Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Finlandia Gagas Waktu Kerja 24 Jam Seminggu, Indonesia Masih Jauh?

8 Januari 2020   10:52 Diperbarui: 8 Januari 2020   11:12 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berapa negara maju dunia semakin intens mengupayakan berlakunya waktu kerja fleksibel dan minimalis bagi warganya. Sekitar tahun 2015 lalu beberapa perusahaan di Swedia mulai memberlakukan aturan jam kerja dari sebelumnya sebanyak 40 jam seminggu menjadi 30 jam saja dengan jumlah hari kerja yaitu 5 hari atau 6 jam per hari.

Pasca diberlakukannya aturan ini, beberapa perusahaan yang turut menerapkan kebijakan tersebut menilai bahwa produktivitas dan semangat kerja karyawan menjadi semakin meningkat.

Kebijakan serupa juga empat diuji coba di perusahaan Microsoft wilayah Jepang dengan memberlakukan aturan 4 hari kerja seminggu. Sebagaimana kita tahu, Jepang merupakan salah satu negara yang tergolong "maniak" dalam bekerja yang mana para pekerjanya cenderung bekerja jauh lebih lama dari orang kebanyakan.

Meskipun secara umum jam kerja yang berlaku disana tidak jauh berbeda dengan di Indonesia, yaitu 40 jam perminggu, namun jumlah jam kerja lembur mereka cukup banyak yaitu mencapai 80 jam sebulan. Menjadikan Jepang sebagai negara dengan jam kerja terlama di dunia.

Namun, kebijakan jam kerja 4 hari yang diuji coba Microsoft beberapa waktu lalu ternyata mampu memberikan perbaikan produktivitas yang cukup signifikan.

Tercatat terjadi lonjakan hingga 40% setelah perusahaan memotong jam kerja karyawannya. Dalam hal ini karyawan diberikan waktu kerja dari Senin sampai Kamis dan mendapatkan jatah libur selama 3 hari di akhir pekan.

Yang terbaru, negara yang terkenal sebagai tempat asal ponsel legendaris Nokia, Finladia, melalui Perdana Menteri (PM) barunya Sanna Marin menyatakan akan segera memberlakukan waktu kerja felksibel dengan durasi 4 hari kerja dan 6 jam setiap harinya. Atau dengan kata lain jam kerja orang-orang Finlandia hanya akan mnjadi 24 jam saja dalam satu minggu.

Wow. Sebagai perbandingan, untuk saat ini Finlandia masih menganut aturan waktu kerja 8 jam sehari 5 hari seminggu atau 40 jam kerja dalam satu minggu. Aturan jam kerja baru ini dimaksudkan agar warga Finlandia bisa menghabiskan waktu lebih banyak bersama keluarga, menikmati hobi, dan lebih bahagia menjalani hidup.

Bagaimana dengan Indonesia?

Pada medio awal Desember 2019 lalu pemerintah mewacanakan adanya libur tambahan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan atau Aparatur Sipil Negara (ASN). Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) berencana memberikan libur tambahan Hari Jumat dengan skema compressed work.

Melalui mekanisme ini, PNS atau ASN bisa mendapatkan "jatah" tambahan libur di Hari Jumat dengan catatan jam kerja mereka akan ditambah selama periode Senin -- Kamis sehingga tetap memenuhi kuota 80 jam selama 2 minggu. Artinya PNS dan ASN akan menjalani jam kerja yang lebih panjang pada beberapa hari sebelum mereka menikmati masa liburannya.

Yang perlu diketahui bahwa PNS atau ASN yang mendapatkan jatah libur tambahan ini hanyalah mereka yang berkinerja baik atau memiliki produktivitis tinggi. Itupun sebenarnya dengan tanpa mengurangi jam kerja sama sekali. Hanya kesannya memang jumlah hari kerjanya lebih sedikit, tapi jam kerjanya dimampatkan.

Mengapa kita tidak coba mengikuti apa yang dilakukan oleh beberapa negara maju tersebut? Kalau boleh membandingkan pendapatan per kapita, maka bangsa kita masih sangat jauh tertinggal dibandingkan Swedia, Jepang, ataupun Finlandia.

Mereka sudah tergolong sebagai negara maju berpenghasilan tinggi, sedangkan kita masih termasuk kelompok menengah. Untuk menuju kesana sebagai bagian dari negara Maju, maka pendapatan per kapita masyarakat kita harus diatas US$ 12.056.

Produktivitas kerja warga kita sejauh ini masih dianggap rendah dan kalangan industri pun seringkali mengeluhkan kondisi ini. Setiap kali Upah Minimum naik maka banyak korporasi yang mengeluhkannya karena harus mengeluarkan biaya lebih besar sedangkan produktivitas kerja tidak mengikuti.

Apakah dengan mengurangi jam kerja sebagimana dilakukan oleh beberapa negara maju tadi akan menjadi solusi sempurna untuk permasalahan produktivitas warga kita?

Salam hangat,

Agil S Habib

Refferensi :

[1]; [2]; [3]; [4] ; [5]; [6]; [7]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun