Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ada "212" di Dada Anies Baswedan

3 Desember 2019   07:28 Diperbarui: 3 Desember 2019   08:02 1203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies Baswedan dan masa 212 | Sumber gambar : wow.tribunnews.com

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan selama beberapa waktu terakhir memang sering menjadi objek pembicaraan publik. Setelah beberapa waktu lalu heboh dengan anggaran "aneh" di pemerintah daerah (pemda) DKI Jakarta, baru-baru ini Anies Baswedan kembali disinggung seiring keputusannya mengizinkan dan memperbolehkan acara Reuni Akbar 212 dilakukan di wilayah pemerintahan DKI Jakarta.

Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) Tigor Nainggolan meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk mengevaluasi dan menegur Anies Baswedan terkait dengan hal ini. 

Tigor mempermasalahkan kehadiran Anies yang berseragam ke acara itu serta menilai bahwa kawasan Monumen Nasional (Monas) tidak seharusnya diperbolehkan untuk mengadakan acara keagamaan. Menurutnya, fungsi monas harus dikembalikan lagi ke awal yaitu sebagai tempat rekreasi dan tempat olahraga warga ibukota.

Di sini saya tidak ingin mengulas lebih jauh terkait penggunaan Monas sebagai tempat pelaksanaan Reuni Akbar 212 yang dipermasalahkan oleh Ketua FAKTA, Tigor Nainggolan. Akan tetapi lebih kepada arti dibalik kehadiran sosok Anies Baswedan dalam acara Reuni Akbar 212 tersebut. 

Silang pendapat perihal boleh tidaknya Anies Baswedan menghadiri acara reuni dengan berseragam dinas belakangan mengemuka. Selain Tigor Nainggolan yang meminta Mendagri untuk mengevaluasi tindakan Anies Baswedan ini, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Eva Kusuma Sundari menduga bahwa kehadiran Anies dalam Reuni Akbar 212 ini adalah sebagai upaya pencitraan menuju pemilihan umum presiden (pilpres) 2024 mendatang. 

Eva juga mempersolakan kehadiran Anies dalam acara tersebut yang dianggapnya menyalahi tata krama Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun pandangan dari Ketua FAKTA Tigor Nainggolan serta politisi PDIP Eva Kusuma Sundari itu tidak selaras dengan pandangan dari pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang samasekali tidak mempermasalahkan apa yang dilakukan oleh Anies Baswedan terkait kehadiran ke acara Reuni Akbar 212 dengan mengenakan seragam. 

Silang pendapat terkait kehadiran Anies dalam acara ini mungkin banyak terjadi di luar sana. Akan tetapi bagaimana sebenarnya dengan pandangan Anies Baswedan sendiri? Mengapa beliau menyempatkan diri untuk hadir dalam acara "kontroversial" tersebut? Apakah benar tudingan yang dialamatkan kepadanya bahwa Anies Baswedan tengah mencari panggung politik?

Untuk menjawab beberapa hal tersebut mungkin kita perlu flashback sejenak ke belakang. Kita ingat kembali momen beberapa waktu lalu ketika kontestasi pemilihan Gubernur DKI Jakarta tengah mencapai puncaknya di tahun 2017 lalu. Waktu itu ada tiga pasangan calon gubernur -- wakil gubernur yang bersaing untuk memperebutkan kursi DKI 1. Meski ada tiga pasangan calon, namun tidak bisa dipungkiri bahwa Ahok -- Djarot seperti menjadi "musuh bersama" kala itu. 

Pasangan Anies -- Sandi ataupun AHY -- Sylvi terkesan bahu membahu untuk menumbangkan kubu petahana. Kebetulan, Ahok yang sempat digadang-gadang akan mempertahankan posisinya tengah tersandung kasus penistaan agama sehingga memberikan keuntungan kubu "lawan" untuk mendesak pasangan Ahok -- Djarot. 

Pasangan Anies -- Sandi yang sebelumnya tidak terlalu dijagokan memenangi kontestasi pilgub DKI ternyata tampil sebagai pemenang berkat andil masa 212 yang terang-terangan menolak Ahok serta menuntut gubernur DKI Jakarta pengganti Pak Jokowi itu agar diproses hukum.

Anies Baswedan menjadi Gubernur DKI Jakarta tidak bisa dipungkiri ada andil masa 212 disana. Sehingga bisa dibilang bahwa 212 berjasa terhadap keterpilihan Anies Baswedan. Tidak berlebihan kiranya jika kita menyebut bahwa ada "212" di dada Anies Baswedan. 

Reuni 212 adalah sebuah simbol sekaligus pengingat bahwa ada sebuah peristiwa besar yang membuat sebuah era pemerintahan berganti tampuk kepemimpinan. Sejarah itulah yang barangkali turut menggerakkan langkah kaki Anies Baswedan untuk datang menghadiri undangan Reuni Akbar 212.

Pro kontra terkait sosok Anies dan Reuni Akbar 212 mungkin masih akan terus berlanjut pada masa-masa mendatang. Reuni Akbar 212 tahun depan kemungkinan masih akan mempertemukan kita dengan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta. Mereka yang berseberangan dengan simpatisan 212 akan selalu melihat hal ini sebagai kepentingan politis. Meskipun hal itu juga akan disangkal para simpatisan 212 sekadar sebagai acara silaturahmi dan ibadah bersama. Dua pandangan ini tidak akan pernah bertemu. Lagipula memang tidak ada gunanya juga membenturkan dua pandangan yang saling bertolak belakang ini.

Daripada terus meributkan hal-hal seperti ini, alangkah baiknya apabila kita kembali pada fitrah bangsa ini. Kebebasan berserikat dan berkumpul bagi setiap warga negara. Korelasinya yaitu, Reuni Akbar 212 adalah hak masyarakat yang ingin melakukannya. Para komentator yang sinis terhadap kegiatan ini perlu untuk berkaca. 

Selain itu, Reuni Akbar 212 harus memberikan output yang membangun bagi bangsa ini kedepan. Mereka mesti membangun sinergi serta menjadi partner yang kritis bagi jalannya roda pemerintahan. Menghilangkan stigma "musuh" rezim pemerintah ke stigma "partner kritis" pemerintah. Analogi "musuh" sangat tidak tepat disematkan didalam negara kita yang menjunjung tinggi asas persatuan ini. 

Orang-orang yang merasa memiliki perbedaan pandangan dan menilai bahwa mereka adalah musuh, maka sepertinya mereka harus mengulang kembali pembelajaran tentang nilai persatuan di sekolah dasar untuk menjernihkan kembali pandangannya.

Reuni 212 mau tidak mau sudah terbentuk dan kini telah menancapkan eksistensinya. Tugas kita bersama adalah memastikan bahwa komunitas ini turut memberikan pengaruh positif dalam check and balance kekuasaan seiring minimalisnya jumlah partai politik yang berada di luar kubu pemerintah. Diharapkan 212 turut serta mengawal roda pemerintahan selama periode yang ditentukan dan mengawal agar situasi tetap berjalan kondusif. Jangan "bertukar" fitnah satu sama lain.

Salam hangat,

Agil S Habib

Refferensi :

[1] ; [2] ; [3] ; [4]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun