aksi perkosaan orang-orang yang seharusnya menyayanginya sepenuh hati. Bukan justru berlaku sedemikian biadab. Perlakuan demikian bukan tidak mungkin turut andil atas tindakannya beberapa waktu sebelumnya saat tega menghabisi nyawa seorang anak kecil.
Jika sudah seperti ini maka siapakah yang paling patut dipersalahkan? NF ataukah ketiga tersangku pelaku perkosaan? Sejauh ini pihak kepolisian masih belum bisa menyimpulkan bahwa tindakan NF membunuh balita adalah disebabkan oleh efek tindak perkosaan yang ia alami. Meski kemungkinan itu juga tidak bisa dikesampingkan.Â
Tapi apabila kita menempatkan diri pada posisi NF, kemungkinan depresi besar juga akan kita alami. Depresi itu seringkali butuh penyaluran. Penyaluran itu wujudnya bisa bermacam-macam. Terlebih NF tinggal dalam sebuah keluarga yang tidak lagi utuh. Kedua orang tua NF telah bercerai, dan sang ayah telah menikah lagi.
Apa yang dirasakan oleh NF kemungkinan terjadi akibat "kombinasi" rasa frustasi hidup berjauhan dengan orang tua kandung yang membuatnya "kering' kasih sayang. Ditambah dengan depresi yang ia rasakan sebagai akibat tindak perkosaan yang ia alami. Semakin diperparah dengan tontonan "mengerikan" yang ia gemari. Hasrat itu berpacu menjadi satu memicu sebuah "sensasi" untuk membunuh. Yang nahasnya hal itu disalurkannya pada seorang bocah kecil tak berdaya.Â
Barangkali NF "sadar" akan kelamahannya, dan hasrat untuk membunuh itu bisa jadi sebenarnya dialamatkan kepada para pemerkosanya yang jauh lebih kuat secara fisik dibanding dirinya. Akhirnya ia "hanya" bisa melampiaskan hasrat tersebut pada seorang balita tak berdosa. Patutkah kita menghujat NF?
Efek Domino
Bagaimanapun antara apa yang dialami oleh NF dan kejahatannya adalah dua hal yang berbeda. NF menjadi korban perkosaan orang terdekat, dan kemudian NF menjadi pelaku pembunuhan balita. Apa yang dialami NF tentu sangat memilukan. Tapi tindakan NF membunuh bocah juga sangat tidak bisa dimaafkan.Â
NF menjadi korban pada satu sisi. Dan NF juga menjadi pelaku pada sisi yang lain. Kasus ini harus dituntaskan dalam ranah yang berbeda. Maksudnya, pelaku yang memperkosa NF harus dihukum sesuai aturan yang berlaku sesuai tindak kejahatan yang mereka lakukan. Dan NF juga mesti mendapatkan ganjaran atas tindakannya menghilangkan nyawa bocah. NF harus mendapatkan keadilannya. Demikian juga mereka yang kehilangan si balita juga mesti mendapatkan keadilan serupa dari NF.
Belakangan ini masih cukup sering ditemui anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual orang terdekat. Mereka harus menanggung beban yang begitu berat di sisa kehidupannya. Sesuatu yang berharga dari dirinya direnggut secara paksa oleh orang-orang yang semestinya melindungi dan mengayominya. Mereka yang mampu melewati periode buruk itu mungkin akan bangkit untuk menjalani sisa hidupnya.Â
Tapi sebagian yang lain bisa jadi semakin terpuruk dan berbuat sesuatu yang merugikan dirinya sendiri dan juga orang lain. Bunuh diri, membunuh orang lain, atau melakukan hal lain yang sama berbahayanya.Â
Ternyata efek dari sebuah tindak kekerasan seksual tidak hanya sebatas merusak masa depan si korban dalam artian mahkota berharganya terenggut. Tetapi ia juga bisa memicu tindakan lain yang merembet pada kerugian terhadap orang yang lainnya lagi. Jika sudah semikian, maka apa yang harus kita perbuat?
Salam hangat,
Agil S HabibÂ
Refferensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H