Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tepatkah Menghakimi Orang Lain oleh karena Lupa?

10 Desember 2019   11:00 Diperbarui: 10 Desember 2019   11:02 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lupa | Sumber gambar : lifestyle.kompas.com

Lupa adalah sesuatu hal yang dirasa paling tidak mengenakkan oleh sebagian orang. Tidak jarang karena lupa sesuatu pekerjaan menjadi tidak tuntas penyelesaiannya. Karena lupa sebuah target kerja menjadi tidak terealisasi. Karena lupa pula sebuah rencana besar menjadi bermasalah. 

Efek yang ditimbulkan oleh lupa dalam beberapa kesempatan mungkin sepele, akan tetapi pada kesempatan yang lain justru menciptakan dampak yang luar biasa. 

Seorang petugas yang lupa menunaikan instruksi yang dibebankan kepadanya bisa berdampak timbulnya kerugian besar hingga akhirnya membuat petugas tersebut mendapatkan masalah. 

Sang atasan yang memberi penugasan bisa menjadi kecewa terhadapnya hingga sang petugas pun harus mendapatkan punish atas "perbuatannya" tersebut. Sang petugas harus menerima amarah sang atasan atau lebih-lebih harus mendapatkan Surat Peringatan (SP). Padahal kalau boleh berargumen, manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Maka bukankah lupa menjadi suatu kewajaran?

Seorang rekan kerja saya pernah lupa mengirimkan "file" informasi perencanaan produksi kepada tim produksi di lapangan, sehingga berimbas pada terganggunya lini produksi tersebut hingga akhirnya terjadi kesalahan produksi. Akibat dari hal ini sang manajer pun marah besar kepada rekan saya tadi, dan SP pun diterbitkan. 

Dalam kesempatan yang lain, seorang rekan kerja pernah tidak menjadwalkan kedatangan barang dari supplier juga karena lupa. Dampaknya, proses produksi tidak bisa berjalan karena ada material tertentu yang belum tiba. Hal ini pun menjadikan sang atasan rekan tadi memarahinya meski tidak sampai memberikan SP. Beberapa pekerjaan seringkali tidak selesai sesuai harapan oleh karena kita dilanda lupa. 

Hal ini terkadang menjadi dilema tersendiri bagi seorang atasan ataupun sesama rekan kerja. Pada satu sisi suatu pekerjaan tetap harus selesai sesuai harapan, tetapi disisi lain "wabah" lupa juga bisa menyerang siapa saja. Ungkapan bahwa lupa adalah manusiawi seakan menguatkan pandangan bahwa kita pun "diizinkan" untuk lupa. 

Sampai-sampai ada tuntunan terkait pelaksanaan Sujud Syahwi dalam ibadah sholat untuk "mengkompensasi" lupanya seseorang dalam menunaikan satu atau lebih rukun sholat.

Bagaimanapun juga lupa memang harus diantisipasi seperti membuat catatan kecil atau sejenisnya. Hanya saja ketika lupa sudah terlanjur terjadi tepatkah kita yang mendapatkan efek atas lupa itu mengungkapkan kekeselan atau menghakimi mereka yang lupa itu? Tepatkah tindakan kita untuk menghakimi rekan, kerabat, atau anggota keluarga kita yang didera lupa? Jawabannya mungkin relatif bagi setiap orang. 

Ada yang sepakat bahwa "penghakiman" harus diberikan kepada mereka yang lupa agar menjadi sebuah pembelajaran sehingga tidak terulang kembali dikemudian hari. Namun ada yang beranggapan juga bahwa tidak perlu kiranya kita menghakimi atau terlebih meluapkan amarah jikalau seseorang tidak berbuat sebagaimana yang seharusnya oleh karena lupa. 

Disinilah kebijaksanaan seorang pemimpin dibutuhkan. Menyikapi kondisi ini sehingga tidak berdampak buruk dalam jangka panjang sekaligus tidak menjadikan si pelupa tadi kehilangan semangat dalam bekerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun