Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Selain Nikel, Pesanan Airbus Turut "Membekingi" Nilai Tawar Sawit Indonesia ke Uni Eropa

23 Desember 2019   07:33 Diperbarui: 23 Desember 2019   07:32 3986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Episode "perang dagang" antara pemerintah Indonesia dengan Uni Eropa (UE) terkait diskriminasi produk kelapa sawit asal Indonesia yang tertuang dalam kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) dan Gelegated Regulation UE sepertinya masih akan berlanjut.

Dalam aturan tersebut, minyak kelapa sawit dikategorikan sebagai komoditas yang memiliki Indirect Land Use Change (ILUC) berisiko tinggi sehingga membuatnya tidak termasuk sebagai energi terbarukan sebagaimana yang disyaratkan UE.

Hal ini memiliki konsekuensi produk kelapa sawit Indonesia "tertolak" di tanah eropa. Sesuatu yang pada akhirnya membuat pemerintah Indonesia geram mengingat kontribusi sawit terhadap pemasukan negara tidaklah sedikit.

Belakangan pemerintah mempercepat pemberlakuan kebijakan larangan ekspor nikel dari sebelumnya ditetapkan mulai tahun 2022 menjadi per 1 Januari 2020. Terkait dengan kebijakan ini UE pun meradang dan mengancam akan menggugat Indonesia ke World Trade Organization (WTO).

Selain itu, asosiasi produsen baja eropa juga menuding Indonesia berlaku tidak "sportif" dalam bisnis dengan negara-negara di UE. Meski UE sudah mulai mengeluarkan gertakannya kepada Indonesia, namun pemerintah sudah menyiapkan alasan terkait perberlakuan kebijakan larangan ekspor ini.

Kebijakan ini dikeluarkan atas dasar mulai menipisnya cadangan nikel dalam negeri sehingga pemerintah harus segera mengambil langkah guna mengantisipasi efek dari hal ini.

Hanya saja sepertinya UE menilai kebijakan larangan ekspor nikel sebagai langkah "balas dendam" Indonesia terhadap pelarangan produk sawit asal Indonesia diedarkan ke UE.

Sepertinya pemerintah akan terus mengupayakan berbagai cara agar produk sawit kita bisa kembali memasuki pasar eropa.

Sebelum ramai tentang pelarangan ekspor nikel yang diangggap sebagai nilai tawar Indonesia ke UE terkait produk sawit, banyak kalangan yang mendukung agar pelaku usaha penerbangan tanah air "memboikot" produk pesawat Airbus yang tidak lain merupakan produk andalan salah satu negara Uni Eropa, Prancis.

Dilansir oleh laman cnbcindonesia.com, total pesanan pesawat Airbus dari Indonesia per Oktober 2019 saja sudah mencapai 313 unit. Dalam hal ini Indonesia menyumbang sekitar 5,7% dari total order pesawat Airbus di kawasan Asia Pasifik.

Jumlah pesanan pesawat sebanyak itu konon nilainya bisa mencapai US$ 42,8 miliar atau sekitar Rp 599,4 triliun. Sebagai perbandingan, nilai ekspor sawit Indonesia ke UE hingga medio 2018 "hanya" mencapai angka US$ 4 -- 5 miliar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun