PN dan MA bisa berdalih apapun terkait putusannya. Namun hal itu kemungkinan besar tidak akan menjadikan pemilih "sah" dari harta sitaan First Travel tunduk patuh terhadap hasil putusan.
Tidak menutup kemungkinan pada beberapa waktu mendatang akan ada upaya hukum sebagai bentuk "perlawanan" korban First Travel terhadap negara yang dianggap menyerobot hak mereka.
Bagaimanapun juga ada kemungkinan juga bahwa putusan yang diambil PN berikut MA karena didasari oleh peraturan hukum yang berlaku atau dalam hal ini KUHP. Hal ini pernah dinyatakan oleh Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani terkait bahwa MA hanya menjalankan apa yang diatur oleh KUHP.
Menurutnya, seharusnya pihak MA berani membuat terobosan hukum yang memungkinkan bahwa harta sitaan First Travel bisa dibagi rata kepada para nasabah yang telah ditipu.
Terlepas dari kontroversi putusan penyitaan aset First Travel untuk negara, nasabah korban penipuanlah yang tetap paling dirugikan atas hal ini. Jikalau permasalahannya adalah terkait "keterbatasan" acuan hukum, maka hal itu sayogyanya bisa ditanggulangi dengan kajian akademis lebih lanjut.
Namun, perkara keadilan adalah hakikat dari penerapan semua prinsip hukum. Apabila atas dalih penegakan hukum tetapi nilai-nilai keadilan itu justru dikorbankan maka apalah arti hukum itu?
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H