Memiliki etika dalam bermedia sosial adalah suatu keharusan. Jangan sampai kita malah menjadi bagian dari orang-orang yang suka berlaku nyinyir di media sosial (medsos) dengan memberikan pernyataan-pernyataan yang cenderung mendiskreditkan orang lain atau pihak-pihak tertentu. Sebenarnya hal ini sudah sejak lama diwanti-wanti agar tidak sampai terjadi.
Sikap nyinyir seseorang di dunia maya memang rentan menimbulkan kegaduhan publik. Sehingga salah satu tujuan keberadaan UU ITE adalah untuk menertibkan etika dan moral segenap netizen yang aktif berkicau di dunia maya.
Status nyinyir yang dibuat oleh netizen sebenarnya bukanlah hal baru. Ia sudah ada sejak lama, dan bukanlah sesuatu yang asing lagi. Hanya saja belakangan hal ini seolah mendapatkan momentum untuk terangkat ke permukaan.
Peristiwa penusukan yang dialami Menkopolhukan Wiranto telah memicu banyak kalangan untuk memberikan respon serta tanggapannya terhadap peristiwa tersebut. Mulai dari mereka yang bersimpati hingga yang antipati. Seolah-olah setiap komentar yang mereka sampaikan tidak akan memiliki konsekuensi apapun sehingga mereka merasa bebas untuk menyampaikan apa saja yang mereka mau.
Pada akhirnya komentar sinis yang diberikan oleh salah seorang istri prajurit TNI justru berujung sanksi terhadap sang suami. Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andhika Perkasa menyatakan bahwa institusinya telah menghukum 7 orang prajurit TNI AD terkait postingan nyinyir di medsos, salah satunya yaitu pencopotan Dandim Kendari Kolonel Hendi Supendi.
Sanksi yang diterima beberapa prajurit TNI AD terkait postingan nyinyir di medsos ini seakan menyadarkan kita bahwa suatu kenyinyiran dapat memberikan konsekuensi buruk bagi pelakunya.
Sanksi secara langsung terhadap orang-orang yang kurang bijak dalam bermedsos sepertinya sekarang dianggap memiliki kekuatan untuk menekan penyebaran komentar-komentar nyinyir di dunia maya.
Sehingga kebijakan yang diambil oleh KSAD pun mulai "diadopsi" secara lebih luas. Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Badan Kepegawaian Negara (BKN) Muhammad Ridwan sebagaimana diberitakan detik.com menyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menuliskan postingan nyinyir atau ujaran kebencian di medsos akan mendapatkan sanksi tegas. Sanksi tersebut bisa berupa sanksi tertulis, teguran, penundaan kenaikan pangkat, hingga pemecatan.
Meskipun kebijakan ini sebenarnya sudah disosialisasikan sejak lama, namun sepertinya aturan tersebut baru menemukan momentumnya seiring sanksi yang diberikan oleh KSAD kepada anak buahnya baru-baru ini.
Entah ini hanya perkiraan saya saja atau barangkali sudah menjadi pemahaman umum bahwa masyarakat kita lebih bisa menaati peraturan hanya karena keberadaan sebuah sanksi, bukan karena kesadaran bahwa hal itu memang harus dilakukan.
Kalimat-kalimat persuasi sepertinya sebatas menjadi angin lalu saja. Ajakan untuk bersikap arif dan bijaksana dalam bermedsos hanyalah retorika yang tak berbalas. Masuk telinga kanan keluar kuping kiri. Barulah setelah tindakan tegas berupa punishment diberlakukan kita menjadi tersadar bahwa yang kita lakukan itu salah.