Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Transformasi BCA dan Keunggulan Daya Saing Digitalisasi

8 Oktober 2019   09:24 Diperbarui: 8 Oktober 2019   09:34 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transaksi cardless BCA | Sumber gambar : www.bca.co.id

Burung elang mampu hidup hingga usia 40 tahun. Konon katanya usia itu bisa bertambah hingga 70 tahun, namun hal itu harus melalui sebuah fase perjuangan panjang nan "menyakitkan". Burung elang harus melalui fase transformasi untuk menjadikan tubuhnya muda "kembali". Saat memasuki usia yang ke-40, sang burung elang harus mengerahkan segenap tenaga yang tersisa untuk menuju ke puncak gunung. Disana ia "mengasingkan" diri dan memulai proses transformasinya. Ia mematukkan paruhnya yang telah memanjang ke bebatuan hingga lepas. 

Sang elang kemudian menunggu beberapa waktu hingga paruhnya tumbuh kembali dan telah menjadi cukup kuat. Selepas itu, sang elang mulai mencapkan cakar-cakarnya di tanah. Mencabuti kuku-kuku pada cakarnya hingga tak bersisa. Fase menyakitkan ini harus dilalui oleh sang burung elang hingga ia mendapatkan kembali cakar dan kuku-kukunya yang baru. 

Belum selesai sampai disitu, sang burung elang masih harus mencabuti bulu-bulu di tubuhnya satu per satu. Betapa menderitanya ia saat harus menyendiri di puncak gunung dengan ketiadaan pelindung di tubuhnya. Dingin menusuk tulang. Namun semua kondisi itu mesti dilalui burung elang agar ia bisa memperpanjang usia kehidupannya hingga 30 tahun lagi. Sang burung elang telah mendisrupsi dirinya sendiri sehingga ia mampu bertahan dalam ekosistem kehidupannya sebagai "raja di udara".           

Fase kehidupan burung elang adalah pembelajaran berharga tentang eksistensi kita di era modern ini. Era digital yang serba cepat. Era yang menuntut kita untuk merubah diri atau dirubah oleh orang lain, era untuk menyerang atau diserang, mendisrupsi atau terdisrupsi. Siapa yang paling kompetitif dan mampu menjawab tuntuan zaman, dialah yang bertahan lebih lama dari yang lain. Kita harus bersikap layaknya burung elang yang pada usia tuanya masih terus bertransformasi untuk mampu bertahan ditengah-tengah kepungan generasi yang lebih muda dan kreatif.

Disrupsi di Segala Bidang

Saat ini, disrupsi telah terjadi di hampir segala bidang. Tidak perlu jauh-jauh, di sekitar kita hal itu sudah terjadi. Biasanya kita belanja baju atau pakaian harus datang ke pusat-pusat perbelanjaan terlebih dahulu. Namun kini dengan maraknya lapak jual beli online seperti bukalapak, tokopedia, lazada, dan lain-lain membuat kita melupakan keberadaan pusat-pusat pebelanjaan tadi. 

Belum lagi layanan seperti go-food atau grab-food yang membuat industri rumah makan atau restoran mengalami "serangan" luar biasa dari warung-warung pinggir jalan. Tidak hanya itu, sektor keuangan seperti perbankkan ternyata juga merasakan situasi serupa. Kehadiran startup dengan latar financial technology (fintech) yang belakangan begitu menjamur telah mengusik eksistensi pemain lama di bidang ini. 

Bank-bank konvensional yang sebelumnya terlihat begitu nyaman menjalankan operasi bisnisnya sekarang dipaksa harus berfikir keras dan lebih kreatif. Mereka dituntut untuk mengimbangi kreativitas yang seolah tanpa batas dari generasi milenial yang menggawangi keberadaan bisnis-bisnis "model baru" tersebut.

Era Disrupsi : Ilustrasi gambar : www.pewartanusantara.com
Era Disrupsi : Ilustrasi gambar : www.pewartanusantara.com
Apapun alasannya, disrupsi adalah suatu keniscayaan. Hanya tinggal menunggu waktu, dan sekarang inilah waktunya. Apakah kita sudah menyadari akan hal ini atau justru kita masih terbuai dengan kenyamanan yang selama ini kita nikmati. 

Jangan sampai kita menjadi seekor katak yang mati didalam panci berisi air yang airnya dipanaskan hingga sedikit demi sedikit mendidih dan menewaskan sang katak. Hal inilah yang dialami oleh Nokia beberapa tahun lalu. Sebuah brand besar dimasa lalu yang kini tinggal sejarah.

11 Perusahaan Terbaik Se-Asia Pasifik

Medio bulan September 2019 lalu, media masa tanah air merilis informasi terkait beberapa perusahaan asal Indonesia yang menduduki posisi 200 besar se-Asia Pasifik dengan nilai pendapatan diatas  1 miliar dolar AS. Tentunya menjadi sebuah pencapaian besar bagi negara-negara tersebut karena berhasil membubuhkan angka pendapatan yang fantastis. 

Pemeringkatan yang dilakukan oleh majalah Forbes ini seakan ingin menunjukkan kepada kita tentang siapa saat ini yang sedang "berkuasa". Sebelas perusahaan asal Indonesia yang berhasil mencapai prestasi gemilang itu adalah Sumber Alfaria Trijaya, Mayora Indah, Kalbe Farma, Japfa, Indah Kiat Pulp & Paper, Indofood Sukses Makmur, Chandra Asri Petrochemical, Bayan Resources, Adaro Energy, Gudang Garam, dan Bank Central Asia (BCA).

Beberapa perusahaan tersebut patut diacungi jempol karena telah berhasil mencapai kinerja yang luar biasa. Adapun spesialisasi bidang industri dari sebelas perusahaan tersebut yaitu Mayora Indah (makanan dan minuman), Kalbe Farma (obat), Japfa (pakan ternak, agrobisnis, dan lain-lain), Chandra Asri Petrochemical (bahan plastik dan bahan kimia), Indah Kiat & Pulp (kertas dan pulp), Indofood Sukses Makmur (makanan), Gudang Garam (rokok), Bayan Resources (tambang), Adaro Energy (tambang), Sumber Alfaria Trijaya (ritel), dan Bank Central Asia (finansial). Sumber Alfaria Trijaya menjadi satu-satunya perusahaan ritel yang bertengger sebagai salah satu perusahaan top tingkat asia pasifik, dan BCA menjadi satu-satunya bank yang berhasil  meraih posisi bergengsi pada skala yang sama.

Melihat derasnya serbuan lapak online, keberadaan Sumber Alfaria Trijaya dalam daftar Forbes tentulah sebuah raihan luar biasa. Namun juga bisa dibilang tidak terlalu mengejutkan mengingat masifnya persebaran outlet Alfamart diseluruh pelosok tanah air. Tapi, keberadaan BCA pada daftar Forbes sebagai perusahaan berpendapatan diatas 1 miliar dolar AS ini patut untuk dicermati lebih jauh. 

Memang kita tidak bisa membandingkan BCA dengan Sumber Alfaria Trijaya ataupun beberapa perusahaan lain asal Indonesia yang menduduki daftar 200 besar perusahaan terbaik se-Asia Pasifik. BCA memiliki nilai keunikan tersendiri sehingga membuatnya mampu menjadi satu-satunya bank asal Indonesia yang menduduki ranking tinggi versi majalah Forbes.

Digitalisasi BCA

Dalam kehidupan sehari-hari, ada banyak sekali hal-hal yang seringkali kita lupakan. Kita sering lupa membawa barang-barang seperti dompet, baju, dokumen, kunci, atau yang lainnya. Bahkan tidak jarang sanak kerabat atau teman sendiripun kita tinggal karena lupa. 

Akan tetapi dibalik semua "fenomena" normal itu, ada satu jenis barang yang sangat jarang sekali kita lupakan karena perhatian kita yang intens terhadap barang tersebut. 

Sebagian dari kita mungkin sepakat mengatakan bahwa handphone (HP) atau smartphone yang kita miliki menduduki peringkat pertama dari daftar barang yang mesti kita bawa. Baju boleh ketinggalan, tetapi tidak untuk HP. Dompet boleh ketinggalan, tapi tidak untuk HP. Sekarang ini HP adalah bagian "tak terpisahkan" dalam hidup seseorang.

Saat ini kita begitu mudah menemukan orang-orang yang duduk atau berdiri terpaku dengan kepala menunduk menatap layar smartphone-nya. Saat berada di sarana transportasi umum seperti kereta listrik  (KRL), bus transjakarta, atau angkutan umum lainnya diantara para penumpangnya pasti ada yang asyik dengan smartphone miliknya. 

Ada yang senyum-senyum sendiri, ada yang memasang wajah serius, dan sebagainya. Seolah semua kebutuhan kita itu telah "dicukupi" semua melalui segenggam alat elektronik bernama smartphone. Fakta  inilah sepertinya yang ditangkap oleh jajaran Bank Central Asia (BCA) sehingga memacu mereka untuk meluncurkan layanan perbankkan berbasis digital.

BCA menangkap kebiasaan "baru" masyarakat di era digital ini yang cenderung lebih "malas" untuk menggerakkan tubuhnya. Untuk makan saja sekarang orang-orang lebih memilih menggunakan aplikasi seperti grab-food atau go-food karena mereka tidak perlu lagi berjalan dan mengantri lama di tempat makan. 

Cukup duduk manis di rumah sembari menunggu pesanan datang. Bahkan kalau bisa mungkin saat ini kita ingin menyelesaikan dan memenuhi segala kebutuhan sambil tertidur lelap. 

Kita menginginkan semuanya dilakukan sesederhana mungkin. Semua harus bisa dibikin simpel. Inilah ciri dari generasi simpel. Kebiasaan digital masyarakat yang begitu mendambakan penyederhanaan dalam segala hal ini kemudian oleh BCA dituangkan dalam upgrade layanan BCA mobile. 

BCA mobile tidak lagi sekadar memindahkan transaksi konvensional seperti cek saldo, mutasi, atau transfer antar rekening ke dalam bentuk digital saja, tetapi juga melengkapinya dengan pelayanan yang lebih mutakhir.

Jika selama ini kita begitu tergantung pada keberadaan kartu ATM saat melakukan tarik tunai atau transaksi lain di mesin ATM, maka BCA kini menghadirkan terobosan baru pelayanan perbankkan. Tarik tunai bisa dilakukan tanpa kartu ATM.

Transaksi cardless BCA | Sumber gambar : www.bca.co.id
Transaksi cardless BCA | Sumber gambar : www.bca.co.id
Hal ini mungkin diilhami dari kecenderungan lupa yang kita miliki terhadap banyak hal. Sedangkan salah satu barang yang hampir selalu kita ingat keberadaannya adalah smartphone. 

Dengan kata lain, kartu ATM lupa dibawa atau ketinggalan di rumah pun tidak menjadi masalah lagi. Bahkan kalaupun kartu ATM itu hilang kita masih bisa berlega hati karena tetap bisa melakukan transaksi tarik tunai tanpa kartu (cardless). Pelayanan yang diberikan berupa transaksi tanpa kartu ini bukan semata sebagai bentuk peningkatan pelayanan pihak BCA kepada para nasabahnya. 

Hal ini sekaligus menjadi bukti pemahaman BCA terkait adanya disrupsi pada sektor perbankkan. Pihak BCA tahu bahwa mereka harus mendisrupsi dirinya sendiri atau mereka yang akan terdisrupsi oleh komunitas lain yang menjadi kompetitor di lini bisnis mereka. Mereka "memilih" untuk mendisrupsi pelayanan yang menggunakan kartu ATM dan menggantikannya dengan tranksasi tanpa kartu. 

Apa yang dilakukan oleh BCA ini tentu membutuhkan effort besar dan pengorbanan yang tidak sedikit. BCA ditengah-tengah badai disrupsi di sektor perbankkan telah berupaya untuk "meremajakan" kembali dirinya sebagai burung elang sehingga ia bisa kembali jemawa diantara "elang-elang baru" yang lahir di era ini.

Disrupsi ini sekaligus akan berimbas pada seluruh kompetitornya yang masih mengandalkan transaksi dengan kartu ATM. BCA "beruntung" bisa menyadari hal ini lebih awal sekaligus bergerak mendahului yang lain. 

Dalam disrupsi, mereka yang paling dulu menyadari "celah" akan mendapatkan keuntungan lebih baik dalam melakukan langkah selanjutnya. Upaya BCA untuk lebih mengoptimalkan teknologi informasi tentunya merupakan sebuah langkah yang bijak. Zaman telah menuntut semua orang untuk bergerak selaras dengan arah digitalisasi. 

Sehingga mau tidak mau kita semua akan mengikuti kebiasaan baru bertransaksi dimasa-masa mendatang. Seiring dengan hal itu maka segenap sarana dan prasarana penunjang pun perlu segera dilengkapi. Mereka yang berhasil menawarkan solusi paling praktis akan memiliki kesempatan untuk lebih unggul dari yang lain. 

Sepetinya kerja keras BCA ini sudah mulai membuahkan hasil seiring masuknya BCA dalam daftar perusahaan terbaik se-Asia Pasifik versi majalah Forbes beberapa waktu lalu.

Salam hangat,

Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun