Sudah beberapa waktu berlalu sejak fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) diberlakukan, terutama terkait himbauan agar tidak melakukan aktivitas sholat berjamaah di masjid. Physical distancing. Beribadah dari rumah. Hal-hal yang "berbau" aktivitas keagamaan di masjid seperti tabligh akbar, tausiyah keagamaan, sholat jumat, atau sholat fardhu berjamaan semuanya ditiadakan.Â
Dengan kata lain masjid ditutup untuk segala macam aktivitas. Semua dilakukan untuk menghindari persebaran virus corona COVID-19 agar tidak semakin meluas.Â
COVID-19 adalah "tersangka" utama atas ditutupnya sebagian masjid di Indonesia dan dunia. Bahkan Masjidil Haram di Mekah tempat Ka'bah "bermukim" harus mengalami nasib serupa. Aksesnya ditutup dari para jamaah.
Fatwa MUI terkait peniadaan aktivitas di masjid secara langsung atau tidak langsung sudah mempengaruhi relung kehidupan masyarakat kita. Serasa ada yang berbeda dari biasanya.Â
Hingar bingar aktivitas di masjid yang biasanya ramai berubah senyap. Seakan banyak dari kita yang menjadi bagian dari jamaahnya terusir dari sana. Ramadhan yang sebentar lagi datang "terancam" kehilangan semaraknya.Â
Riuh jamaah yang sholat tarawih atau melantunkan tadarus Al-Qur'an di masjid-masjid dan musholla-musholla kemungkinan akan jauh berkurang. Terutama di wilayah yang menjadi zona merah persebran COVID-19. Benarkah COVID-19 yang merenggut hak kita untuk menunaikan ibadah di masjid?
Sepintas memang demikian. Tapi mari kita lihat data statistik terkait jumlah korban akibat COVID-19. Terutama korban meninggal dunia. Menurut pemaparan media AS, USATODAY, sebagaimana dikutip oleh Azrul Ananda dalam blog pribadinya jumlah kematian akibat COVID-19 sekitar 63% di antaranya adalah yang berusia 70 tahun ke atas. Dengan kata lain, para orang tua secara usia lebih berisiko mengalami kasus fatal akibat COVID-19.Â
Apakah yang berusia muda tidak ada? Ada. Tapi secara prosentase lebih kecil. Orang tua atau lanjut usia (lansia) lebih rentan. Terutama secara kesehatan kondisi mereka cenderung tidak lebih baik daripada golongan muda.
Lantas apa hubungannya dengan masjid ditutup? Khususnya di Indonesia, seringkali muncul anggapan bahwa kebanyakan yang menghidupkan masjid adalah orang-orang tua.Â
Anak mudanya lebih senang menghabiskan waktu untuk dugem atau menikmati kehidupan modern ala orang barat ketimbang memakmurkan masjid. Sehingga tidak berlebihan kiranya apabila masjid cenderung diidentikkan dengan orang tua, atau orang-orang yang sudah uzur dan mendekati akhir hayatnya.
Dengan mayoritas jamaah masjid adalah orang tua, sedangkan mereka adalah golongan yang rentan mengalami kasus fatal akibat COVID-19, maka salah satu jalan yang mesti ditempuh adalah dengan membatasi aktivitas mereka ke masjid.Â