Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Terkait Omnibus Law, Jokowi Bekerja Cepat atau Tergesa-gesa?

17 Februari 2020   09:41 Diperbarui: 20 Februari 2020   04:27 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi menginginkan Omnibus Law tuntas dalam waktu singkat | Sumber gambar : kumparan.com

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan agar draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law bisa selesai dalam waktu 100 "saja". Sebuah target yang diharapkan mampu mempercepat proses penggodokan hingga pengesahan RUU kontroversial tersebut. Namun, sebagaimana diperkirakan sebelumnya bahwa beberapa kalangan diantaranya kaum buruh menolak keras RUU ini karena dinilai lebih banyak merugikan mereka ketimbang memberikan sisi keuntungan.

Padahal Omnibus Law sendiri digagas dengan harapan memberikan kelapangan dan kemudahan dalam menanamkan investasi bisnis di Indonesia. Hanya saja keinginan kerja cepat yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi itu justru terkesan penuh ketergesa-gesaan. Ingin cepat rampung tetapi banyak aspek yang tidak terakomodir sehingga memunculkan penolakan.

Beberapa poin yang masih memantik kontroversi terkait Omnibus Law mengutip dari laman Alinea.id diantaranya adalah pemberlakuan upah kerja per jam, penghapusan Upah Minimum Kabupaten (UMK), penghapusan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK), pemberian upah berdasarkan kesepakatan pengusaha dan pekerja yang dinilai bisa merugikan buruh, penghilangan ketentuan pesangon, pengizinan outsourcing tanpa batas waktu dan jenis pekerjaan, jam kerja eksploratif, potensi penggunaan tenaga kerja asing secara bebas, kemudahan dalam Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), hilangnya jaminan sosial untuk jaminan kesehatan dan jaminan pensiun, serta tidak adanya batasan pekerja kontrak.

Meski badai penolakan bertebaran, pemerintah sepertinya tetap bersikeras melanjutkan pengesahan RUU ini. Bahkan "demi" memperlancar proses menuju hal itu sampai ada tiga nama serikat buruh yang dicatut. Patut disayangkan.

Bagaimanapun juga langkah pemerintah untuk menggenjok dan menarik minat investasi dari luar masuk ke Indonesia memang patut didukung. Akan tetapi hal itu tidak boleh serta merta merenggut hak kaum pekerja yang ada di Indonesia. Barangkali waktu yang cuma 100 hari masih sangat kurang untuk menyerap aspirasi segenap stakeholder yang terkait dengan Omnibus Law ini. Gagasan yang disusun dalam RUU lebih terlihat menguntungkan salah satu pihak dan terkesan kurang matang.

Kerja cepat seharusnya disertai kerja cerdas dan tuntas. Bukan cepat tapi sembarangan dan serampangan. Setidaknya membuat tenggat waktu yang lebih memungkinkan untuk semua pihak yang terlibat benar-benar bisa mengkaji secara lebih rinci dan detail melihat sisi positif dan negatif Omnibus Law. Sudah bukan masanya main paksa kebijakan atas nama kesejahteraan bersama. Terlebih jika ujung-ujungnya malah memperburuk kualitas hidup sejahtera masyarakat.

Menambah jumlah lapangan kerja dan mengurangi pengangguran adalah sebuah tujuan yang mulia. Akan tetapi bagaimana jika tujuan tersebut dilakukan dengan cara mereduksi kemapanan hak pekerja saat ini dan "dibagi-bagikan" untuk membuka lapangan kerja baru. Sebatas membuka lapangan kerja, sebatas mengurangi pengangguran, sebatas mementingkan kuantitas tapi miskis kualitas.

Lapangan kerja tersedia lebih banyak tapi dengan tingkat kesejahteraan yang berkurang. Lapangan kerja bertambah tapi tanpa jaminan upah minimal. Apakah itu semua yang diharapkan oleh pemerintah dan segenap perumus Omnibus Law?

Salam hangat,

Agil S Habib

Refferensi :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun