Presiden Jokowi hanya menyodorkan satu calon Kapolri saja, Komjen Idham Aziz, untuk menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi III DPR kemarin (30/10). Adapun tahapan dari rangkaian fit and proper test penentuan kapolri ini meliputi kunjungan kerja (kunker) Komisi III DPR ke kediaman calon Kapolri Idham Aziz, dilanjutkan dengar pendapat Komisi III untuk menerima masukan masyarakat terkait calon kapolri, fit and proper test, dan dilanjutkan rapat pleno komisi dalam rangka pengambilan keputusan fraksi-fraksi. Hasil fit and proper test selanjutnya dibawa ke Rapat Bamus, apabila sepakat maka hasil Bamus akan disampaikan pada sidang paripurna untuk pengambilan keputusan kapolri terpilih.
Terkait hal-hal apa saja yang dipertanyakan atau "diujikan" dalam tahapan fit and proper test tersebut mungkin pihak Komisi III yang lebih tahu. Namun sebenarnya rangkaian tahapan uji kelayakan tersebut "hanyalah" syarat normatif yang dijalankan sebagai bagian dari ketentuan yang harus diikuti. Apakah uji kelayakan dan kepatutan itu benar-benar mampu menjamin seorang Idham Aziz layak untuk menjadi kapolri baru menggantikan Tito Karnavian yang diangkat menjadi Menteri Dalam Negeri (Mendagri)? Hal itu sebenarnya masih harus dibuktikan dulu oleh calon terpilih selama menjalani tugasnya sebagai kapolri beberapa waktu ke depan.
Layak tidaknya Idham Aziz menduduki posisi Kapolri tentunya diukur dari banyak parameter kinerja. Akan tetapi ada satu hal besar yang mungkin menjadi tolok ukur utama kelayakan itu. Apakah Idham Aziz mampu menuntaskan kasus Novel Baswedan yang berlarut-larut begitu lama? Tito Karnavian meninggalkan PR besar penegakan hukum seiring pelaku penyiraman air keras kepada Novel Baswedan yang masih belum terungkap. Komjen Idham Aziz pernah turut serta menangani kasus Novel Baswedan saat masih menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya. Hal itu sedikit banyak membuat beberapa kalangan merasa pesimis kasus Novel Baswedan akan tuntas jikalau beliau nantinya terpilih secara resmi menjadi kapolri. Sehingga satu-satunya jalan untuk menghapus keraguan atas penilaian layak tidaknya Komjen Idham Aziz sebagai kapolri hanyalah dengan mengusut tuntas kasus Novel Baswedan hingga ke akar-akarnya.
Kasus penyiraman Novel Baswedan adalah "noda hitam" dalam dunia penegakan hukum tanah air. Kasus yang telah sekian lama berlarut-larut ini telah memantik keraguan terhadap institusi kepolisian dalam proses penegakan hukum. Kasus yang pada akhirnya menimbulkan beragam spekulasi perihal adanya keterlibatan orang dalam, isu konspirasi, dan lain sebagainya ini sebenarnya sudah cukup mampu "memerahkan" telinga pihak kepolisian setiap kali kasus ini diungkit ke publik. Mengutip kembali kata-kata dari Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, bahwa mereka yang terpilih bukan saatnya menjawab segala tudingan dengan kata-kata melainkan dengan karya-karya. Dan salah satu "karya" yang diharapkan dari institusi kepolisian dengan pimpinan barunya nanti adalah menuntaskan kasus Novel Baswedan. Penuntasan kasus lain memang harus diperhatikan, namun kasus Novel Baswedan barangkali harus lebih diprioritaskan mengingat ini menyangkut kredibilitas institusi Polri itu sendiri.
Komisi III DPR telah bersepakat secara aklamasi menjadikan Komjen Idham Aziz sebagai kapolri baru setelah dianggap "lulus" dari uji kelayakan. Namun sebenarnya kelayakan itu baru baru benar-benar bisa kita lihat nanti selama perjalanan beliau menjabat tugas barunya sebagai kapolri. Apakah bapak kapolri baru mampu mengungkap misteri kasus Novel Baswedan? Ataukah akan berakhir sama seperti pendahulunya? Hanya waktu yang bisa menjawab.
Salam hangat,
Agil S Habib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H