Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencari Figur Alternatif yang Mampu Tumpas Covid-19

2 Mei 2020   07:27 Diperbarui: 2 Mei 2020   11:26 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah beberapa waktu berlalu sejak pandemi COVID-19 menjangkiti Indonesia. Kondisinya terlihat belum terlalu membaik. Hal ini pun membuat banyak kalangan menilai buruk kinerja pemerintah, khususnya terkait penanganan situasi pandemi di Indonesia. 

Sebuah riset yang dilakukan oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menunjukkan bahwa mayoritas kebijakan terkait COVID-19 yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan jajarannya direspon negatif oleh publik. Dari delapan kebijakan yang dipantau oleh indef, enam diantarananya disebut memicu sentimen negatif masyarakat dan hanya dua saja yang dinilai positif.

Kebijakan seperti PSBB, ketidaktegasan larangan mudik, pengangguran akibat COVID-19, program kartu prakerja, pengamanan sosial, dan terakhir adalah aturan khusus penghinaan presiden. Sebagian publik menilai bahwa PSBB kurang efektif, dan ada juga yang menilai pemerintah lepas tangan terhadap kondisi masyarakat. 

Sedangkan terkait mudik sebagian menilai risiko ekonomi dibalik pelarangan mudik dan juga kurang tegasnya pemerintah saat pertama kali wacana ini digaungkan. Seperti yang kita tahu, pada awalnya larangan mudik hanya sebatas anjuran dan masih baru-baru saja larangan tegas diberlakukan. 

Belum lagi bahasan mengenai kartu pra kerja yang ditengari ada permainan didalamnya seiring penunjukan Ruang Guru sebagai mitra. Aturan terkait penghinaan presiden sepertinya juga kurang pas dibahas selama periode serba sulit yang dialami masyarakat belakangan ini.

Sedangkan respon positif terkait kebijakan COVID-19 pemerintah tanpa disangka justru muncul dari kebijakan pembebasan narapidana. Kebijakan yang sempat memicu keresahan di beberapa pemberitaan publik ini justru menunjukkan respon sebaliknya dibanding pemberitaan yang beredar. Kebijakan yang boleh dibilang "mutlak" diapresiasi secara positif adalah terkait pembebasan tarif listrik untuk beberapa kalangan masyarakat. Terutama untuk kalangan yang rentan secara ekonomi.

Figur Alternatif 

Ketimpangan dengan kecenderungan tidak puas atas kinerja serta kebijakan yang dikeluarkan pemerintah membuat sebagian kalangan berharap untuk memiliki opsi lain yang sekiranya mampu memperbaiki situasi jauh lebih baik ketimbang yang ada sekarang. Kekecewaan terhadap Presiden Jokowi membuat publik "menoleh" kepada figur lain dan berharap mereka mampu memberikan harapan baru. 

Sebagai "mantan" rival Jokowi, Prabowo Subianto masih sering menjadi pihak yang dibicarakan agar berbuat sesuatu. Seperti yang sempat diutarakan oleh politisi Partai Demokrat, Andi Arief. Respon pembaca artikel saya yang berjudul Andai Presidennya Prabowo, seperti Apakah Penanganan Covid-19 Berjalan? juga cukup tinggi. Hal ini menandakan besarnya harapan publik bahwa Prabowo akan mampu menciptakan situasi yang berbeda jikalau beliau berperan lebih dalam pemerintahan. 

Namun, taklimat yang disampaikan oleh Prabowo melalui kanal Youtube yang salah satu poin bahasannya berisi "pembelaan" Prabowo terhadap kinerja Jokowi menunjukkan realitas bahwa beliau tidak bisa diharapkan lebih. Perannya tidak akan pernah melampaui Jokowi atau bahkan sang menteri "kesayangan", Luhut Binsar Pandjaitan. Sehingga publik pun mengalihkan pandangannya pada figur yang lain, Siti Fadilah Supari.

Menteri Kesehatan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Siti Fadilah Supari, namanya cukup mengemuka beberapa waktu terakhir. Rekam jejak kemampuannya dalam melindungi warga Indonesia dari wabah Flu Burung tahun 2005 dan wabah Flu Babi (H5N1) pada tahun 2009 lalu membuat namanya tiba-tiba populer di media sosial. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun